Delapan Ritual di Indonesia untuk Menangkal Pandemi Covid-19
Berbagai upaya dilakukan diberbagai tempat untuk mencegah pandemi virus corona. Selain tindakan-tindakan formal penceganan Covid-19 yang dilakukan medis dan pemerintah kepada semua masyarakat Indonesia, juga terdapat upaya dan ikhtiar lain yang dilakukan warga dari sisi keyakinan tradisi.
Di beberapa daerah, tradisi ritual untuk mencegah marabahaya umumnya disebut tolak bala. Unsur marabahaya yang mesti di tolak mencakup berbagai hal yang mengancam keselamatan hidup manusia baik di dunia maupun akhirat seperti bencana alam dan wabah penyakit.
Marabahaya tersebut selain dipandang sebagai ancaman, juga menjadi peringatan agar manusia senantiasa waspada dan eling terhadap dirinya, lingkungannya maupun Tuhannya.
Beberapa tempat yang melakukan ritual keselamatan dari pandemi covid-19, dilakukan secara bersama, baik pemerintah maupun pelaku kegiatan yang merupakan para pemangku adat di desa. Namun ada pula ritual yang dilaksanakan atas inisiatif sendiri atau kelompok.
Beberapa tradisi ritual di beberapa daerah ada yang terpaksa dibatalkan karena mengundang banyak orang datang sehingga dikhawatirkan menjadi sarana penyebaran wabah virus corona.
Dibawah ini ada delapan kegiatan ritual di beberapa daerah yang telah dilaksanakan sebagai upaya mencegah wabah virus corona. Kegiatan ritual tersebut dilakukan sepanjang bulan Maret 2020, yaitu :
1. Ritual adat Kawalu, Baduy .
25 Februari -Mei 2020. Ritual Kawalu di Baduy Banten Jawa Barat dilaksanakan dan berlangsung sampai bulan Mei. Kawalu merupakan tradisi yang sudah berjalan dalam ketetapan waktu. Dalam kalender Baduy, ritual kawalu jatuh pada 1 Kawalu Tembey sampai 1 Safar.
Ritual kawalu sebagai ritual rutin tahunan dilaksanakan berdasarkan kesepakatan tangtu tilu dan Kepala Desa Kanekes. Dalam menjalankan kawalu, masyarakat Baduy Dalam menutup diri dari wisatawan atau pendatang selama 3 bulan.
Ada tiga tahapan dalam kawalu yaitu kawalu mitembey (awal), kawalu tengah, dan kawalu tutug (akhir). Prinsip kawalu adalah mengisolasi diri. kawalu pada tahun ini bersamaan dengan pandemi virus corona sehingga memiliki kesamaan dengan istilah lockdown. Dengan demikian kawalu tidak saja memiliki makna tradisi yang harus dijalankan warga Baduy sekaligus menjadi upaya untuk menghindari pandemi covid-19 yang datang dari luar.
2. Ritual Kejawen Tolak Bala di Yogyakarta
Kamis, 18 Maret 2020, ritual kejawen tolak bala digelar sekelompok warga di Kali Opak, Prambanan, Sleman, Yogyakarta. Ritual tersebut dilaksanakan oleh tujuh orang perwakilan dari berbagai organisasi seni dan budaya.
Mereka memanjatkan doa kepada Sang Pencipta agar masyarakat terhindar dari virus yang sedang mewabah. Ritual tersebut didukung oleh paguyuban lembaga Olah Kajian Nusantara (Lokantara) bekerja sama dengan Bandung Bondowoso, Serandul dan para seniman di klaten.
Prosesi ritual tersebut dilakukan dengan berjalan kaki beriringan sambil mengucapkan mantra dan tembang sekar dangdang gulo dari gapura Candi Prambanan menuju Kali Opak yang berjarak sekitar 30 Km. Sepanjang perjalanan mereka menaburkan kembang setaman.
Tujuh pelaku ritual tersebut mengenakan pakaian khas jawa dengan setelah hitam dan sarung batik, memakai belangkon dan keris terselip dibelakang. Satu wanita di antaranya memakai setelah kebaya putih.
3. Ritual Adat Tolak Bala Suku Dayak Iban
Senin, 23 Maret 2020, Suku Dayak Iban dan Melayu yang tinggal di Kecamatan Badau, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat melaksanakan ritual tolak bala di di kawasan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Badau yang membatasi wilayah Indonesia – Malaysia.
Camat Badau, Adenan kepada ANTARA menyatakan Kegiatan tersebut sebagai bentuk kepedulian masyarakat dalam upaya melawan corona. Ritual tersebut juga mempertemukan dua tradisi yang berbeda. Suku Dayak Iban menggelar ritual dan orang Melayu melaksanakan doa tolak bala kepada leluhur dan sang pencipta untuk keselamatan masyarakat Kapuas Hulu.
Selain itu Adenan mengatakan saat ini di PLBN Badau tidak diperbolehkan warga negara Indonesia ke luar negeri, begitu juga sebaliknya warga Malaysia tidak bisa masuk ke Indonesia. Untuk mengantisipasi virus corona PLB Badau juga telah menyiapkan ruang isolasi.
4. Ritual Tulaq Bala di Kampung Engkuni Pasek, Kutai Barat.
Senin, 23 Maret 2020, warga Kampung Engkuni Pasek, Kecamatan Barong Tongkok, Kutai Barat, Kalimantan Timur mengikuti ritual Tulaq Bala yang dilaksanakan oleh Lembaga Adat Kampung. Kegiatan tersebut dimpin oleh Kakah Peni yang merupakan seorang pememang atau pemimpin ritual.
