Anak-anak Lebih Tahan Tertular Virus Corona
Jakarta – Kajian terkini mengenai wabah virus baru corona menemukan bahwa setengah dari orang yang tertular virus baru corona berusia 40 hingga 59 tahun. Hanya 10 persen di antara para pasien yang lebih muda dari 39 tahun.
Riset yang dilansir Journal of the American Medical Association ini merujuk pada analisis pasien-pasien di Rumah Sakit Jinyintan di Wuhan, kota tempat penyebaran virus tersebut. “Kasus anak-anak jarang,” tulis para peneliti.
Pertanyaannya, mengapa bisa demikian? Ada banyak teori bermunculan, namun para pakar kesehatan tidak punya jawaban pasti mengapa jumlah kasus anak-anak yang tertular relatif sedikit.
“Untuk alasan-alasan yang belum sepenuhnya jelas, anak-anak tampak luput dari infeksi atau tidak mengalami infeksi parah,” kata Ian Jones, profesor bidang virologi dari Universitas Reading, Inggris, kepada BBC.
Ini artinya anak-anak bisa mengalami bentuk penyakit yang lebih ringan, antara lain tidak menunjukkan gejala-gejala sehingga tidak berujung pada kunjungan ke dokter, rawat inap, dan kasus-kasus yang dilaporkan.
Nathalie MacDermott, dosen klinis di Universitas College London, sepakat. “Anak-anak di atas usia lima tahun dan para remaja cenderung punya sistem kekebalan tubuh yang cukup tangguh memerangi virus,” ujarnya.
“Mereka mungkin masih terinfeksi namun bisa jadi mengalami penyakit lebih ringan atau tidak menunjukkan gejala-gejala infeksi,” tambah MacDermott.
Kondisi serupa pernah terjadi ketika Sindrom Pernapasan Akut Berat atau Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) mewabah di China pada 2003 dan menewaskan sekitar 800 orang (atau 10 persen dari 8.000 pasien yang terinfeksi). Saat itu, jumlah anak-anak yang tertular relatif sedikit.
Pada 2007, para ahli dari Pusat Pengendalian Penyakit (CDC), sebuah lembaga kesehatan masyarakat AS, mengidentikasi 135 kasus SARS pada anak. Namun, lembaga itu menyebut ‘tiada kematian yang dilaporkan terjadi di antara anak-anak atau remaja’.
McDermott menengarai bahwa anak-anak tidak terlalu terekspos seperti orang dewasa karena wabah dimulai saat liburan Imlek, tatkala sekolah-sekolah diliburkan. Hampir semua provinsi di China memutuskan tetap meliburkan sekolah dan beberapa di antaranya tutup sama sekali pada bulan Februari. “Orang dewasa amat mungkin bertindak sebagai pelindung atau mengirim anak-anak pergi jauh jika seseorang di rumah terinfeksi,” kata MacDermott.
Dia menilai keadaan bisa berubah mengingat ‘penyakit semakin menyebar dan ada peningkatan risiko pemaparan di komunitas’. Akan tetapi, penyebaran penyakit sejauh ini tidak dibarengi dengan peningkatan kasus pada anak-anak.
Anak-anak memang biasanya rentan terpapar virus dan menyebarkannya–dan kerap disebut sebagai ‘penyebar super’, menurut Ian Jones. “Mereka dengan mudah menularkan penyakit pernapasan, sebagaimana diketahui orang tua yang punya anak balita,” ujarnya.
Konsekuensi logisnya ada banyak anak pada daftar pasien –dan korban meninggal dunia– akibat virus baru corona. Kenyataannya, itu tidak terjadi saat ini.
Mungkin anak-anak punya sistem kekebalan tubuh yang kuat dan tangguh memerangi virus, atau penyakit tersebut kurang agresif pada anak-anak ketimbang pada orang dewasa sehingga anak-anak tidak dibawa ke klinik atau rumah sakit untuk dirawat atau diuji.
Gambaran yang lebih jelas seharusnya akan muncul seiring dengan kajian mendalam untuk memahami wabah virus baru corona. Tapi mungkin juga anak-anak terisolasi secara efektif dari paparan virus lantaran sekolah diliburkan dan orang tua yang melindungi. [Zin]