1 Februari 1818, Titik Tolak Serangan Umum Belanda kepada Bagus Jabin
CIREBON – Hari itu 1 Februari 1818, Pasukan Kolonial Belanda mulai bergerak menuju Jamblang untuk melancarkan serangan umum ke markas pusat kaum perlawanan rakyat di Kedongdong. Namun keraguan untuk bertempur secara total di tanggal 2 Februari tampak di raut wajah dan langkah kaki mereka.
Bukan tanpa sebab, masih hangat dalam ingatan pasukan Belanda kegigihan perlawanan rakyat Cirebon yang tidak kenal lelah, meneror dan mengincar nyawa setiap tentara kolonial dalam pertempuran tahun 1816 dan sepanjang bulan Januari 1818. Musuh yang dihadapi kali ini tidak kalah berbahaya dari Bagus Rangin. Ia bernama Bagus Jabin, darah muda yang sedang mendidih.
Sepanjang bulan Januari – Februari tahun 1818 Pemerintah Kolonial Belanda betul-betul digoncangkan oleh gerakan perlawanan rakyat Cirebon yang tiada henti. Setelah Bagus Rangin tertangkap di Panongan tanggal 27 Juni 1812, semangat perlawanan rakyat Cirebon ternyata tidak padam. Gelombang besar perlawanan kembali digelorakan oleh Bagus Jabin.
Sebelum peristiwa 1 Februari dan hari-hari berikutnya dikisahkan, ada baiknya mengetahui sejauh mana berbahayanya perlawan Bagus Jabin yang membuat gentar pasukan Kolonial. Maka kalender bulan Januari 1818 dan kisah di tahun 1816 mesti dibuka kembali.
Sejarah Tatar Sunda Jilid I menuliskan bahwa Bagus Jabin, saat mengangkat komando baru berumur 16 tahun. Walau masih muda, Ia adalah singabarwang yang menakutkan. Bagus Jabin adalah putra Bagus Sanda, juga keponakan Bagus Rangin. Maka tidak heran darah pejuang mengalir di nadinya. Maka di pundaknyalah, semangat perlawan Bagus Rangin di gelorakan kembali.
8 Desember 1816, Bagus Jabin mulai memimpin 2.500 orang bersenjata lengkap yang merupakan penduduk Karawang, Ciasem dan Pamanukan. Pasukan ini berkumpul di Lohbener, pinggir Sungai Cimanuk. Melihat jumlah besar Pasukan Bagus yang sudah terkonsentrasi, Residen Cirebon W.N. Servatius melalui utusannya berkali-kali mengajak berunding, namun ditolak Bagus Jabin.
Terjadilah serangkaian pertempuran babak pertama yang berlangsung sejak 9 Desember1816. Dimulai saat Bagus Jabin menyerang dan menguasai Kandanghaur. W.N. Servatiussegera segera mengirim pasukannya untuk mengepung Kandanghaur dari segala arah. Pertempuranpun akhirnya pecah setelah Bagus Jaban tidak mengindahkan ultimatum Residen Belanda itu.
20 Desember 1816, Pasukan Kolonial menyerang dari Indramayu, Ujung Losarang, dan Lobener Wetan. Serangan Tentara Kolonial dapat ditahan, bahkan Bagus Jabin malah menguasa Indramayu. Kekuatan besar Bagus Jabin membuat pasukan Belanda kewalahan.
baca juga : 2 Februari 1818, Pasukan Belanda Kocar-kacir oleh Pasukan Bagus Jabin dan Nairem
Residen Priangan, W.C. van Motman kemudian datang membantu pasukan Belanda. Ia memimpin sendiri pasukannya yang bergerak dari arah Wanayasa menuju Losarang. Di dalam pasukannya terdapat pula pasukan bantuan dari Limbangan dan Sumedang yang dimpim langsung oleh bupatinya yaitu R.A. Adiwijaya (Limbangan) dan R.A. Surianagara (Sumedang).
Bantuan pasukan itu menjadi darah segar bagi pasukan Residen Cirebon. Sehingga akhirnya mampu mendesak pasukan Bagus Jabin sampai pinggir Cimanuk. Di sana, Pasukan Bagus Jabin terjepit dan terkepung oleh pasukan Belanda. Akhirnya 500 orang pasukan Bagus Jabin tertangkap, 60 orang tewas, 100 orang luka berat dan hanya 25 orang yang mampu menyelamatkna diri.
Setelah peristiwa itu, Belanda mengira gerakan perlawanan Bagus Jabin reda. Namun ternyata itu baru babak pertama. Dua tahun kemudian, yakni 1818, Bagus Jabin bersama Bagus Serit, dan Nairem mengerahkan pasukannya berkekuatan 100 orang dari Desa Pegadangan Distrik Indramayu menyerang Desa Blandong, Cirebon.
Dari sana, pada 23-24 Januari 1818, pasukan Bagus Jabin menjalar menyerbu Palimanan dan mendobrak penjara untuk membebaskan kawan-kawan seperjuangan yang tertawan Belanda sekaligus menghancurkan jembatan-jembatan penghubung kota.
Pada 27 Januari kaum perlawanan meluaskan serangannya ke Rajagaluh yang merupakan ibu kota Kabupaten Majalengka saat itu. Beberapa rumah dibakar, diantaranya kediaman Residen di Rajagaluh dan Prundant di Banjaran.
Mendengar gentingnya Rajagaluh, Asisten Residen Heydenreich dan Bupati Bangawan Wetan R.A. Nitidiningrat segera memimpin 60 orang pasukan berkuda untuk memadamkan kerusuhan. Namun pasukan itu disergap oleh pasukan Bagus Serit, menyebabkan Heydenreich dan R.A. Nitidiningrat tewas.
Peristiwa itu dengan cepat didengar oleh Residen Priangan van Motman. Ia segera mengantisipasi dengan menyelamatkan gudang –gudang kopi di Tomo dan Karangsambung. Guberjur Jendral Belanda segera memerintahkan pasukan besar-besaran untuk menghadapi pasukan yang dipimpin oleh trisula perlawanan Rakyat Cirebon
Bupati Sumedang mengirimkan pasukannya. Dari Batavia (Weltevreden) meluncur pasukan infantri dari resimen 5 batalyon I ditambah kompi pribumi dari batalyon 19 beserta pasukan artileri sebanyak 36 orang yang membawa 2 pucuk meriam dibawah pimpinan Letkol. Richemont. Semua pasukan dari Batavia berangkat naik kapal pada 26 Januari 1818 dan tiba 2 hari kemudian.
Dari Bogor, pada 27 Januari 1818 diberangkatkan pasukan Benggal dan Pasukan berkuda dipimpin oleh Halshuher van Harloch. Dua hari sebelumnya kapal meriam Belanda berlayar ke Cirebon dibawah kendali Letnan W,H, Hunther. Belanda tidak main-main, dari Semarang pun dikirimkan satu detasemen serdadui dibawah pimpinan Couvreur.
Semua pasukan Belanda berpusat di tiga tempat yaitu Cirebon, Karangsambung dan Indramayu untuk melakukan serangan umum pada tanggal 2 Februari 1818. Dari kekuatan Belanda yang dikerahkan baik artileri, kavaleri dan infantri darat dan laut menunjukan perlawanan rakyat Cirebon yang dipimpin oleh Bagus Jabin, Bagus Serit dan Nairem dipandang sebagai tsunami besar yang mengancam Belanda. Mereka berkaca dari sengitnya pertempuran terdahulu yang dilakukan Bagus Rangin.
Bagaimanakah pertempuran yang terjadi di 2 Februari dan hari-hari selanjutnya? (Pd)