Untuk Apa Elon Beli Twitter Seharga Rp 635,4 Triliun?
Tetapi skenario yang paling mungkin, tulis Charlie, adalah kembali ke Twitter versi 2016 yang dimoderasi secara minimal dan penuh pelecehan—termasuk olah @RealDonaldTrump.
JERNIH– Platform yang disukai semua orang itu memiliki pemilik baru: Elon Musk secara resmi membeli Twitter seharga sekitar 44 miliar dollar AS atau sekitar Rp 635,4 triliun.
Musk memiliki sejarah yang panjang dan keras dengan Twitter—atau paling tidak dalam urusan kicau-berkicau. Misalnya, soal tawarannya untuk membeli platform itu dengan harga 54,20 dolar per saham. Ini membuat sebuah sesi ‘huru-hara’ tersendiri yang ramai di media sosial.
Belum lagi Elon juga sempat menggunakan platform tersebut untuk menyebarkan informasi yang salah tentang COVID-19 dan perseteruannya dengan kalangan jurnalis.
Pertanyaannya sekarang adalah, apa yang akan Elon lakukan dengan Twitter ketika dia memilikinya? Untuk soal ini The Atlantic muncul dengan beberapa tulisan dari para penulisnya. Ada beberapa teori yang mereka kemukakan.
Pertama, Elon mungkin dibuat terkejut. Evelyn Douek, seorang peneliti internet, berpendapat bahwa moderasi konten mungkin merupakan masalah yang terlalu sulit untuk dipecahkan, bahkan bagi orang yang berhasil mendaratkan roket dengan tegak.
“Jika Musk memiliki visi utopis tentang internet libertarian, dia harus membaca tentang sejarah moderasi konten,” tulis Douek.
Twitter milik Elon dapat menggunakan salah satu dari tiga cara. Dalam versi terburuk di masa depan, kata Charlie Warzel dalam buletinnya, Galaxy Brain, Elon dapat menggunakan platform itu untuk mendorong agenda sayap kanan yang ekstrem.
Yang paling aneh, dia mungkin mencoba “banyak membangun cepat, melempar kotoran ke dinding, dengan sedikit pertimbangan konsekuensinya.”
Tetapi skenario yang paling mungkin, tulis Charlie, adalah kembali ke Twitter versi 2016 yang dimoderasi secara minimal dan penuh pelecehan—termasuk olah @RealDonaldTrump. [The Atlantic Daily]