POTPOURRIVeritas

Bukan Abraham Lincoln yang Pertama Kali Berupaya Hapus Perbudakan di AS

Kata ‘Quaker’ sendiri awalnya adalah ejekan. Sesaat setelah Perang Saudara Inggris (1642–1651), George Fox, seorang pemuda yang kecewa dengan ajaran-ajaran Gereja Inggris, merasa mendapatkan ‘wahyu’ bahwa sangat mungkin untuk memiliki pengalaman langsung tentang dan bersama Kristus tanpa bantuan pendeta yang ditahbiskan.

JERNIH– “Jika perbudakan itu tidak salah, maka semuanya tak ada yang salah.” Kita sering membaca kutipan dari Presiden AS Abraham Lincoln itu. Dari pernyataan itu pula, kita diyakinkan bahwa Lincoln memang pejuang antiperbudakan sejati. Tetapi benarkah sikap antipati terhadap perbudakan yang merajalela di AS itu datang dari dirinya?

Ternyata tidak.  Sekitar 70 tahun sebelum Lincoln berhasil menyerukan Proklamasi Emansipasi pada 1 Januari 1863, yang sekaligus memulai upaya sistematis, massal dan legal penghapusan perbudakan, pada 11 Februari 1790 kelompok yang menyebut diri Religious Society of Friends atau lebih sering disebut kaum Quaker melayangkan petisi kepada Kongres Amerika Serikat. Mereka meminta Kongres menghapus perbudakan.

Upaya Quaker untuk mengakhiri perbudakan bahkan dapat dirunut ke akhir tahun 1600-an. Mereka merasa praktik tersebut jauh dari kebiasaan orang beradab. Di antara mereka sendiri mulai muncul aturan untuk melarang kepemilikan budak pada tahun 1776, dan sebagaimana ditulis di atas, 14 tahun kemudian kaum Quaker mengajukan petisi kepada Kongres AS untuk penghapusan perbudakan.

Tak hanya dalam urusan perbudakan, dalam urusan emansipasi wanita pun kaum Quaker terbilang  sangat progresif. Sejak ke-19, banyak Quaker yang aktif dalam gerakan untuk persamaan hak-hak perempuan.

George Fox, pendiri Religious Society of Friends atau Kaum Quaker

Salah seorang aktivis perempuan asal Quaker adalah Lucretia Mott. Meski perempuan, dia seorang abolisionis (kaum anti-perbudakan) tingkat dewa yang menolak memakai kain katun, mengonsumsdi gula atau apa pun yang diproduksi melalui perbudakan. Merasa frutrasi karena organisasi-organisasi anti-perbudakan tidak mau menerima anggota perempuan, Mott mulai membangun masyarakat abolisionis wanita sendiri.

Pada 1848 Mott malah menggelar pertemuan untuk kesetaraan hak-hak perempuan Amerika pertama di Seneca Falls, New York. Ia pun terpilih sebagai presiden pertama Asosiasi Kesetaraan Amerika Serikat setelah berakhirnya Perang Sipil. Ketika perbudakan dilarang pada tahun 1865, ia tidak berhenti. Dimulainya langkah lebih jauh, yakni mulai mengadvokasi masyarakat untuk memberikan warga kulit hitam Amerika hak untuk memilih.

Tak hanya itu, keyakinan bahwa semua manusia sejatinya layak dihormati, juga meluas kepada para kriminal. Pada awal 1800-an, filantropis Quaker Elizabeth Fry, aktif terlibat dalam reformasi penjara dan menjadi ketua kampanye Eropa untuk hak-hak narapidana.

Salah satu pilar dasar kepercayaan Quaker, perang dan konflik bertentangan dengan keinginan Tuhan. Hari ini, dengan perbudakan dihapuskan dan perempuan diberikan hak untuk memilih, organisasi yang didirikan oleh Quaker melanjutkan tradisi aktivis dengan berkampanye melawan kekerasan dan ketidakadilan di seluruh dunia.

Awal mula sebutan Quaker

Awalnya, kelompok Protestan yang lahir di Inggris itu menyebut diri Religious Society of Friends, atau Friends saja. Mereka bergabung karena dipersatukan oleh rasa percaya bahwa ada kemampuan pada setiap manusia untuk mengakses cahaya di dalam, atau “cahaya Tuhan dalam setiap orang”. Mereka menekankan pengalaman religius pribadi dan langsung tentang Kristus, yang diperoleh melalui pengalaman religius langsung, selain membaca serta mempelajari Alkitab. Quaker memfokuskan kehidupan pribadi mereka pada pengembangan perilaku dan ucapan yang mencerminkan kemurnian emosional dan cahaya Tuhan.

