Keajaiban Dunia Sangkulirang-Mangkalihat di Tanah Borneo
Kalimantan sebagai pulau terbesar di dunia hinga saat ini baru memiliki dua daftar warisan dunia yaitu Betung Kerihun National Park (Transborder Rainforest Heritage of Borneo) tahun 2004 dan Pulau Derawan (The Most Biologically Rich Areas In All Of Indonesia) tahun 2005. Padahal sejak zaman purba di pulau ini terdapat satu kawasan yang menjadi persimpangan lintas migrasi ras Austronesia. Hal tersebut berdasarkan bukti yang terpapar dan tersebar di 37 situs dinding gua yang menyimpan 2000 gambar dengan berbagai klasifikasinya. Tempat ajaib yang menyimpan keragaman tersebut adalah karst Sangkulirang-Mangkalihat yang merupakan bentang alam kompak dengan luas meliputi 13 Kecamatan dan 111 Desa.
Di 37 situs dinding gua tersebut tersimpan gambar telapak tangan polos, telapak tangan yang dikuaskan dengan corak gerigis dan gambar satwa (rusa bertanduk, tokek, kura-kura, banteng, trenggiling, babi hutan dan apir) yang merupakan personifikasi kesaktian. Corak gerigis adalah garis dan tangan titik atau motif satwa yang dikomposisikan. Gambar tangan bercorak gerigis dipercaya untuk menunjukan status pemilik telapak tangan, hubungan kekerabatan, status kelompok, status kedewasaan dan status keterampilan
Penemu dari lukisan gua tersebut adalah Luc-Hendri Fage dan timnya saat penelusuran gua-gua di Kalimantan pada tahun 1988 telah membuka mata dunia atas tersingkapnya kisah sejarah migrasi manusia di Asia Tenggara dari daratan asia. Ke 37 situs tersebut tersebar di tujuh pegunungan karst di Merabu, Batu Raya, Batu Gergaji, Batu Nyere, Batu Tutunambo, Batu Pengadan dan Batu Tabalar. Sehingga kedudukan Semenanjung Sangkulirang-Mangkalihat sebagai situs yang menyimpan bukti tersebut sangatlah penting bagi kesejarahan dunia.
Survey yang dilakukan Luc Henry dan Michelle Chazine, kemudian disambung dengan penelitian Pusarnas, Puslit Kebudayaan, Balai Arkeologi Banjarmasin dan Badan Lingkungan Hidup Kutai Timur selama sepuluh tahun (penelitian Le Kalimanthrope) semakin memperkaya kandungan nilai budaya di Sangkulirang-Mangkaliha . Selain menemukan gambar cap tangan juga mencatat terdapat sekitar 100 gua hunian lengkap dengan lukisan dinding dan gambar cadas, artefak prasejarah dan sisa-sisa rangka manusia prasejarah.
Berdasarkan pengujian pertanggalan yang pernah dilakukan di Situs Gua Ilas Kenceng, Situs Liang Jon, Situs Gua Batu Aji, Situs Gua Tengkorak, oleh Julian Espagne (dengan analisa lapisan tanah menggunakan AMS di beta Analytic Laboratory) menghasilkan kesimpulan bahwa pertanggalan hunian gua-gua di kawasan karst Sangkulirang pada kisaran 12.000 – 8.500 tahun lalu. Sedangkan rentang ruang waktu manusia mulai menghuni gua-gua tersebut relative dapat diketahui dari salah satu lapisan dinding gua yang tertutup travertine. Proses terbentuknya travertine secara relative diperkirakan membutuhkan waktu 20.000 tahun.
Temuan hasil penggalian lubang uji (test pit) di beberapa gua dan ceruk tadah angin (rock shelter) antara lain berupa sisa makanan, seperti cangkang kerang air tawar (sungai) dan tulang belulang yang berdcampur dengan serpih-serpih chert maupun arang. Begitu pula dengan gambar cadas memperkuat adanya okupasi manusia purba, karena baik gambar cadas (rock art) maupun alat-alat batu Hoabinhian adalah hasil karya manusia dari masa mesolitik. Hal tersebut memberi gambaran ketika para pemburu dan peramu dari Asia daratan secara bergelombang mendatangi Kalimantan dan menetap, kemudian ada yang ada yang melanjutkan ke wilayah Selatan, Timur, hingga Asia Pasifik.
