Kisah Stacy Stube, Kebaya Membuatnya Kembali Mencintai Indonesia
Awalnya, pengalaman buruk di masa kecil yang kerap ia terima di sekolah, membuatnya enggan mengenal apalagi mempelajari budaya Indonesia. Ia sering diejek orang Cina. Namun setelah tumbuh dewasa, ia kini berjuang mengenalkan budaya indonesia melalui karya-karya kebayanya ke penjuru dunia
Jernih — Rasa cinta pada tanah air bisa lahir melalui banyak cara. Salah satunya dunia mode atau fesyen. Adalah Stacy Stube, seorang pebisnis bidang fesyen dan perancang busana asal Baltimore, Maryland, Amerika Serikat (AS), yang terpanggil mencintai tanah leluhurnya ini melalui fesyen, khususnya busana kebaya.
VOA Indonesia memuat video liputan Stacy Stube di kanal YouTube-nya yang diunggah pada 14 Agustus 2020. Dalam video tersebut Stacy menceritakan bagaimana awal mula ia jatuh cinta pada kebaya.
Perempuan berusia 36 tahun ini lahir di salah satu pulau di Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara. Darah Indonesia ia warisi dari sang ibu. Ia pernah merasakan bangku Sekolah Dasar sebelum ia dan keluarganya pindah ke Baltimore, AS.
“Waktu saya kecil saya tidak mau kenal budaya Indonesia karena teman-teman di sekolah suka mengejek saya. Membuat saya merasa malu. Mereka bilang saya orang Cina. Saya nangis. Kalau mengingat itu, saya masih nangis. Makanya saya tidak mau jadi orang Indonesia” tuturnya mengenang masa kecilnya di Indonesia.
Pengalaman buruk masa kecil yang kerap ia terima di sekolah membuatnya enggan mengenal apalagi mempelajari budaya Indonesia. Bahasa yang ia dan keluarganya gunakan di rumah pun bahasa Inggris. Ia mengaku malu menggunakan bahasa Indonesia.
Pandangannya tentang Indonesia semakin buruk tatkala menginjak dewasa ia mendapati kenyataan bahwa beberapa hal buruk seperti korupsi dan konflik masih sering mengisi hari-hari di tanah leluhurnya ini.
Namun, semua pandangan itu lambat laun berubah. Dunia fesyen membawanya pulang ke Indonesia. Setelah ia lulus dari University of Baltimore, London Collage of Fashion, dan London Business School, ia melakukan perjalanan ke Bali pada 2013 dan menetap di sana selama tiga tahun untuk memperdalam ilmu bidang fesyennya
Di Pulau Dewata, ia melihat ibu-ibu yang mengenakan kebaya begitu leluasa bergerak meskipun mereka membawa sesaji di atas kepala.
“Pertama kali saya lihat kebaya, saya pikir ini sangat pas, cocok di badan. Formal, elegan, keren. Tapi juga ada ibu yang bawa buah yang tinggi tetap bisa bergerak. Kita bisa pakai kebaya yang cantik untuk melakukan kegiatan sehari-hari dan tetap aktif. Bisa dipakai untuk ke pasar, pesta pernikahan, dan di mana saja,” jelas Stacy.
Pengalamannya berkenalan dengan kebaya Bali dia racik dengan kesukaannya pada tren fesyen tahun 1920-an. Karya-karya memiliki cita rasa antik dalam konteks budaya Barat namun kuat juga dengan kesan etnik khas kebaya.
Sepulang dari Bali, ia membuka studio bertajuk Elsa Fitzgerald yang juga merupakan nama brand fasyen miliknya. Selain itu, ia juga membuka sekolah fesyen bernama Sew Bromo di Bromo Tower, Baltimore.
Suatu ketika, pihak dari Dewan Kesenian Negara Bagian Maryland (Maryland State Art Council/MSAC) yang melihat studionya kental dengan nuansa budaya Nusantara menyarankan agar ia lebih dalam mempelajari budaya leluhurnya tersebut.
Stacy lantas mendapat beasiswa dari MSAC untuk belajar membuat kebaya pada seorang ahli pembuat kebaya tradisional yang juga seorang aktivis perempuan dan lingkungan bernama Nuri Auger yang bermukim di AS sejak 2004.
Melalui program ini, ia mengaku bisa merasa menjadi orang Indonesia dan tidak perlu malu karenanya.. Ia justru bangga dirinya dapat memperkenalkan Indonesia dan budayanya ke seluruh dunia melalui kebaya karya-karyanya.
Tak hanya teknik pembuatan dan gaya kebaya, Stacy juga mempelajari filosofi kebaya dan hal-hal lain yang menopang industri fesyen. Hal ini membuatnya memiliki kesadaran dan kepedulian pada nasib para pekerja industri garmen.
Dalam sebuah wawancara yang dimuat di laman resmi University of Baltimore ia bercita-cita meraih helar Ph.D. bidang hukum dan Hak Azasi Manusia guna mengadvokasi dan memperjuangkan hak-hak buruh industri garmen di Indonesia, Inggris, dan Eropa dan situasi kerja yang lebih baik bagi mereka.
Stacy Stube juga mengembangkan teknik perancangan dan pembuatan busana yang ramah lingkungan dengan menggunakan bahan celup alami dalam karya-karyanya.
Pengalaman-pengalaman serta visinya terkait fesyen ia sebarluarkan di kampus-kampus dan juga dunia maya. Ia menginginkan kebaya bisa menjadi busana yang digunakan perempuan di seluruh dunia. [ ]