Oikos

Invasi Rusia, Harga CPO Makin Mahal, RI Tak Bisa Manfaatkan Peluang Ini

Hanya saja Indonesia tak bisa memanfaatkan peluang ini mengingat aturan pembatasan ekspor yang diberlakukan pemerintah. Sebagian besar permintaan tambahan untuk minyak sawit dipenuhi oleh Malaysia,

JERNIH – Minyak kelapa sawit (CPO) telah menjadi yang paling mahal di antara empat minyak nabati utama untuk pertama kalinya. Harga CPO melonjak dipicu aksi pembeli yang bergegas mengamankan CPO sebagai pengganti minyak bunga matahari yang terganggu pengirimannya gara-gara invasi Rusia ke Ukraina.

Hanya saja Indonesia tak bisa memanfaatkan peluang ini mengingat aturan pembatasan ekspor yang diberlakukan pemerintah. Sebagian besar permintaan tambahan untuk minyak sawit dipenuhi oleh Malaysia,

Pengekspor utama minyak bunga matahari di kawasan Laut Hitam terganggu oleh invasi Rusia ke Ukraina. Rekor premium minyak sawit di atas minyak saingannya dapat membebani konsumen di Asia dan Afrika yang sensitif terhadap harga. Apalagi harga CPO sudah merambat naik akibat melonjaknya biaya bahan bakar dan makanan, serta memaksa mereka untuk mengurangi konsumsi dan beralih ke minyak kedelai saingan, kata para dealer.

Minyak sawit mentah (CPO) ditawarkan dengan harga sekitar US$1.925 per ton, termasuk biaya, asuransi dan pengiriman (CIF), di India untuk pengiriman Maret, dibandingkan dengan US$1.865 untuk minyak kedelai mentah.

Minyak rapeseed mentah ditawarkan di sekitar $1.900, sementara para pedagang tidak menawarkan minyak mentah bunga matahari karena pelabuhan-pelabuhan ditutup gara-gara krsisi di Ukraina.

Kawasan Laut Hitam menyumbang 60 persen dari produksi minyak bunga matahari dunia dan 76 persen ekspor. Pelabuhan di Ukraina akan tetap ditutup sampai invasi berakhir. “Pengilangan Asia dan Eropa telah meningkatkan pembelian minyak sawit untuk pengiriman hampir sebulan untuk menggantikan minyak bunga matahari. Pembelian ini telah mengangkat minyak sawit ke tingkat harga yang tidak rasional,” kata seorang dealer perusahaan perdagangan global yang berbasis di Mumbai.

“Mereka memiliki pilihan untuk membeli kedelai juga. Tapi pengiriman kedelai yang cepat masih terbatas dan mereka membutuhkan waktu lebih lama untuk mendarat di Asia dibandingkan dengan minyak sawit,” katanya. Selain itu produksi kedelai di Argentina, Brazil dan Paraguay diperkirakan turun karena cuaca kering.

Pembeli Asia yang sensitif terhadap harga biasanya mengandalkan minyak sawit karena biaya rendah dan waktu pengiriman yang cepat, tetapi sekarang mereka membayar lebih dari $50 per ton premium dibandingkan minyak kedelai dan minyak matahari, kata dealer minyak nabati yang berbasis di Kuala Lumpur.

Namun, harga premium minyak sawit bersifat sementara, dan bisa memudar dalam beberapa minggu ke depan karena pembeli beralih ke soyoil untuk pengiriman April, kata dealer.

Kementerian Perdagangan RI telah membatasi ekspor CPO dengan memberlakukan kewajiban pencatatan ekspor produk minyak sawit demi memastikan keamanan pasokan di dalam negeri. Kebijakan yang dilakukan di tengah bergulirnya kebijakan subsidi minyak goreng ini mulai berlaku pada Senin, 24 Januari 2022.

Ketentuan ini tertuang dalam Permendag No. 2/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Permendag No. 19/2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor. Dalam regulasi tersebut, ekspor minyak sawit mentah atau CPO, refined, bleached, and deodorized palm olein (RBD Palm Olein), dan minyak jelantah harus melalui mekanisme perizinan berusaha berupa persetujuan ekspor (PE).

“Dalam pencatatan melalui persetujuan ekspor, pelaku usaha melakukan self declaration terhadap jumlah yang diekspor dan yang dipasok ke dalam negeri. Ini yang akan kami catat dan kami lihat,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu, Selasa (18/1/2022). [Reuters/CNA]

Back to top button