Medan: Anekdot Lama dan Kejahatan Jalanan
Dulu, sekitar tahun 1980-an, ada anekdot menarik yang menggambarkan kriminalitas di Medan. Seorang penumpang bus Antar Lintas Sumatera (ALS) dengan tujuan akhir Banda Aceh bertanya kepada orang di sampingnya; apakah sudah sampai Medan? Saat hari sudah larut malam.
Orang di sampingnya menjawab kita sedang berada di tengah kota Medan. Si penumpang nggak percaya dan meminta kepastian. “Kalo nggak percaya, keluarkan saja tangan kau,” kata orang itu.
Si penumpang yang penasaran mengikuti anjuran orang di sebelahnya. Ia keluarkan tangannya. Tak lama kemudian si penumpang berteriak, menarik tangannya, dan jam tangan di pergelangan tangannya hilang. Kini dia percaya sedang berada di Medan.
Entah sejak kapan anekdot itu tidak terdengar lagi. Yang pasti, generasi saat ini menghadapi kejahatan jalanan Medan dalam bentuknya yang lain; begal sepeda motor.
Ester, wanita berusia 43 tahun, masih belum lupa bagaimana dirinya disergap sekelompok begal sadis di Jl Pattimura tahun 2015. Ia masih trauma, takut, dan selalu khawatir kejadian serupa menimpa dirinya karena dia kerap pulang malam hari akibat tuntutan pekerjaan.
“Saya masih ingat bagaimana saya dipepet dua pria berkendar sepeda motor,” Ester memulai ceritanya. “Seorang pembegal menendang motor saya, saya terbanting aspal. Saya terseret beberapa meter dan berteriak.”
Seorang petugas jaga malam, lanjut Ester, bergegas menolong dan begal kabur tanpa membawa hasil. Ester dilarikan ke rumah sakit dengan luka fisik cukup serius.
Ester menuliskan pengalamannya di media sosial. Salah satu pelaku, belakangan diketahui ditangkap polisi dan dijebloskan ke penjara, merespon tulisan Ester dengan ancaman akan beraksi lagi setelah keluar dari penjara.
Empat tahun setelah pembegalan terhadap Ester, kejahatan jalanan di Medan sama sekali tidak berubah. Akhir Agustus 2019 lalu, Syahrizal — loper koran berusia 43 tahun yang tinggal di Jl Bromo Ujung — nyaris menjadi korban pembegalan saat menjalankan pekerjaannya.
Mengenadai Yamaha NMax, Syahrizal menyambangi pelanggannya di Jl Soetomo. Tiba-tiba sebuah sepeda motor dengan dua orang di atasnya menendang sepeda motor Syahrizal. Sebelum terjatuh, Syahrizal mengambil kunci sepeda motor dan memasukkannya ke dalam kantong.
Seorang pembegal menyerang dengan senjata tajam. Satu lainnya berusaha menghidupkan mesin sepeda motor, tapi gagal.
“Saya menghindari serangan. Saya berdiri dan saya lawan penyerang itu,” kata Syahrizal. “Pembegal yang gagal menyalakan mesih motor saya mengajak kawannya.”
Ester dan Syahrizal relatif beruntung tak kehilangan nyawa dan kendaraan, tapi keduanya harus hidup dengan trauma berkepanjangan. Mereka yang tak beruntung harus kehilangan sepeda motor, terluka, dan trauma.
Respon Kepolisian
Polrestabes Medan merespon situasi dengan melakukan penyelidikan dan mengejar pelaku tanpa henti. Bekerjasama dengan Polsek Meda, Polrestabes Medan menangkap empat pelaku pembegalan. Dua tewas diterjang peluru, dan dua lainnya dilumpuhkan dengan tembakan di bagian kaki.
Dua pembegal tewas bernama Guntur Syahputra (29) dan Leou Halawa (25), keduanya warga Jl Dipanegara. Dua lainnya, yang dilumpuhkan dengan tembakan di kaki, adalah Tengku Aditya Hidayat dan Muhammad Febrian, warga Jl Notes dan Jl Sosial.
Penangkapan keempatnya mungkin sedikit melegakan Ester. Keempatnya tertangkap CCTV saat beraksi di Jl Pattimura, tepatnya di depan kantor BPJS. Di Jl Pattimura inilah Ester dibegal empat tahun lalu.
Wajah keempatnya terekam jelas CCTV dan viral di media sosial. Polisi mengidentifikasi keempatnya, dan melakukan pengejaran.
Tengku Aditya, salah satu pembegal, mengatakan telah tujuh kali beraksi. “Kami beraksi di Kecamatan Medan Baru dan Medan Polonia,” katanya.
Pekan lalu, tepatnya Sabtu 5 Oktober 2019 dini hari, Polrestabes Medan mengakhiri karier kejahatan Tedy Satria alias Tongat dengan timah panas. Tongat adalah buronan aksi begal di Jl MT Haryono tahun 2016, yang mengakibatkan kematian Monang alias Asun — pengemudi sepeda motor.
Saat itu Tongat beraksi bersama tiga rekannya; Alexander Manalu alias Alex Batak, Rois Hasibuan alias Rois, dan Sapriadi alias Icikafe. Tiga rekan Tongat tertangkap lebih dulu. Tongat relatif lincah menghindari kejaran polisi, sampai akhirnya terjangan timah panas melepas nyawa dari raganya.
Daftar kejahatan Tongat cukup panjang. Ia diperkirakan telah membegal dan merampok 27 kali di sejumlah lokasi di Medan.
Pertanyaannya, apakah penangkapan dan penembakan terhadap pelaku begal membuat tingkat kejahatan jalanan di Medan menurun? Ternyata tidak. Ester mengatakan pelaku semakin sadis, dan wilayah rawan pembegalan bertambah.
“Mungkin masa hukuman terhadap pembegal perlu ditambah,” kata Ester. “Mereka bukan hanya membegal untuk mengambil kendaraan, tapi melukai atau membunuh korban.”
Kapolrestabes Medan Kombes Dadang Hartanto mengatakan masyarakat juga harus selalu waspada, dan menghindari jalan-jalan rawan begal pada waktu-waktu tertentu. Mengacu pada aksi Tengku Aditya dan kawan-kawan, Kombes Dadang Hartanto memperkirakan pembegal beraksi pada pagi hari.
Medan telah banyak berubah. Jika dulu penjahat jalanan mengincar jam tangan, kini pelaku kejahatan mengincar sepeda motor.