Oikos

Jerman Kembali Resesi: Terpukul Tarif AS, Dibayangi Stagnasi dan Perpecahan Politik

Angka terbaru ini tidak hanya mencerminkan dampak tarif, tetapi juga menunjukkan kelemahan struktural yang telah menggerogoti ekonomi Jerman selama bertahun-tahun. PDB Jerman tercatat menyusut 0,9% pada 2023 dan 0,5% pada 2024.

JERNIH – Mesin ekonomi terbesar Eropa, Jerman, kembali terpeleset ke jurang resesi. Data terbaru menunjukkan pukulan telak dari tarif impor Amerika Serikat telah mempercepat kemerosotan, sekaligus menyingkap lima tahun stagnasi yang dipicu guncangan energi, penurunan industri, dan perpecahan politik.

Data yang dirilis badan statistik federal Destatis, kemarin, mengungkapkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) Jerman terkontraksi lebih tajam dari perkiraan di kuartal kedua, yakni turun 0,3% dibandingkan kuartal sebelumnya. Angka ini lebih buruk dari estimasi awal yang hanya 0,1%.

Penurunan ini sebagian besar didorong anjloknya ekspor barang sebesar 0,6% dan pengeluaran untuk mesin dan peralatan yang terjun 1,9%. Kondisi ini menjadi bukti nyata betapa beratnya tekanan yang dihadapi para produsen Jerman di bawah rezim tarif baru Washington. Amerika Serikat sendiri adalah mitra dagang paling penting bagi Jerman, menyumbang sekitar 10% dari ekspor, terutama di sektor vital seperti otomotif dan bahan kimia.

Angka terbaru ini tidak hanya mencerminkan dampak tarif, tetapi juga menunjukkan kelemahan struktural yang telah menggerogoti ekonomi Jerman selama bertahun-tahun. PDB Jerman tercatat menyusut 0,9% pada 2023 dan 0,5% pada 2024.

Selama lima tahun terakhir, perekonomian Jerman praktis mengalami stagnasi, dengan total output kini sekitar 5% lebih rendah dari tren pra-pandemi. Kondisi ini setara dengan kerugian sekitar €2.500 per rumah tangga.

Malapetaka ekonomi ini berakar dari berbagai tantangan jangka panjang seperti lonjakan biaya energi. Sejak hilangnya pasokan gas Rusia, biaya energi terus melambung. Produsen Jerman kini juga menghadapi persaingan sengit dari Tiongkok. Sementarara kebijakan fiskal yang ketat, atau aturan “rem utang” pemerintah yang membatasi stimulus skala besar turut menghambat pemulihan. Produksi industri telah menurun sekitar 12% sejak 2018, sementara sektor konstruksi juga menghadapi penurunan berulang.

Optimisme Palsu dan Kesenjangan Politik

Meskipun sempat ada optimisme yang dipicu oleh rencana pemerintah untuk menggelontorkan ratusan miliar euro ke sektor infrastruktur dan persenjataan, para ekonom memperingatkan bahwa kepercayaan itu semu. Kepala Ekonom ING, Carsten Brzeski, mengatakan optimisme tersebut hanyalah “dorongan sementara karena pelanggan AS bergegas menyelesaikan pesanan sebelum tarif baru berlaku.”

“Optimisme saja tidak akan mengembalikan pertumbuhan,” kata Brzeski kepada AFP. “Dampak penuh dari penarikan pesanan AS telah mendorong ekonomi Jerman kembali ke wilayah resesi.”

Di sisi politik domestik, perdebatan sengit tentang kebijakan fiskal menambah kerumitan. Menteri Keuangan dari Partai Sosial Demokrat mengusulkan kenaikan pajak untuk menutup defisit anggaran sebesar €30 miliar pada 2027. Namun, ide ini langsung ditentang oleh Kanselir dari Partai Kristen Demokrat (CDU), yang berpendapat bahwa penurunan pajak bagi perusahaan justru kunci untuk memulihkan daya saing.

“Beban pajak untuk perusahaan di Jerman sudah tinggi,” ujar Menteri Ekonomi dari Partai CDU. “Kita perlu bicara soal mengurangi beban pajak, bukan meningkatkannya.”

Brzeski memperingatkan bahwa pertarungan berkepanjangan tentang penghematan atau perubahan pajak hanya akan meredam kepercayaan lebih lanjut. Dengan ekspor yang tertekan, produksi industri lesu, dan perdebatan fiskal yang belum usai, Jerman menghadapi tantangan ekonomi paling serius dalam beberapa dekade terakhir.

Back to top button