
Komdigi rupanya gerah atas Cloudflare yang tempo hari mengalami gangguan layanan. Bagaimana memahami persoalan ini? Lalu apa yang bisa dilakukan pemerintah selain hanya sekadar menuding?
JERNIH – Di tengah gencarnya “perang” Indonesia melawan judi online (judol), nama sebuah perusahaan teknologi global mencuat ke permukaan: Cloudflare. Ini karena Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) melontarkan pernyataan keras yang menyiratkan bahwa layanan Cloudflare turut andil—bahkan disebut sebagai “beking”—dalam melanggengkan keberadaan situs-situs haram tersebut di ruang digital Indonesia.
Tudingan ini memicu pertanyaan besar: Apakah benar sebuah perusahaan infrastruktur internet kelas dunia sengaja melindungi bandar judi, ataukah ini masalah teknis yang jauh lebih rumit?
Pemerintah Indonesia saat ini sedang dalam mode darurat pemberantasan judi online. Ribuan situs diblokir setiap hari, namun situs-situs baru bermunculan dengan cepat. Frustrasi ini memuncak ketika Komdigi menemukan pola yang menyulitkan pemblokiran: Situs judi online menggunakan layanan Cloudflare untuk menyembunyikan identitas asli mereka.
Komdigi Frustrasi
Argumen utama Komdigi meliputi penyembunyian IP asli dimana layanan Cloudflare membuat alamat IP asli (lokasi server fisik) bandar judi tidak terdeteksi.
Ketika pemerintah memblokir satu domain, bandar dengan mudah mengganti domain baru namun tetap menggunakan infrastruktur perlindungan yang sama dari Cloudflare.
Ada tudingan persepsi bahwa Cloudflare lambat atau kurang responsif dalam menindaklanjuti permintaan take down konten judi dari pemerintah Indonesia.
Bagi regulator sendiri, teknologi yang menyulitkan penegakan hukum sering kali dianggap sebagai bentuk “perlindungan” atau bekingan terhadap pelaku kejahatan.
Untuk memahami situasi ini secara objektif, kita harus melihat apa yang sebenarnya dilakukan oleh Cloudflare. Cloudflare bukanlah hosting provider tempat data situs judi disimpan, melainkan penyedia layanan Content Delivery Network (CDN) dan keamanan siber.

Bayangkan Cloudflare sebagai “Satpam” dan “Topeng” sekaligus. Sebagai topeng (Reverse Proxy), Cloudflare duduk di antara pengunjung (pemain judi) dan server asli (bandar). Komdigi hanya melihat alamat IP milik Cloudflare, bukan alamat IP server bandar. Inilah yang disebut “menyembunyikan IP”.
Sementara sebagai perisai, Cloudflare melindungi situs dari serangan siber (seperti DDoS). Sayangnya, fitur ini melindungi situs legal dan situs ilegal tanpa pandang bulu selama mereka menjadi pelanggan.
Teknologi Cloudflare murah, mudah diakses, dan sangat efektif membuat situs web cepat diakses serta sulit dimatikan oleh serangan luar. Bagi operator judol, ini adalah infrastruktur ideal.
Dilema “Collateral Damage”
Jika Cloudflare dianggap sebagai masalah, mengapa Komdigi tidak memblokir Cloudflare saja secara keseluruhan? Jawabannya adalah risiko kiamat internet parsial.
Cloudflare adalah tulang punggung bagi sebagian besar internet modern. Memblokir akses ke Cloudflare di Indonesia akan berdampak fatal. Akibatnya situs legal bisa bertumbangan. Ribuan startup, e-commerce, portal berita, hingga situs layanan publik (pemerintah) di Indonesia juga menggunakan Cloudflare untuk keamanan dan kecepatan.
Hal itu tentu berpengaruh pada gangguan ekonomi digital. Transaksi perbankan atau jual-beli online bisa terganggu karena API dan sistem backend banyak yang bergantung pada rute jaringan Cloudflare.
Oleh karena itu, memblokir Cloudflare untuk menangkap tikus (judi online) sama saja dengan membakar lumbung padi (ekosistem digital nasional).
Menyebut Cloudflare sebagai “beking” mungkin adalah strategi retorika pemerintah untuk menekan perusahaan tersebut agar lebih patuh. Jalan keluar dari masalah ini bukanlah pemblokiran total, melainkan penegakan kepatuhan (compliance).
Oleh karenanya perlu langkah serius yang dapat dilakukan. iharapkan ke depan meliputi; meminta Coudflare memberikan prioritas khusus kepada Komdigi sebagai pelapor tepercaya, sehingga permintaan pemblokiran situs judi bisa dieksekusi dalam hitungan menit, bukan hari.
Meminta transparansi data dan bekerjasama untuk membuka data IP asli situs judi kepada penegak hukum (Polri) demi kepentingan penyidikan. Pemerintah mendorong melakukan algoritma proaktif. Mendorong Cloudflare untuk menggunakan AI mereka dalam mendeteksi dan memutus layanan ke situs yang terindikasi judi online secara otomatis di wilayah Indonesia.
Bahwa pernyataan Cloudflare “membekingi” judi online adalah simplifikasi dari masalah teknis yang kompleks. Secara teknis, Cloudflare adalah alat netral yang disalahgunakan oleh aktor jahat. Namun, sebagai entitas bisnis yang beroperasi secara global, Cloudflare memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk memastikan layanannya tidak menjadi sarang aktivitas ilegal, terutama di negara yang secara tegas melarangnya seperti Indonesia.(*)
BACA JUGA: Cloudflare yang Supercanggih Terganggu Hanya Gara-gara Kesalahan Kode






