“Dengan manajemen, tata kelola dan peralatan yang lebih modern, Sultra sangat mungkin menjadi yang paling top, di atas Sulawesi Selatan, bahkan Provinsi Maluku yang selama ini selalu menjadi dua besar provinsi penghasil ikan,”kata Tina
JERNIH–Calon gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara yang telah mengantongi rekomendasi dari Partai NasDem dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Tina Nur Alam, menyatakan dirinya tidak akan menyia-nyiakan besarnya potensi kekayaan laut Sultra untuk kesejahteraan masyarakat. Dengan modal tersebut, Tina mengajak warga memujudkan Sultra sebagai pusat perekonomian maritim terbesar di Indonesia Timur, bahkan Indonesia.
Tina menegaskan tekadnya itu melalui pernyataan pers yang kami terima pada Senin (17/6). Menurut Tina, saat ini, dengan pengelolaan yang masih cenderung tradisional pun Sultra sudah menempati posisi ke-5 dari seluruh provinsi yang ada di Indonesia dalam hal produksi ikan.
“Potensi tersebut masih terbuka luas untuk dikembangkan, baik produksi ikan budi daya maupun penangkapan,”kata Tina dalam pernyataan tersebut. Ia tak lupa menyebut secara urut daerah-daerah penghasil ikan terbesar lainnya. Posisi pertama diduduki Provinsi Maluku, kedua Provinsi Sulawesi Selatan, ketiga Provinsi Jawa Timur dan keempat Provinsi Jawa Barat. “Sebenarnya, kita harus malu oleh dua provinsi di Jawa yang posisinya di atas kita, karena wilayah laut dua provinsi itu jauh lebih kecil dibanding Sultra,”kata dia.
Namun Tina tidak memandang enteng prestasi yang telah dicatat Sultra dalam hal ini. “Posisi kelima itu pun merupakan prestasi yang luar biasa, mengingat tata kelola dan peralatan yang kita pakai masih dominan cara dan alat tradisional,”kata dia.
Tak lupa Tina pun membuka data. Catatan Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM PTSP) Sultra tiga tahun lalu, dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) di perairan Sultra sekitar 542.000 ton per tahun, yang dimanfaatkan baru sebesar 210.380 ton per tahun. Artinya, jumlah yang ditangkap dari angka yang diperbolehkan baru 38,76 persen.
“Itu karena umumnya pemanfaatan potensi ini baru dilakukan nelayan kecil dengan menggunakan alat pancing dan jaring sederhana,”kata Tina. “Dengan manajemen, tata kelola dan peralatan yang lebih modern, Sultra sangat mungkin menjadi yang paling top, di atas Sulawesi Selatan, bahkan Provinsi Maluku yang selama ini selalu menjadi dua besar.”
Tina juga mengingatkan bahwa hal itu baru dari sisi ikan. “Padahal, potensi pengembangan budidaya rumput lau Sultra juga tinggi,”kata dia. Ia menyebut perkiraan total produksi rumput laut Sultra mencapai 146.856 ton per tahun, dati luas lahan sekitar 12.238 hektare. Angka itu didapat dengan asumsi tingkat produksi rata-rata tiga ton per hektare per panen, dengan jumlah panen rata-rata empat kali per tahun. Warga Sultra umumnya membudidayakan rumput laut jenis Eucheuma Cottoni.
Menurut Tina, menjadikan Sultra pusat ekonomi maritim Indonesia Timur bukanlah impian kosong. Bukan pula hanya didasarkan pada potensi kekayaan laut. “Letak strategis itu diakui sejak berabad-abad silam, yakni tahun 1613, oleh pelaut ulung Kerajaan Belanda, Jan Pieterszoon Coen (JP Coen), yang kemudian menjadi gubernur jenderal VOC untuk wilayah jajahan Hindia Belanda,”kata Tina. Catatan sejarah memang menegaskan, saat JP Coen dalam pelayaran melintasi jazirah laut Buton Selatan dan Muna, ia disebut-sebut sangat terpesona oleh letak strategisnya. “Hier is een zeer schoone reede en de baye. Di sini (cocok) untuk pelabuhan, teluknya indah,” tulis Coen di diary-nya pada 1 Januari 1613.
Beberapa waktu lalu, Koordinator Penasihat Menteri Kelautan dan Perikanan RI Bidang Riset dan Daya Saing, Prof. Rokhmin Dahuri, pernah menyatakan mengagumi prestasi Sultra dalam produksi ikan, baik tangkapan maupun budidaya. Hal itu karena posisi lima besar Sultra dalam produksi ikan diperoleh dengan cara dan alat tradisional.
“Ini merupakan prestasi luar biasa. Sultra bahkan punya potensi menjadi nomor satu menggantikan posisi Maluku karena memiliki banyak potensi yang jauh lebih besar dari tingkat pemanfaatannya,”kata Prof Rokhmin, saat itu. Jika ada penambahan modal berupa kapal penangkap, perluasan kawasan ikan budidaya, dan industrialisasi pengelolaan perikanan, Sultra akan jadi yang terbesar di Indonesia.
“Artinya kalau kita tambahkan modal berupa kapal penangkapan yang lebih banyak, budidaya yang lebih luas dan industri pengelolaan yang lebih besar, harusnya boleh jadi menggeser Maluku,”ujar Prof Rokhmin. Target tersebut bisa dicapai dengan terus melakukan penerapan teknologi, penguatan kapasitas SDM, dan memperbaiki manajeman perikanan, selain adanya dukungan kebijakan pemerintah daerah dan iklim investasi.
Letak Sulawesi Tenggara yang berada di antara Laut Flores dan Laut Banda, dan merupakan Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 713 dan 714 memang sangat memungkinkan provinsi itu menjadi penghasil ikan terbesar di Indonesia. Selama ini hasil laut dari perairan Sultra meliputi udang, ikan tuna, ikan cakalang, ikan tongkol, ikan kakap, ikan tenggiri, ikan kerapu, ikan baronang, ikan hias, dan cumi-cumi. [rls]