Desportare

Pakar PBB Desak FIFA dan UEFA Skorsing Israel Terkait Genosida di Gaza

Penangguhan Israel dalam sepak bola merupakan respons untuk mengatasi genosida yang sedang berlangsung. Permintaan itu salah satunya datang dari Francesca Albanese, Pelapor Khusus PBB untuk situasi hak asasi manusia di wilayah Palestina.

JERNIH – Delapan pakar hak asasi manusia PBB yang independen telah meminta Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA) dan Asosiasi Sepak Bola Eropa (UEFA) untuk menangguhkan Israel dari kompetisi dunia atas tuduhan genosida di Gaza.

Dalam pernyataan bersama, para ahli menyatakan, “Olahraga harus menolak persepsi bahwa semuanya berjalan seperti biasa. Tim nasional yang mewakili negara yang melakukan pelanggaran hak asasi manusia berat dapat dan harus diskors.”

Para ahli, yang bertugas di bawah mandat Dewan Hak Asasi Manusia PBB, berpendapat bahwa penangguhan Israel merupakan respons untuk mengatasi genosida yang sedang berlangsung. Para ahli itu di antara adalah Francesca Albanese, Pelapor Khusus PBB untuk situasi hak asasi manusia di wilayah Palestina yang diduduki sejak 1967.

Seruan itu muncul setelah Komisi Penyelidikan Internasional Independen PBB (COI) di Wilayah Palestina yang diduduki menyimpulkan pada 16 September 2025, bahwa Israel melakukan genosida di Gaza.

Komisi yang dipimpin mantan Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Navi Pillay, menetapkan bahwa otoritas Israel telah melakukan empat dari lima tindakan genosida yang ditetapkan dalam Konvensi Genosida 1948. Laporan tersebut menyebut Presiden Israel Isaac Herzog, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, dan mantan Menteri Keamanan Yoav Gallant sebagai tokoh yang telah “menghasut” genosida.

Preseden dalam Olahraga Internasional

Para ahli menyoroti preseden yang terjadi pada 2022, ketika FIFA dan UEFA dengan cepat menangguhkan Rusia setelah menggelar perang di Ukraina. Hanya dalam empat hari, tim-tim Rusia dilarang mengikuti kompetisi, termasuk Piala Dunia dan Liga Europa.

Sebaliknya, tidak ada penangguhan yang dijatuhkan kepada Israel. Mantan bintang sepak bola Eric Cantona mengkritik disparitas ini, dengan mencatat bahwa meskipun Rusia diskors hampir seketika, sementara lebih dari 700 hari setelah apa yang disebut Amnesty International sebagai genosida, Israel tetap ikut berkompetisi. Cantona menambahkan bahwa “FIFA dan UEFA harus menangguhkan Israel. Klub-klub di mana pun harus menolak bermain melawan tim Israel.”

Meskipun ada gerakan simbolis, seperti UEFA yang memajang spanduk bertuliskan: “Hentikan Pembunuhan Anak-Anak, Hentikan Pembunuhan Warga Sipil,” tidak ada tindakan konkret yang diambil terhadap Israel.

Para pakar PBB berpendapat bahwa FIFA dan UEFA terikat hukum hak asasi manusia internasional berdasarkan Prinsip-Prinsip Panduan PBB tentang Bisnis dan Hak Asasi Manusia. Statuta FIFA secara eksplisit mewajibkan badan tersebut menghormati hak asasi manusia, sementara Pasal 16 memberi wewenang kepada dewannya untuk menskors anggota yang melanggar kewajiban. Demikian pula, peraturan UEFA menjunjung tinggi etika dan integritas.

Seruan untuk bertindak semakin meluas di seluruh dunia. Kampanye #GameOverIsrael, yang didukung tokoh-tokoh terkemuka seperti Gary Lineker, Liam Cunningham, dan Eric Cantona, telah menuntut pengusiran Israel dari sepak bola dunia. Sebuah papan reklame raksasa di Times Square, New York, memperkuat pesan tersebut.

Para pemimpin politik juga telah memberikan tanggapan. Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez telah mendesak agar Israel dikeluarkan dari kompetisi internasional, sementara Asosiasi Sepak Bola Irlandia dan beberapa klub Eropa telah menyuarakan dukungan untuk penangguhan tersebut.

Sektor Olahraga Palestina Hancur

Genosida yang sedang berlangsung telah menghancurkan sektor olahraga Palestina. Menurut Asosiasi Sepak Bola Palestina, lebih dari 800 atlet dan ofisial olahraga telah terbunuh sejak Oktober 2023, hampir setengahnya adalah pemain sepak bola dan banyak di antaranya anak-anak.

Di antara para korban adalah Majid Abu Marakil, atlet Olimpiade pertama Palestina; pebalap sepeda Paralimpiade Ahmad al-Dali; dan mantan pemain tim nasional Suleiman al-Obeid, yang dikenal sebagai ” Pelé Palestina” .

Infrastruktur juga telah dihancurkan secara sistematis. Lebih dari 280 fasilitas olahraga, termasuk stadion dan pusat kebugaran, telah dihancurkan atau rusak parah. Tempat-tempat bersejarah seperti Stadion Yarmuk di Gaza, yang dibangun pada 1951, telah hancur menjadi puing-puing. Beberapa stadion bahkan telah diubah menjadi kuburan massal atau tempat penampungan pengungsi.

Back to top button