Mereka mengabadikan jejak-jejak kehidupannya dalam lukisan-lukisan goa yang terwariskan sampai kini. Wilayah Karst Sangkulirang-Mangkalihat yang terbentang seluas 1.867.676 hektar, berada di antara Kabupaten Berau dan Kabupaten Kutai Timur di Kalimantan Timur sejak dulu merupakan pemukiman turun temurun dari masyarakat Dayak Lebo yang dalam legendanya menyebutkan bahwa nenek moyang mereka berasal dari daratan Asia. Kawasan ini bagi Dayak Lebo adalah tempat suci karena merupakan tempat kubur sakral. Di tempat tersebut terdapat Lungun ‘bertungku’, Lungun di puncak batu, Lungun di lantai ceruk, dan guci tempat penyimpanan abu atau tulang.
Selain memiliki keunikan budaya, Sangkulirang adalah sebuah kawasan yang memliki keajaban alam yang menyimpan aneka ragam hayati juga habitat dari berbagai jenis mamalia. Tempat ini adalah ekologi hutan tropis dengan ekosistem karst yang sangat kaya dengan sumber daya alam. Survey 2004 oleh LIPI dan he Nature Conservancy menemukan 120 jenis burung, diantaranya 30 spesies burung imigran, 32 spesies kelellawar (dari 90 spesies yang hidup di Kalimantan), 200 spesies serangga dan anthropoda dengan satu species kecoa raksasa, beberapa kalacemeti, 400 vegetasi dan 50 species ikan dengan satu species baru yaitu Nemacheilus Marang.
Tebing-tebingnya yang terjal menjadi sarang burung walet yang menghasilkan ribuan kilogram sarang walet setiap panen Harga di pasaran dunia mencapai ribuan dolar per kilogramnya. Bila pola pembagian keuntungan dikelola secara baik dan teknik pemanenan dilakukan secara lestari, maka potensi ekonomi yang dihasilkan dari sarang burung ini bisa mencapai ratusan miliar per tahun yang merupakan sumber pendapatan yang besar dan berkelanjutan.
Daerah ini juga merupakan habitat dari 20 mamalia besar yang terdiri dari 5 ordo dan 10 famili, yang merupakan 15.04% dari kekayaan mamalia besar di Kalimantan. Dari jumlah tersebut ada 12 jenis satwa yang harus dilindungi, yaitu Landak raya, Owa Kalawat, Orangutan, Beruang Madu, Linsang-linsang, Binturong, Kucing Kuwuk, Pelanduk Napu, Pelanduk Kancil, Kijang Muncal, Kijang Kuning, dan Rusa Sambar.
Dengan luas 1.867.676 ha, kawasan ini menjadi tangkapan air dan hulu dari lima sungai utama di kabupaten Kutai Timur yaitu, yaitu Sungai Tabalar, Sungai Lesan, Sungai Pesab, Sungai Bengalon dan Sungai Karangan yang merupakan salah satu sumber air utama bagi 111 desa di pesisir Mangkalihat. Kawasan Karst juga mampu menyerap karbon dua kali lipat dibandingkan hutan. Penyerapan karbon berasal dari proses pernafasan vegetasi, dekomposisi dan pelarut karst. Kawasan karst yang terbentuk jutaan tahun ini diperkirakan mampu menyerap sedikitnya 1.654.610 ton CaCo3/tahun.
Larutan karst merupakan gizi bagi sungai, lingkungan pantai dan pesisis. Hal itu tentu memperkaya keanekaragaman hayati daerah dengan penduduk 105.000 jiwa. Mangkalihat mempunyai curah hujan terendah di Kalimantan Timur. Kelembaban Hutan Karst juga merupakan barier yang efektif bagi kebakaran hutan. Inilah daerah yang memiliki keajaiban alam sekaligus keunikan budaya yang membentuk sebuah ekosistim sendiri, sehingga karena kelayakannya maka pada Mei 2015 diusulkan ke Unesco sebagai World Heritage Site. Keunggulan dan keunikan kawasan karst Sangkulirang-Mangkalihat adalah kebanggan sekaligus bentuk dari karakter dan jatidiri masyarakat Kalimantan juga masyarakat Indonesia. (Pd)