POTPOURRI

Legenda Buniseuri dan Sadananya, Dua Desa yang Erat dengan Tawa dan Tanya

Jernih — Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki kisah legenda terbanyak di dunia. Hal ini, salah satunya, dikarenakan wilayah yang kini disebut Indonesia telah memiliki sejarah yang terentang panjang dari masa prasejarah sampai jaman berikutnya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indoensia (KBBI) V, legenda berarti cerita rakyat pada zaman dahulu yang ada hubunganya dengan peristiwa sejarah. Selain pengertian menurut KBBI, legenda juga sering dipahami sebagai cerita mengenai asal-usul sebuah tempat.

Di Jawa Barat, misalnya, sangat masyhur legenda Gunung Tangkuban Perahu. Dalam legenda tersebut diceritakan bahwa Gunung Tangkuban Perahu tercipta dari perahu yang ditendang hingga tertelungkup (nangkuban) oleh Sangkuriang lantaran ia kesal usahanya membuat telaga dalam semalam gagal.

Selain legenda Gunung Tangkuban Perahu yang sudah kesohor itu, Jawa Barat masih memiliki banyak cerita legenda lainnya, salah satunya di Kabupaten Ciamis. Di wilayah bekas pusat Kerajaan Sunda dan Galuh ini, terdapat sebuah legenda yang belum begitu dikenal luas mengenai nama Desa Buniseuri dan Sadananya. Dua desa tersebut masing-masing termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Cipaku dan Kecamatan Sadananya.

Dikutip dari buku Carita Rayat Buyut/Embah yang disusun oleh H. Djadja Sukardja yang merupakan mantan Kepala Seksi Kesenian, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Ciamis, terdapat sebuah legenda yang mengisahkan tokoh bernama Panji Boma dan saudaranya, Mangku Wijaya, yang berkaitan dengan asal-usul nama Buniseuri dan Sadananya.

Alkisah, pada zaman dahulu kala, Sang Maha Raja Kawali yang bernama Pangeran Mahadikusumah memiliki dua orang putra, Panji Boma dan Mangku Wijaya. Karena sama-sama anak raja, mereka berdua dipersiapkan sedemikian rupa untuk menjadi pewaris tahta. Mereka dikisahkan jarang berada di istana karena sibuk mempelajari berbagai ilmu lahir maupun batin.

Suatu ketika, tatkala mereka berdua menginjak dewasa, sang ayah merasa bahwa mereka telah cukup cakap untuk memimpin kerajaan. Ia berencana menyerahkan tahtanya kepada anak pertamanya, Panji Boma, dengan syarat anaknya itu harus sudah memiliki istri.

Ayahnya berencana menikahkan Panji Boma dengan putri Ratu Galuh. Suatu hari Mahadikusumah memerintahkan Panji Boma pergi ke Galuh, membawa serta surat yang berisi lamaran Nyi Putri Galuh. Surat tersebut harus diserahkan kepada Ratu Galuh, ibunda dari Nyi Putri Galuh.

Dengan kesaktiannya, Panji Boma tidak berjalan kaki atau naik kuda, melainkan terbang. Adiknya, Mangku Wijaya, turut serta dengan maksud mengantar sang kakak. Dengan kesaktianya pula, ia mengecilkan tubuhnya dan “menumpang” di saku baju Panji Boma.

Di tengah perjalanan, Panji Boma berniat istirahat. Ia lantas memanggil-manggil adiknya. Dipanggilnya Mangku Wijaya, namun tak tampak juga. Lalu, sambil tertawa, Mangku Wijaya menjawab, “Kan ini, di belakang.”

Tempat peristiwa itu kemudian dinamai Buniseuri. Istilah ini terdiri dari dua kata bahasa Sunda, buni dan seuri. Buni berarti tersembunyi atau tak tampak, sementara seuri berarti tawa. Jadi, Buniseuri dapat dimaknai tawa yang tersembunyi, yang tak lain adalah tawa Mangku Wijaya.

Setelah beristirahat di Buniseuri, Panji Boma melanjutkan perjalannya ke Galuh. Di suatu tempat, dari pandangan udaranya , ia melihat indahnya bentang alam di sana. Hatinya tertarik untuk turun dan menikmati barang sebentar suasana alam itu. Lagi pula, ia merasa panas dan berniat untuk mandi.

Ketika turun, ia memanggil adiknya. Mangku Wijaya kaget. Sambil keluar dari dalam saku baju Panji Boma, ia berkata, “Sada aya nu nanya? (Seperti ada suara yang bertanya?)”. Maka dari perkataan itulah nama daerah ini diambil, Sadananya. Istilah ini terdiri dari dua kata dalam bahasa Sunda, sada yang berarti suara dan nanya yang berarti bertanya.

Niat Panji Boma meminang Nyi Putri Galuh sendiri berhasil, namun harus ia bayar dengan kematian sang adik.  Hal itu terjadi ketika Panji Boma mandi di Sadananya, ia menyuruh adiknya untuk berangkat terlebih dulu. Alhasil Mangku Wijaya lebih dulu sampai di Galuh dan bertemu dengan Nyi Putri Galuh.

Sang putri jatuh hati. Ia berniat menikah dengan Mangku Wijaya. Surat lamaran pun dibalas. Isinya, Nyi Putri Galuh bersedia menikah dengan Mangku Wijaya. Ketika Ratu Galuh sedang menulis surat balasan, Panji Boma tiba. Hati Nyi Putri Galuh pun mendadak berubah arah. Ia jadi jatuh hati pada Panji Boma karena dinilainya lebih tampan dari adiknya. Tapi, surat balasan sudah terlanjur dibuat.

Singkat cerita, mereka berdua pulang. Kali ini keduanya sama-sama terbang. Di perjalanan, mereka berhenti dan membuka surat balasan dari Ratu Galuh. Begitu murka Panji Boma ketika mengetahui isi surat itu bahwa Nyi Putri Galuh malah bersedia menikah dengan Mangku Wijaya.

Terjadilah perkelahian hebat antara keduanya. Mangku Wijaya kalah dan akhirnya Panji Boma berhasil memperistri Nyi Putri Galuh. Ia lalu menjadi raja menggantikan ayahnya.  

Meski terdengar tidak masuk akan, namun demikianlah adanya legenda. Baik legenda, mitos, maupun cerita rakyat pada umumnya, harus dibaca sebagai simbol yang menyimpan berbagai ajaran dan nilai yang diyakini oleh komunitas masyarakat pemilik cerita tersebut.

Kisah Panji Boma diatas merupakan salah satu dari tiga versi Legenda Panji Boma yang dikenal luas di beberapa kecamatan di Ciamis. Dua versi lainnya yaitu Lgenda Panji Boma versi Kawali dan versi Dayeuhluhur Jatinagara.

Uniknya plot cerita dan tokoh dari  tiga versi legenda Panji Boma tersebut memiliki perbedaan satu dengan yang lainnya dan berkaitan dengan toponimi masing-masing tempat.  

Legenda dan cerita rakyat termasuk sumber untuk menggali sejarah, walau dari sisi ilmiah harus dikaji lagi secara mendalam, termasuk diantaranya membandingkannya dengan sumber-sumber sejarah lain yang lebih akurat.

Back to top button