Jawab Pertanyaan Straits Times, Airlangga Tegaskan Transisi ke Energi Bersih Harus Terjangkau dan Adil
Menurut laporan Bloomberg awal bulan ini, Indonesia ingin mensubsidi proyek energi terbarukan, serta membuka pembangkit listrik tenaga nuklir pertamanya pada tahun 2045, dalam rancangan undang-undang yang akan membantu Indonesia mencapai tujuan emisi nol bersih. Indonesia berada pada jalur yang akan memastikan semua 270 juta penduduk memiliki akses ke listrik, selain membuat negara sepenuhnya bergantung pada energi bersih pada tahun 2060.
JERNIH–Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyerukan agar transisi menuju energi bersih yang tengah diperjuangkan negara-negara berkomitmen di seluruh dunia di tengah krisis minyak dan gas global, bisa berlangsung secara adil dan terjangkau. Airlangga mengatakan hal tersebut dalam Indonesia-Singapore Business Forum yang diadakan di Hotel Hilton Singapore Orchard, Selasa (14/6) kemarin.
“Yang paling penting dalam transisi energi adalah mendapatkan transisi yang adil dan terjangkau,”kata Airlangga yang berbicara secara virtual. Menko Perekonomi-an itu juga mengatakan, selama berlangsungnya diskusi-diskusi di World Economic Forum (WEF) di Davos, salah satu isu terpenting yang diperhatikan setiap negara adalah ketahanan energi mereka sendiri.
Davos, Swiss, adalah tempat berlangsungnya Forum Ekonomi Dunia (WEC), pertemuan tahunan para pemimpin bisnis, pemerintah dan masyarakat sipil untuk membahas isu-isu global. Acara tersebut dilanjutkan kembali bulan lalu setelah dua tahun jeda karena berlamgsungnya pandemi COVID-19.
Airlangga mencatat bahwa komponen pembiayaan akan menentukan tidak hanya keterjangkauan proyek yang mendukung transisi energi tersebut, tetapi juga harga yang pada akhirnya akan dibayar konsumen. Dia mengatakan hal tersebut sebagai tanggapan atas pertanyaan Pemimpin Redaksi Straits Times, Warren Fernandez, yang menjadi moderator panel tersebut.
Menjawab pertanyaan Straits Times, Menteri Perekonomian menambahkan bahwa saat ini Indonesia sedang berupaya untuk mengurangi secara bertahap kapasitas pembangkit listrik 5,5 gigawatt yang saat ini didukung pembangkit listrik tenaga batu bara dan beralih ke energi terbarukan.
Airlangga juga mencatat, Indonesia tengah mempertimbangkan untuk mengembangkan proyek energi terbarukan dengan Singapura di bidang panas bumi, hidro, angin, dan tenaga surya.
Menurut laporan Bloomberg di awal bulan ini, Indonesia ingin mensubsidi proyek energi terbarukan, serta membuka pembangkit listrik tenaga nuklir pertamanya pada tahun 2045, dalam rancangan undang-undang yang akan membantu Indonesia mencapai tujuan emisi nol bersih.
RUU tersebut, yang memerlukan persetujuan dari Presiden Joko Widodo dan DPR sebelum menjadi undang-undang, memposisikan Indonesia pada jalur yang akan memastikan semua 270 juta penduduk memiliki akses ke listrik, selain membuat negara sepenuhnya bergantung pada energi bersih pada tahun 2060.
Panelis lain, CIO GIC—dana kekayaan negara Singapura, Jeffrey Jaensubhakij, mengatakan bahwa pemerintahnya memiliki peran besar dalam menarik investasi untuk proyek transisi energi.
“Jelas, potensi risiko proyek ini sangat besar, karena itu penting bagi pemerintah untuk datang dengan PPA (Perjanjian Pembelian Tenaga Listrik) standar, di mana orang dapat mengetahui bahwa jika kita akan berinvestasi di negara tertentu maka PPA akan menjadi kerangka regulasi dan hukum,” kata Jaensubhakij.
Dia menambahkan, pemerintah dapat pula mempertimbangkan untuk melakukan investasi awal dalam proyek semacam itu dan kemudian mentransfernya ke sektor swasta pada tahap selanjutnya.
Sementara Menteri Tenaga Kerja Singapura, Tan See Leng, yang merupakan anggota panel, menggemakan pentingnya kolaborasi dalam perubahan iklim, terutama ketika itu menjadi isu sentral bagi negara-negara di seluruh dunia.
“Saya pikir ketika negara-negara bersatu, di mana kejelasan jalur sudah ada, maka biayanya benar-benar dapat didistribusikan dan dibagi. Demikian pula profil risiko, mengingat fakta bahwa kejelasan juga melahirkan kepastian,”kata dia. Ia juga yakin, kepastian proyek akan membawa lebih banyak kepercayaan dari sektor swasta untuk masuk dan berinvestasi di sektor public.
“Ini adalah kesempatan yang sempurna dan luar biasa terutama untuk Asean… terutama untuk tetangga dekat, misalnya seperti Singapura dan Indonesia dan negara-negara Asean lainnya, untuk bersama-sama mengembangkan jaringan regional untuk energi terbarukan,” kata See Leng. [The Straits Times]