Dipecat di Indonesia, Terawan Diapresiasi Jerman
“Jangan sampai kami di Indonesia hanya dianggap main ngeyel saja dan tidak ilmiah. Sedangkan negara lain sangat menghargai. Kalau bisa nangis saya nangis tenan (benar) karena sedih, ” kata dia waktu itu.
JERNIH-Sampai detik ini, stroke masih dianggap sebagai salah satu pembunuh paling ganas di muka bumi yang terus menghantui. Orang, masih mempertanyakan obat dan terapi yang pas dalam menanganinya agar terhindar dari kematian dan bisa kembali pulih seperti sedia kala.
Sementara ketika dokter Terawan Agus Putranto, menemukan metode digital substraction angiography (DSA) atau teknik cuci otak pasien penderita stroke, dia malah dipecat dari keanggotaannya di Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Kabar pemecatan dan pencabutan izin praktek dokter Terawan, sebenarnya bukan barang baru. Pada 2018, IDI merekomendasikan keputusan tersebut, sebab menganggap temuan Terawan tak ilmiah dan berbahaya.
Namun, ketika Indonesia menolaknya, rumah sakit Krankenhaus Nordwest Jerman, malah mengundangnya datang ke sana untuk mengenalkan metode cuci otak yang dia temui. Bersama beberapa dokter di negeri Hitler itu, temuan tersebut dikembangkan.
Dengan diundangnya Terawan ke RS tersebut pada 2018 lalu, dia cuma ingin menunjukkan kepada dunia bahwa ilmu orang Indonesia sejajar dengan ilmunya orang Jerman.
“Jangan sampai kami di Indonesia hanya dianggap main ngeyel saja dan tidak ilmiah. Sedangkan negara lain sangat menghargai. Kalau bisa nangis saya nangis tenan (benar) karena sedih, ” kata dia waktu itu.
Dalam kunjungannya ke Jerman pada waktu itu, Terawan juga menyempatkan diri sowan kepada Presiden Ri ke 3 BJ Habibie sebagai ilmuwan asal Indonesia yang lebih dulu sangat dihargai negeri Jerman.
Terapi cuci otak dengan metode DSA, disebut-sebut bisa menghilangkan penyumbatan darah di otak penyebab stroke. Namun di dalam negeri, menuai pro-kontra sampai detik ini. Tentu saja, dengan pemecatan terhadap dirinya, Terawan mengaku sedih sebab hasil pekerjaannya tak cuma diakui Jerman saja.
Sejumlah politikus di dalam negeri seperti Prabowo Subianto, Aburizal Bakrie, sampai mantan Wapres Try Sutrisno juga dikabarkan pernah ditangani Terawan dengan metode yang sudah dipresentasikan di Universitas Hasanudin Makassar, dan menghasilkan 12 jurnal ilmiah.
Sebelum menjalani DSA, sebagai tahap awal, pasien diperiksa lengkap dimulai dari MRI, EKG, sampai CT scan. Tujuannya untuk mengidentifikasi letak terjadi titik penyumbatan seperti di bagian kepala dan jantung.
Berikutnya, proses DSA dilakukan dengan memakan waktu selama 40 menit melalui proses kateter layaknya pemasangan ring pada jantung pasien. Lantas, melalui mesin monitor juga mesin spray, cairan yang dibuat Terawan pun dimasikkan ke bagian tubuh untuk memecah sumbatan.
Hal inilah yang kemudian dianggap janggal oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran IDI saat menyidang Terawan.
“Waktu itu, putusannya tidak ada masalah. Ya saat itu, saya santai saja. Soalnya, juga tidak masalah,” kata dia.[]