Inilah Daftar Masalah yang Dihadapi Xi Jinping: Protes Hong Kong, Virus Wuhan dan Krisis Taiwan
BEIJING—Enam bulan protes Hong Kong bergulir, yang terjadi bukannya persoaln yang dihadapi pemerintah Cina kian reda. Xi Jin Ping kini setidaknya menghadapi tiga persoalan besar, yakni protes Hong Kong sendiri, virus Wuhan, serta pemilu Taiwan yang dimenangkan Tsai Ing-wen.
Kemenangan besar bersejarah Tsai Ing-wen dalam Pemilu Taiwan dilihat oleh banyak orang sebagai indikasi yang jelas bahwa strategi Beijing saat ini terhadap negara pulau itu cacat fatal. Kebijakan Cina kepada negara itu, yakni perburuan sekutu diplomatik Taiwan, membatasi bisnis dan pariwisata, serta menyebarkan informasi yang salah menjelang pemilihannya, telah mendorong pertikaian yang lebih dalam antara masyarakat Taiwan dan pemerintah Cina daratan. “Itu sama sekali strategi yang salah,” kata analisis Chi Wang dalam tulisannya di South China Morning Post.
Namun, yang lebih merusak adalah tanggapan buruk Beijing terhadap protes yang sedang berlangsung di Hong Kong. Tsai sendiri mengakui hal itu dan mengatakan kepada BBC, pemilih Taiwan sedang menyaksikan kerangka “satu negara, dua sistem” yang banyak digembar-gemborkan itu runtuh di Hong Kong. Itulah yang diduga banyak memberikan suara untuknya dalam pemilu.
Hal yang lebih luar biasa, Tsai berpendapat, negara pulau itu tidak perlu mendeklarasikan kemerdekaan karena pada dasarnya sudah merdeka.
Kemenangan Tsai yang terjadi hanya beberapa bulan setelah kemenangan luar biasa para kandidat pro-demokrasi dalam pemilu dewan distrik Hong Kong, adalah tanda nyata bagaimana kebijakan Beijing (dalam hal ini Presiden Xi Jinping) telah gagal. Tsai mengatakan, kebijakan Beijing dalam beberapa tahun terakhir telah mengubah sifat hubungan antara Taiwan dan daratan Cina, dan membatalkan ambiguitas di antara mereka.
“Kemenangan Tsai sendiri tidak akan mengkhawatirkan Xi, jika itu tidak terjadi setelah tahun yang kacau, termasuk lebih dari tujuh bulan protes Hong Kong, perang dagang dengan Amerika Serikat, perlambatan ekonomi, dan kehancuran wabah demam babi Afrika,” kata Chi Wang.
Tahun baru hanya membawa lebih banyak kekacauan: selain kemenangan Tsai, China menghadapi wabah virus corona di Wuhan (yang kini telah menyebar ke Jepang, dan di tempat lain) tepat saat liburan Tahun Baru Imlek dimulai.
Walau gencatan senjata dalam perang dagang telah dideklarasikan, kesepakatan dagang tahap pertama membutuhkan konsesi dari Beijing dan dapat mengarah pada persepsi bahwa Xi telah menyerah pada tuntutan Trump. Memang, perjuangan Xi untuk beradaptasi dengan situasi di Hong Kong dan Taiwan mempertanyakan apa yang telah diraihnya sebagai presiden.
Ketika Xi pertama kali berkuasa pada akhir 2012, banyak yang berharap dia menjadi seorang pembaru ekonomi seperti ayahnya. Namun intervensi Xi di Bursa Efek Shanghai pada 2015 berakhir dengan bencana. Di bawah pengawasan Xi, tingkat pertumbuhan Cina telah jatuh ke level terendah dalam hampir 30 tahun, sebagaimana dilaporkan South China Morning Post.
Mungkin kebijakan Xi yang paling ambisius hingga saat ini adalah Inisiatif OBOR. Chi Wang skeptis tentang apa yang bisa didapat Cina dari usaha itu. “Mengapa menghabiskan semua uang ini di luar perbatasan Cina, ketika masih ada banyak perbaikan infrastruktur yang harus dilakukan di dalam negeri?” tanya dia.
Xi mungkin percaya, inisiatif itu adalah cara untuk membeli teman, yang tidak dimiliki China. Satu-satunya sekutu sebenarnya, Korea Utara, tidak menawarkan apa pun di luar posisi geostrategisnya sebagai penyangga terhadap Korea Selatan yang bersekutu dengan AS.
Mitra bersejarah Cina lainnya, Pakistan, juga tidak banyak memberikan penawaran. Xi telah memperkuat hubungan dengan Rusia, tetapi, seperti yang telah ditulis Chi Wang sebelumnya, sangat bodoh untuk mengharapkan kesetiaan dari Presiden Rusia Vladimir Putin mengingat permusuhan historis antara kedua negara.
Kebijakan luar negeri Xi yang agresif di Laut China Selatan, juga mengirim negara-negara di kawasan itu kembali ke pelukan Amerika Serikat. Xi berupaya membeli teman di Asia Tengah dan Afrika tanpa mempertimbangkan sejauh mana hal itu berdampak positif terhadap ekonomi Cina.
Sementara itu, dia mengkonsolidasikan kekuatan dan membuka jalan untuk memerintah seumur hidup. Jika Xi benar-benar peduli dengan masa depan China, ia akan mengakui bahwa negara itu benar-benar membutuhkan kepemimpinan baru.
Chi Wang tumbuh selama era panglima perang di China. Ia menyaksikan perang China-Jepang, pendudukan Jepang, dan perang saudara. Sekarang, Republik Rakyat China berusia 70 tahun. Selama ini, rakyat Cina telah dikesampingkan dari proses pemilihan pemimpin mereka sendiri. Tampaknya ini tidak akan berubah di masa mendatang.
Namun, Chi Wang berharap rakyat Cina akan memutuskan sendiri suatu hari nanti, seperti yang terjadi di Taiwan. [SouthChinaMorningPost]