Arteria Dahlan Memang Keterlaluan Minta Jaksa Agung Copot Kajati Berbahasa Sunda,
Bisa saja, pernyataan itu malah memicu reaksi yang lebih besar dan mengarah ke isyu SARA dengan melahirkan saling sindir antar suku dan kemudian bergejolak. Makanya, harus ada permohonan maafa terhadap warga Jawa Barat dan sang politikus lebih bijak lagi menyatakan pendapat terutama di forum resmi.
JERNIH-Arteria Dahlan memang benar-benar keterlaluan. Masa Orang Sunda berbahasa Sunda, di wilayah formal langsung diminta untuk dipecat. Tentu saja sikap dia itu dinilai menuai kontroversi bahkan menuai kritik tajam dari sejumlah pihak.
Ketika Komisi III DPR RI menggelar rapat kerja bersama Jaksa Agung ST Burhanuddin pada Senin 17 Januari lalu, dia meminta jajaran Kejagung bersikap profesional dalam bekerja. Namun yang bikin repot dan memancing amarah warga Sunda, dia meminta Jaksa Agung memecat Kepala Kejaksaan Tinggi yang berbahasa Sunda dalam rapat itu.
“Ada kritik sedikit, Pak JA. Ada kajati yang dalam rapat dan dalam raker itu ngomong pakai bahasa Sunda, ganti pak itu,” katanya.
Di matanya, Kepala Kejaksaan Tinggi seharusnya menggunakan bahasa Indonesia dalam rapat formal, bukan bahasa Sunda.
“Kita ini Indonesia, Pak. Jadi orang takut kalau ngomong pakai bahasa Sunda nanti orang takut ngomong apa dan sebagainya. Kami mohon sekali yang seperti ini dilakukan penindakan tegas,” katanya lagi.
Tentu saja sejumlah pihak geram dengan sikap politikus itu. Dosen Sastra Unpad Gungun Gunardi misalnya, menilai penggunaan bahasa Sunda itu merupakan suatu kewajaran jika di ranah formal. Apalagi, bangsa Indonesia sendiri terdiri dari berbagai macam suku dan bahasa.
“Jadi hal yang wajar lah orang Sunda menyampaikan sesuatu dalam koridor formal menyampaikan dengan bahasa Sunda, asal dijelaskan saja diterangkan saja. Arteria Dahlan tidak bisa begitu, harusnya paham dong bahwa bangsa kita adalah bangsa multietnis dan bangsa multi bahasa dan kita ini adalah bangsa yang memegang teguh bhinneka tunggal ika,” kata Gungun.
Gungun menilai, apa yang diucapkan Arteria bahkan sampai meminta Kepala Kejaksaan Tinggi dicopot sudah sangat keterlaluan. Dia bilang, tak harus ada permintaan pencopotan lantaran soal bahasa Sunda. Sebab sebaikya, diingatkan saja agar tak menggunakan bahasa itu.
“Kenapa harus takut dengan menggunakan bahasa Sunda? Kan ada penerjemah ada interpreter yang bisa menjelaskan, kalau bahasa Sunda itu vulgar contohnya yang kasat sekali dan menohok seseorang, itu baru tidak harus dicopot yaitu masuk ke ranah pidana,” katanya.
“Itu pun harus dipelajari lagi. Apalagi itu langsung bilang mencopot, itu mah naon atuh. Saya tidak setuju. Kalaupun ada penggunaan bahasa Sunda maka pakai interpreter dijelaskan apa artinya. Kalau itu jorok, mem-bully seseorang dan sebagainya ya itu ada hukum yang berlaku kan pencemaran nama baik dan sebagainya. Masa seorang anggota DPR tidak paham dengan hukum di Indonesia,” kata dia menambahkan.
Terkait pernyataan tersebut, Gungun meminta agar Arteria segera menjelaskan maksud pernyataannya itu dan berbicara dengan masyarakat Sunda.
“Karena begini, masyarakat Sunda ini kalau diganggu budayanya atau bahasanya, reaksinya itu cepat. Jadi, reaksinya luar biasa. Jangan diganggu budayanya dan jangan diganggu adatnya, etnisnya dan bahasanya,” kata Gungun mwanti-wanti.
Seirama dengan Gungun, budayawan Sunda Abah Ruskawan seperti diberitakan Detik, pernyataan Arteria dikhawatirkan memicu konflik SARA. Dan menurut Abah, Arteria tak paham tentang filosofi terbentuknya NKRI
“Negara ini lahir jadi NKRI dari berbagai keberagaman daerah. Sebetulnya nasional tidak punya budaya nasional tapi yang ada budaya daerah yang keberagamannya menjadi pemersatu,” kata dia.
Abah bilang, Kepala Kejaksaan Tinggi yang menggunakan bahasa daerah itu menunjukkan keberpihakannya pada pelestarian budaya dan bahasa. Dan dia menilai permintaan Arteria agar Jaksa Agung mencopot Kajati merupakan hal yang keterlaluan.
“Sekalipun dalam rapat, di sebelah mana kesalahannya?” ungkap dia.
Bisa saja, pernyataan itu malah memicu reaksi yang lebih besar dan mengarah ke isyu SARA dengan melahirkan saling sindir antar suku dan kemudian bergejolak. Makanya, harus ada permohonan maafa terhadap warga Jawa Barat dan sang politikus lebih bijak lagi menyatakan pendapat terutama di forum resmi.[]