Kombes Syahrial M. Said Membangun Pasukan Sofbol DKI
JERNIH – Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua sudah rampung, namun masih banyak menyimpan cerita. Salah satunya kisah anak-anak tim sofbol putra DKI Jakarta. Meski kalah di final oleh tim Lampung yang sangat kuat, namun perjalanan menuju Papua ditempuh penuh lika-liku.
Hal itu dirasakan betul oleh manajer tim, Syahrial M. Said. Bagaimana pandemi Covid-19 membuyarkan banyak rencana. “Bayangkan satu tahun latihan di rumah masing-masing, itu pun harus diawasi dengan menggunakan Zoom,” ujarnya.
Sofbol adalah olahraga tim. Kekompakan dan integrasi antarpemain mutlak diperlukan dan jadi kunci. Berbeda dengan olahraga perorangan yang tak membutuhkan tahap penyesuaian antaratlet. Belum lagi, dalam satu tim sofbol terdiri dari banyak orang.
Ujung tombak dari pengelolaan olahraga beregu seperti ini ada pada manajer. Pria berpangkat Komisaris Besar Polisi (Kombes) ini sampai harus berkali-kali memantau kemajuan tim DKI. Pandemi boleh terjadi, tetapi siasat juga harus dilakukan agar terkendali.
Di sisi lain, peraturan pertandingan menyerukan bahwa usia atlet sofbol harus di bawah 23 tahun. Sementara yang terkuat justru tim senior DKI di atas 23 tahun. Ini merupakan tantangan lain bagi pria yang akrab disaa Syahrial ini.
“Usia di bawah 23 tahun belum matang sebagai atlet sofbol,” katanya. Tetapi tanpa kekuatan kebersamaan dan kekompakan tim yang solid usia hanyalah soal angka. Misinya adalah menjadikan anak-anak muda itu memiliki standar fisik terbaik dan mental tertinggi.
“Jangan lupa juga faktor spiritual. Caranya dengan terus mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa. Supaya tidak cedera, selamat , dimudahkan dan target tercapai,” terang pria yang kini bertugas sebagai Analis Utama Puslitbang Mabes Polri ini.
Tugas berat inilah yang ia emban di sela-sela kewajiban sebagai perwira polisi. Apalagi ini adalah amanah warga DKI dan tentu saja pemerintah daerah mengharap betul DKI meraih medali sebanyak-banyaknya di ajang olah raga empat tahunan ini.
Secara rinci, Syahrial membeberkan beberapa hal saat membentuk pasukan sofbol DKI ini. “Tentunya memberikan motivasi berjuang membela khususnya DKI Jakarta sebagai kebanggaan di dalam diri atlet,” jelasnya. Kebetulan ia memiliki latar belakang kepolisian, ia memberikan contoh kedisiplinan militer berupa ketertiban, keteraturan dan tanggungjawab pribadi.
Baginya membangun tim bisa susah. “Tetapi dengan selalu menjaga kebersamaan pasti akan terbentuk tim yang bagus,” terusnya. Dan, di tingkat manajemen, ia harus kerap melakukan memonitoring pun mengevaluasi hasil latihan sesuai jadwal.
Jika anak-anak muda “pasukannya” menyimpan masalah, Syahrial tidak tinggal diam. Ia harus mencari solusi. Umpamanya terkait dengan kondisi psikologis atlet, Syahrial tak segan untuk mengundang psikolog dari KONI DKI untuk lebih mengenal karakter dan memecahkan masalah yang dihadapi para atlet.
Untuk menjaga kebersamaan, tim DKI melakukan training camp untuk saling mengenal satu sama lain. Itupun setelah pandemi mereda dan setiap atlet terpilih mendapatkan vaksin serta berbagai tes PCR.
Sebagai manajer, Syahrial juga punya tugas menyiapkan fasilitas terbaik bagi atlet. Beberapa di antaranya terkait kesejahteraan , kesehatan , fasilitas baik perorangan maupun team, honor atlet dan offical.
Perjalanan tim sofbol putra DKI masih akan berlanjut. Mereka masih harus lebih sering berlatih dan bertanding. Menurut Syahrial, anak-anak muda ini mesti kerap sama para senior senior. “Biar dapat bekal ilmu,” sahutnya.
Meraih medali perak adalah bukti proses latihan panjang. Tidak gampang membentuk tim muda dengan usia yang masih terbilang belia dan dibebani target tinggi.
Bagi Syahrial, ini adalah capaian berikutnya setelah melakukan banyak hal di sofbol. Ia pun siap bila negara memanggil untuk membangun tim olahraga khususnya sofbol yang ia tekuni sejak remaja.
“Saya siap jika diberi kesempatan, untuk nama daerah bahkan negara,” tegasnya. (*)