Hari Ini di 1098: Kanibalisme Perang Salib I di Ma’arrat al-Numan
JAKARTA— Direbutnya Baitul Maqdis atau Yerusalem oleh Dinasti Seljuk dari penguasa sebelumnya, Dinasti Fathimiyah pada tahun 1070, mendatangkan persoalan di antara kedua agama. Lain dari sebelumnya, orang-orang Seljuk disebut-sebut menerapkan aturan yang sangat ketat kepada para umat Kristiani yang hendak berziarah ke Yerusalem.
Para peziarah yang pulang ke Etopa atau kerajaan-kerajaan Kristen di masa itu selalu mengeluhkan perlakuan yang mereka alami oleh penguasa baru Yerusalem. Laporan itu pada 1095 sampai kepada penguasa Tahta Suci saat itu, Paus Urbanus II. Paus yang terbakar langsung mengeluarkan seruan terbuka di lapangan biara Claremont di Prancis. Ia menyerukan kepada para bangsawan Jerman, Prancis dan Italia bahwa dunia Kristen tengah berada dalam bahaya. Pope Urban juga menyeru seluruh umat Kristen untuk mengusir umat Islam dari Yerussalem.
Saat itu Paus menyatakan jaminan bahwa siapa yang ikut perang, dosa-dosa mereka tak hanya ampuni, tetapi bahkan dijamin masuk surge. Janji lain, keluarga para tantara Salib pun akan mendapat jaminan hidup dan keselamatan.
Tentara pun dibangun seketika, gabungan dari banyak militer kerajaan Kristen yang ada. Karena Paus Urban II meminta mereka selalu memakai aksesori salib, perang itu dinamakan Crusades (Perang Salib).
Literatur lain menyatakan, sebenarnya cikal bakal Perang Salib tak lain karena kehawatiran orang-orang Kerajaan Romawi Timur (Bizantium) akan diserang Dinasti Seljuk. Mereka pun melakukan antisipasi kebablasan (istilah Bush di zaman now, preemptive strike). Untuk itu Kaisar Bizantium, Alexius Commenus, meminta Paus Urbanus II menggerakkan kaum Kristen untuk membantu mereka menghalau kedatangan Seljuk.
Sebenarnya, pada musim semi 1096 segerombolan petani dan warga biasa dipimpin Peter the Hermit melakukan perjalanan ke Anatolia untuk menyerang orang-orang Turki Seljuk. Tetapi kelompok tak terorganisasi itu dikalahkan pada pertempuran Civetot, Oktober tahun itu.
Tetapi literatur selalu merujuk pengepungan kota Ma’arrat al-Numan di Suriah saat ini sebagai pembuka Perang Salib. Pada 12 Desember 1098, hari ini, tentara Salib di bawah pimpinan Raymond de Saint Gilles dan Bohemond dari Taranto mengepung kota. Udara dingin Desember dan manajemen logistik yang amburadul membuat kelaparan meluas di antara mereka.
Sejarah mencatat, pada pagi hari 12 Desember, para penduduk Muslim yang telah menyerah dibantai, kota dijarah. Tetapi Ma’arrat adalah kota yang terlalu kecil buat sekian banyak pasukan. Kelaparan pun membayang. Seorang sejarahwan Kristen, Radulph of Caen dalam buku catatan sejarahnya, ‘Gesta Tancredi in expeditione Hierosolymitana’ (‘The Deeds of Tancred in the Crusade’), yang dikenal sebagai ‘Gesta Tancredi’ menulis dengan prihatin, “Beberapa orang mengatakan, tersiksa lapar, mereka merebus (tubuh) orang-orang kafir dalam panci masak,…melahap mereka…”
Sementara seseorang yang disebut Fulcher dari Chartres, dalam ‘The Chronicle of Fulcher of Chartres’ menulis: “Aku bergidik mengatakan bahwa banyak dari orang-orang kita, yang gila karena kelaparan yang mencekik, memotong bagian-bagian pantat orang-orang Saracen yang sudah mati, yang mereka masak, tetapi meski belum cukup matang terpanggang api, mereka melahapnya dengan mulut buas….”
Seorang yang dalam sejarah dikenal sebagai Albert dari Aix, menulis: “…orang-orang tidak segan untuk memakan tidak hanya mayat orang-orang Turki atau Saracen, tetapi bahkan anjing-anjing yang ada… (“Nam Christiani non solum Turcos vel Sarracenos occisos, verum etiam canes arreptos …”).
Tetapi belakangan hal itu dibantah beberapa kalangan. Seri Timewatch BBC, episode ‘The Crusades: A Timewatch Guide’, misalnya, yang melibatkan Dr Thomas Asbridge dan sejarawan Muslim penulis ‘Writing History in the Medieval Islamic World: The Value of Chronicles as Archives’, DrFozia Bora. Mereka menegaskan, deskripsi semacam tulisan Radulph of Caen itu tidak muncul dalam fakta sejarah Muslim kontemporer. Wallahu ‘alam bishawab…[ ]