Quaker pertama hidup di Inggris abad ke-17. Gerakan ini muncul dari Legatine-Arian dan kelompok-kelompok Protestan yang berbeda pendapat dan memisahkan diri dari Gereja Inggris yang mapan. Orang-orang Quaker, terutama yang dikenal sebagai Valiant Sixty, berusaha untuk mempertobatkan orang lain ke pemahaman mereka tentang agama Kristen, melakukan perjalanan demi kebaikan ke seluruh Britania Raya maupun ke luar negeri, tentu sambil mewartakan Injil.

Kata ‘Quaker’ sendiri awalnya adalah ejekan. Sesaat setelah Perang Saudara Inggris (1642–1651), George Fox, seorang pemuda yang kecewa dengan ajaran-ajaran Gereja Inggris, merasa mendapatkan ‘wahyu’ bahwa sangat mungkin untuk memiliki pengalaman langsung tentang dan bersama Kristus tanpa bantuan pendeta yang ditahbiskan.

Pada 1652 ia memiliki visi tentang Pendle Hill di Lancashire, Inggris, di mana ia percaya bahwa “Tuhan membiarkan saya melihat di tempat-tempat mana ia memiliki orang-orang hebat untuk dikumpulkan”. Setelah itu, ia berkeliling Inggris, Belanda dan Barbados untuk berkhotbah dan meluaskan ajarannya.

Saat itulah nama ‘Quaker’ datang, yakni pada saat ia dibawake hadapan hakim Gervase Bennet dan Nathaniel Barton, atas tuduhan penistaan ​​agama. Menurut autobiografi Fox, Bennet “…adalah orang pertama yang memanggil kami Quaker, karena saya meminta mereka gemetar terhadap firman Tuhan”. Dengan demikian, nama Quaker dimulai sebagai cara untuk menertawakan peringatan Fox, tetapi menjadi diterima dan digunakan secara luas.

Quaker juga menggambarkan diri mereka menggunakan istilah-istilah seperti Kekristenan sejati, Orang Suci, Children of the Light, dan Friends of the Truth, yang mencerminkan istilah yang digunakan dalam Perjanjian Baru oleh anggota gereja Kristen awal.

Karena berbagai penganiayaan yang mereka terima di Inggris—sama dengan perlakuan yang diterima kaum Huguenots di Prancis, mereka pun beremigrasi ke Amerika. Di AS pun mereka tidak serta merta diterima. Pada Juli 1656, misionaris Quaker Inggris Mary Fisher dan Ann Austin yang dianggap bidat dipenjara selama lima minggu dan dibuang oleh Koloni Teluk Massachusetts. Buku-buku mereka dibakar, dan harta mereka disita. Mereka dipenjara dalam kondisi yang mengerikan, lalu dideportasi.

Pada 1660, Quaker Inggris Mary Dyer digantung di dekat Boston Common karena berulang kali menentang hukum Puritan yang melarang Quaker. Dia adalah salah satu dari empat Quaker yang dieksekusi yang dikenal sebagai martir Boston. Pada tahun 1661, Raja Charles II melarang Koloni Massachusetts mengeksekusi siapa pun karena mengaku Quakerism. Pada tahun 1689, Inggris mengesahkan Undang-Undang Toleransi yang luas.

Sejak itulah The Friends dapat membangun komunitas yang berkembang kuat di Lembah Delaware, meskipun mereka terus mengalami penganiayaan di beberapa daerah, seperti New England. Tiga koloni besar Quaker hingga saat ini adalah West Jersey, Rhode Island, dan Pennsylvania. Di Rhode Island, 36 gubernur dalam 100 tahun pertama adalah kaum Quaker.

West Jersey dan Pennsylvania didirikan oleh Quaker William Penn yang kaya pada tahun 1676 dan 1682 masing-masing, dengan Pennsylvania sebagai persemakmuran Amerika yang dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip Quaker.  William Penn menandatangani perjanjian damai dengan Tammany, pemimpin suku Delaware, dan serangkaian perjanjian lainnya dilakukan antara Quaker dan penduduk asli Amerika.

Dalam sebuah wawancara tahun 2007, penulis David Yount (‘How the Quaker Invented America’) mengatakan bahwa Quaker-lah yang pertama kali memperkenalkan banyak ide yang kemudian menjadi arus utama, seperti demokrasi di legislatif Pennsylvania, Bill of Rights hingga Konstitusi AS dariperwakilan Quaker Rhode Island, prinsip diadili oleh para juri, persamaan hak untuk pria dan wanita, serta pendidikan masyarakat luas. Bahkan Liberty Bell sendiri idenya berasal dari kaum Quaker.

Pada tahun 1947, Quaker, yang diwakili British Friends Service Council dan American Friends Service Committee, dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian. [beragam syumber]

Back to top button