Crispy

Warga Muslim Uyghur di Xinjiang Diduga Kelaparan

Tidak hanya warga Ghulija yang kelaparan. Warga kota Qaradong juga tidak memperoleh cukup makanan akibat kebijakan karantina

Urumqi — Warga Ghulja, kota di Daerah Otonomi Xinjiang Uyghur (XUAR) di barat laut Cina, terancam kelaparan akibat kebijakan karantina untuk membendung wabah virus korona.

Sumber-sumber lokal di Ghulja, atau Yining dalam Bahasa Cina, mengatakan warga tidak percaya kepada petugas partai dan pemerintahan yang bersedia membelikan mereka makanan.

Pekan lalu sebuah video, yang memperlihatkan seorang etnis Uyghur di pengasingan berteriak di jalan-jalan Ghulja, tentang bagaimana istri dan anak-anaknya kelaparan karena tidak punya makanan sama sekali.

Radio Free Asia (RFA), yang berbicara dengan wanita Uyghur di Ghulja — tepatnya di prefektur Otonomi Ili Kazakh — memberitakan tidak hanya warga Ghulija yang kelaparan. Warga kota Qaradong juga tidak memperoleh cukup makanan akibat kebijakan karantina.

“Orang dewasa hanya makan sekali satu hari, dan telah sepuluh hari kami melakukannya,” kata wanita itu.

Setiap pagi, kata wanita itu, kami hanya khawatir pada anak-anak yang tidak memiliki sesuatu untuk dimakan. “Suami saya mengatakan kita mangan makan. Biarkan anak-anak saja yang makan,” ujar wanita itu.

Sejak karantina dimulai, setiap orang kekurangan tepung, sayuran, dan minyak. Mereka tidak lagi makan daging.

Pihak berwenang, masih menurut wanita itu, enggan membantu penduduk sejak pemerintah mengurung warga di setiap rumah. Akibatnya, setiap keluarga kini kelaparan, tanpa mereka tahu sampai kapan karantina berakhir.

Warga lainnya mengatakan kader Partai Komunis Cina (PKC) meminta uang kepada warga yang ingin membeli makanan. Warga ragu memberikan uang, karena khawatir kader itu malarikan uang mereka.

Namun, tidak satu pun dari merek berbicara karena takut ditangkap dan dieksploitasi.

Laporan tentang kekurangan pangan di Ghulja dan Qaradong telah sampan ke aparat partai dan pemerintah, tapi tidak ada respon. Semua terdiam.

Pemerintah juga diam sola epidemi virus korona di XUAR, wilayah denna 1,8 juta hidup dalam kamp interniran akibat pandangan agama yang kuat.

Back to top button