Oikos

Butuh 20 Tahun Bangun Ibu Kota Negara Baru

“Itulah sesuatu yang bisa kita hadirkan di dunia dan kita sumbangkan ke dunia,” kata Suharso Monoarfa.

JERNIH- Mohon bersabar. Pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, tak seperti pindah rumah apalagi membuat mie instan. Butuh rangkaian proses yang panjang dan memakan waktu setidaknya 20 tahun. Itu pun, jika tak ada halangan apalagi proyek mangkrak di tengah jalan.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa mengatakan, setidaknya dalam proses pemindahan ibu kota negara membutuhkan waktu setidaknya 15 hingga 20 tahun. Dan ini, sudah ada dalam masterplan yang dibuat Bappenas dengan tiga catatan besar.

Pertama, Suharso dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI seperti diberitakan Detik mengatakan, rencana pemindahan yang sudah masuk ke dalam rencana kerja Bappenas 2022, RUU-nya sudah siap hanya perlu beradaptasi dengan pandemi saja. Selanjutnya tinggal membagi segmentasi kapan pembangunannya dimulai.

Kedua, pagu anggaran yang sudah dipatok Bappenas, senilai Rp 1,37 triliun. Sebesar 3,8 persennya atau Rp 52,78 miliar nantinya digunakan untuk belanja modal berupa pemindahan PNS dan melakukan pemutakhiran fasilitas integrated wokspace-flexi.

“Belanja modal Rp 52,78 miliar untuk revitalisasi dan pemutakhiran fasilitas klinik Kementerian PPN/Bappenas, dukungan pemutakhiran fasilitas integrated digital workspace-flexi work untuk persiapan pegawai pindah ibu kota negara,” katanya.

Dan ketiga, Suharso berharap rencana pemindahan ibu kota negara baru ini sesuai rencana, sebab memang dirancang sudah lama hingga 20 tahun. Artinya, tak ada potensi mangkrak termasuk pengembangan kota-kota penunjangnya.

Dia mengklaim kalau kehadiran ibu kota negara yang baru ini akan menjadi percontohan bagi dunia. Sebab nantinya, akan didemonstrasikan ekonomi hijau, kota hijau, kota masa depan, kota milik semua penduduk dunia dan lain sebagainya.

“Itulah sesuatu yang bisa kita hadirkan di dunia dan kita sumbangkan ke dunia,” kata Suharso Monoarfa.[]

Back to top button