Rokasi ritual tolak bala dilaksanakan 50 meter di belakang rumah kepala adat Y Pamung. Prosesi Tulaq Bala terdiri dari mempakng atau membacakan mantera di satu tempat, kemudian dilanjut dengan Pekate Uneeq (menyembelih babi), Pekate Piaq (menyembelih ayam) dan Pekate Kokoq (menyembelih anjing) .
Tiga pekate tersebut hanya mengambil hati binatangnya saja, tidak untuk dikonsumsi. Setelah itu dilanjutkan dengan tempus patukng atau meludahi patung dan ditutup dengan ritual wawar atau Nariiq taliiq sentanaan jariiq. Wawar dilakukan di tiap batas kampung selama 1 x 24 jam sebagai tanda larangan melintas.
Setelah selesai rangkain ritual Tulaq Bala diatas maka dilanjutkan dengan ritual tuhing atau hari tenang yang akan diberlakukan sehari setelah ritual Tulaq Bala yaitu hari Selasa 24 Maret 2020 selama sehari penuh. Selama tuhing, semua warga tidak boleh melakukan aktivitas apapun dan harus tinggal di rumah masing-masing.
Kepala Adat Kampung Engkuni Pasek, Y Pamung mengatakan ritual tersebut salah satu upaya untuk membentengi kampung dan masyarakat dari ancaman virus corona.
5. Ritual Gunduli Kepala
Rabu, 25 Maret 2020, Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo secara spontan mengajak para pejabat laki-laki dari kepala dinas, kepala bagian dan kepala badan untuk rirtual gundul kepala di belakang rumah dinasnya.
Ritual tersebut merupakan tolak bala , simbol membuang susuatu yang tidak baik. Selain itu sebagai salah satu ikhtiar agar wabah virus corona segera berakhir dan kondisi kota Solo kembali pulih baik dari perekonomian maupun kesehatran warganya.
6. Ritual Adat Tah Was Papua Barat Gelar
Kamis 26 Maret 2020, ritual adat Tah Was sebagai upaya mengusir berbagai jenis penyakit, terutama wabah virus corona digelar oleh Pemerintah Kabupaten Maybrat di Kampung Yumame, Distrik Aitinyo, Kabupaten Maybrat, Papua Barat.
Kegiatan ritual adat itu dipimpin langsung oleh Bupati Maybrat Bernard Sagrim serta dihadiri oleh Tim Satgas Penanganan COVID-19, pegawai pemerintah, dan warga. Pelaksana upacara ritual dipimpin oleh Markus Bortall, tetua adat setempat.
Menurut Markus mengatakan bahwa orang tua Maybrat pada masa dulu mengadakan ritual Tah Was dalam upaya mengobati berbagai penyakit karena alam dipercaya bisa mengusir penyakit
7. Ritual Tolak Bala masyarakat adat di Baomekot, NTT
Kamis, 26 Maret 2020. Masyarakat Desa Hewokloang, Kecamatan Hewokloang, Kabupaten Sikka NTT menggelar ritual tolak bala untuk mencegah penyebaran virus corona. Pada 28 Maret 2020, Ritual yang sama juga dilakukan di Desa Baomekot, Kecamatan Hewokloang , Nusa Tenggara Timur.
Kegiatan ritual tersebut diapresiasi oleh warga desa. Masyarakat mempercayai bahwa ritual adat tolak bala diyakini mampu menahan serangan virus corona yang akan masuk ke wilayah itu.
Menurut Laurensius Ritual adat tolak bala dilakukan untuk meminta restu dan dukungan kepada alam, leluhur, arwah-arwah supaya dibebaskan dari virus corona. Untuk pelaksanaanya diserahkan kepada lembaga adat sesuai tatanan budaya Desa Baomekot.
Godefridus Gleko, salah satu tokoh adat mengatakan ritual tolak bala merupakan langkah antisipatif yang melibatkan semua elemen adat budaya di masyarakat yakni Dua Wua Pitu Moan Watu Walu, Dua Litin Moan Ler, Dua Kula Moan Kara, Dua Ulu Sape Wain Moan Higun Genang Herin.
Ritual adat tolak bala itu akan diawali di satu titik kemudian menuju di batas desa sebelah timur dan sebelah barat lalu diantar ke muara yang disebut Nuba Nanga yang dikenal dengan Nuba Nanga Kewa.
8. Ritual Sodolanang di Alun-Alun Sragen
Minggu, 29 Maret 2020, Suwardi, Warga Ngablak Kecamatan Karangmalang, Sragen dan rekannya Sukino, tepat tengah hari mengadakan ritual doa di tengah alun-alun Sragen.
Mereka berdua duduk bersila dan memanjatkan doa . Di sekelilingnya terdapat lima buah sapu lidi yang diberi bawang merah, cabe merah dan kunyit di ujungnya.
Alun-alun Sragen sebagai lokasi ritual yang dipilih Suwandi karena selain pusat kota juga menjadi titik 0 kilometer Kabupaten Sragen. Suwandi menggunakan media sodo lanang sebagai penangkal virus dan doanya dilafalkan dalam bahasa Arab dan bahasa jawa.
Suwandi menyatakan ritual tersebut dilakukan agar warga Sragen lepas dari segala dari penyakit dan virus corona segera lenyap. Selain itu, wabah corona dijadikan peringatan pada manusia, agar tidak berbuat jahat dan maksiat serta selalu eling pada Gusti Allah. (Berbagai sumber)