Catatan Saliwat, Rumah Kuno Jaksa di Kota Tua Majalengka
Sayangnya rumah yang seharusnya menjadi heritage kota sekaligus saksi dari perkembangan kota Majalengka terkesan kumuh dan kurang terawat. Padahal kawasan ini masih menyisakan aura Majalengka era kolonial di masa lalu yang berpotensi dikembangkan sebagai kawasan wisata kota tua.
Oleh : Pandu Radea
JERNIH– Saat melintas di Jalan Sukarame, di jantung kota Majalengka, mata saya tak sengaja melirik pada beberapa gedung lawas yang berjejer menarik perhatian. Akhirnya, saya dan yut Ki Balung berhenti sesaat, tepat di depan si teteh Tukang Karedok.
“Yang itu rumah Pa Jaksa, kalau yang ini rumah Ibu Bidan” ujarnya saat kami menanyakan rumah-rumah tersebut.
Kami memilih masuk ke halaman rumah Pa Jaksa yang halamannya cukup luas. Sebagian halaman depan digunakan untuk penampungan rongsokan. Seorang bapak yang mengurus rongsok, mengizinkan kami melihat-lihat dari halaman luar.
Terlihat arsitektur bangunan menunjukan adanya perpaduan gaya lokal dengan arsitektur Eropa yang disebut Indische Empire Style, atau simpelnya gaya Indische. Namun istilah indische secara umum bagi belanda totok yang datang abad 20 kurang berkenan karena istilah tersebut menurut Handinoto, dalam jurnalnya, “Arsitektur Gaya “Indo Eropa” Th. 1920 an di Indonesia“, berbau campuran budaya orang Belanda kasar dan para “nyai”.
Kembali ke rumah Jaksa, bangunan tersebut menurut Endi Rochaendi, penulis buku “Sebuah Catatan Majalengka Tempo Dulu: Alam, Manusia & Kehidupan“, dibangun sekitar tahun 1930 oleh Hindia Belanda sebagai tempat kediaman jaksa. Pembangunannnya diperkirakan semasa dengan Gedung Asisten Residen Afdeling Majalengka (Gedung Juang).
Menurut yut NaRo, Rumah ini disebut juga Gedung Landraad, sebagai kediaman Jaksa atau petugas hukum.
“Taun 1860-an Yut, saentragan sareng Gedung AR (Asisten Residen). Menurut obrolan sareng Ibu Tati, kapungkurna ieu sebagai rumah pribadi Tuan Komis atau petugas Tata Usaha Kantor Asisten Residen nu harita dijabat ku Tuan Besar J.J Meider, perwakilan Residen Cirebon nu dicepeng ku Tuan Besar Kein Van Der Poll” Kata Mang Naro, residen Grumala (Grup Madjalengka Baheula) di kolom komentar, yang saya kutip di status ini.
Terakhir kali bangunan jaksa ini didiami oleh Jaksa Endoen Wirasoegena. Kalau tidak salah, Jaksa Endoen Wirasoegena seorang tamatan MULO. Ia putra Haji Djuhri Zubaedi Wirasugena dan Hajah Rafiah. Ia memiliki delapan orang saudara. Salah seorang saudaranya yaitu Prof Dr. Solihin Wirasugena, guru besar Ilmu Patologi Anatomi dan Patologi Forensik pada Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang.
Rumah Jaksa berbentuk empat persegi panjang, kesan kokoh terlihat dari enam tiang penyangga atap serambi. Empat tiang tembok tampak menonjol berbentuk selinder dengan kaki menampilkan bentuk umpak persegi. Dua tiang tembok lainnya yang menjadi ambang masuk ke paseban (serambi) berbentuk persegi. Saya berpose di salah satu tiang selinder bagian dalam, sekedar untuk membandingkan matrik tiang tersebut.
Atap bagian depan menggunakan model suhunan joglo dan atap induk bergaya limasan. Sedangkan pilarnya bergaya doric. Rumah Jaksa, dari pengamatan depan dan samping, dilengkapi delapan jendela besar. Enam di samping kiri kanan bangunan dan dua di samping pintu masuk.
Pintu masuknya berukuran tinggi. Di dinding beranda tampak empat pilaster, dua mengapit pintu dan dua lainnya diujung tembok beranda. Serambi yang cukup luas di bagian depan berfungsi sebagai paseban, tempat menerima tamu.
Sayangnya rumah yang seharusnya menjadi heritage kota sekaligus saksi dari perkembangan kota Majalengka terkesan kumuh dan kurang terawat. Padahal kawasan ini masih menyisakan aura Majalengka era kolonial di masa lalu yang berpotensi dikembangkan sebagai kawasan wisata kota tua.
“Muhun matak watir ka rumah tua ieu , pernah jajap Pa Lutfi Yondri basa pencatatan bangunan tua keur BCB nya anjeuna ge manghanjakalkeun. Kumaha atuh sebab ieu mah (rumah jaksa) panginten aset pribadi. Mung upami tos lebet kadaftar BCB aya panginten keur perawatan mah minimalna bebas bayar pajegna,” komen Mang Naro.
Kini Rumah jaksa itinggali oleh putrinya Endoen Wirasoegena yaitu ibu Tati Hartati. [ ]