Cap Go Meh 2020 di Kelenteng Hok Tek Bio, Wujud Kerukunan Umat Beragama di Ciamis
CIAMIS – Sejak hari beranjak terang geliat kesibukan menyambut Cap Go Meh 2020 di Kelenteng Hok Tek Bio Ciamis mulai terasa. Sabtu, Tanggal 8 Februari 2020 ini adalah hari ke 15 tahun baru Imlek 2571 maka pusat keramaian peringatan Imlek di Ciamis terpusat di sekitar Kelenteng Hok Tek Bio. Setelah hari bergulir menuju sore, Kelenteng yang berada di Jalan Ampera II, No 17 mulai ramai oleh dikunjungi oleh warga keturunan dari berbagai daerah.
Lewat pukul 16.00 WIB, suara alat musik barongsai mulai terdengar keras dan meriah, menarik warga yang berada di sekitar lokasi. Mereka, seperti juga tahun-tahun, kemarin berkerumun di pinggir jalan untuk menyaksikan perayaan Cap Go meh yang menghadirkan barongsai dari Lion Dance TeamTasikmalaya.
Sejak sore ruas jalan di sekitar kelenteng yaitu Jalan Ampera II dan Jalan Pemuda ditutup oleh pihak keamanan untuk kelancaran kegiatan. Acara dibuka dengan seremonial di depan gerbang kelenteng.Dua barongsay berwarna merah dan kuning memberi memberi hormat kepada panitia, tokoh warga keturunan, Polres Ciamis, Kodim 0613, dan unsur keamanan lainnya.
Gerakan barongsai yang lincah dan atraktif mengikuti irama musik mendapat sambutan hangat dari penonton. Kehadirannya selain berkaitan dengan Cap Go Meh juga menjadi penawar rindu bagi warga keturunan Tionghoa di Ciamis dan daerah lainnya yang menyaksikan kesenian leluhurnya di Tanah Galuh. Maka berkali-kali mulut barongsay menerima angpau yang diberikan para penonton sebagai ungkapan terima kasih.
Sore itu langit diatas kelenteng Hok Tek Bio cukup bersahabat. Maka atraksi Barongsai pun beranjak dari halaman kelenteng dan menyusuri jalan Ampera II, dan Jalan Pemuda sampai akhirnya kembali ke kelenteng. Menurut salah seorang pengurus kelenteng yang enggan disebut namanya, kegiatan Cap Go Meh akan berlanjut di malam hari dan menampilkan Gotong Toapekong serta melakukan sembahyang Cap Go.
Dalam pengertianya, Cap artinya sepuluh, go adalah lima dan meh artinya malam. Maka sembahyang Cap Go Meh merupakan akhir dari rangkaian perayaan Imlek yang berlangsung 15 hari. Di Cina, Imlek disebut Cunzie karena bertepatan dengan masuknya musim semi. Sedangan di Indonesia bertepatan dengan musim hujan. Bagi umat Khonghucu, Imlek memiliki makna lebih dari sekedar tahun baru karena perhitungan tahun yang digunakan diawali dari kelahiran Nbi Kongzi atau Kong Hu Cu. Nabi Kongzi lahir tahun 551 SM, jika ditambah 2020 hasilnya adalah 2571.
Dalam Catatan Sejarah Singkat Berdirinya Kelenteng Hok Tek Bio Ciamis terbitan klenteng tahun 2008. Menyebutkan bahwa Perayaan Cap Go Me di Ciamis sudah berlangsung sebelum kelenteng Hok Tek Bio dibangun tahun 1943, yaitu sekitar pertengaan abad 18 Masehi, ketika kelenteng pertama berdiri setelah kedatangan seseorang bermarga Oey membawa Toapekong dari Provinsi Hokian Tiongkok tahun 1742.
Atau setidaknya semenjak komunitas warga keturunan Tionghoa berkembang di Kawasan Pacinan dimasa Pemerintahan R,A.A, Kusumadiningrat atau Kanjeng Prebu. Bupati Galuh Ciamis tahun 1839-1886 ini menikahi Pit Nio, putri seorang bandar bernama Te Kang San atau Babah Tehek (The Kek). Menurut Juru Kunci Situs Jambansari, Nandang Sembada, Te Kang San memiliki dua orang istri yang masing-masing tinggal di Tiongkok dan Indonesia. Istrinya yang tinggal di Indonesia bernama Tjoa Pit Nio dan menurunkan putri bernama The Pit Nio yang dinikahi Kanjeng Prebu.
- Kelenteng Hok Tek Bio, Bukti Eksistensi Pecinan di Ciamis
- Cahaya Lampion dan Malam Imlek 2571 di Kelenteng Hok Tek Bio Ciamis
Kemeriahan Imlek pada waktu itu masih terekam dalm ingatan para warga keturunan Tionghoa yang berusia lanjut. Sebelum Orde Baru selama 15 hari dalam perayaan Imlek hampir setiap malam grup Liong dari luar kota tampil keliling kota Ciamis. Mereka menerima angpau dari warga keturunan tionghoa setelah sembahyang di meja yang disediakan di depan rumah warga keturunan Tionghoa yang disambangi.
Saat Cap Go Meh sebagai puncak dari acara Tahun Baru Imlek, dilaksanakan pula Gotong Toa Pek Kong (kirab Kongco). Joli untuk menggotong toapekong terbuat dari kayu jati sehingga gotongan tersebut berat. Namun walau berat, gotongan itu tampak hidup karena ada saja penonton yang melempar petasan ke bawah joli sehingga orang yang menggotongnya meloncat-loncat.
Karena melintasi dalam kota, maka Kirab Kongcu selalu menjadi tontonan masyarakat umum. Bahkan bupati dan aparatnya turut menuaksikan di pendopo kabupaten. Bahkan bupati dan aparatnya turut menyaksikan di pendopo kabupaten. Waktu itu, Acara Cap Go Meh biasanya dipungkas dengan membakar liong yang dalam tradisinya hanya digunakan selama setahun. Lokasi pembakarannya di tepi Leuwi Biuk, Sungai Cileueur.
Cap Go Meh yang mendapat perhatian dari masyarakat luas saat itu, menggambarkan kuatnya rasa toleransi dan kerukunan antara umat beragama antara pribumi dan warga keturunan Tionghoa yang juga turut andil dalam melengkapi keragaman seni budaya di tatar Galuh. Rupanya niat Kanjeng Prebu menikahi Pit Nio tidak semata karena cinta, namun memiliki pandangan jauh kedepan untuk merekatkan kerukunan warga tatar galuh.
kondisi itu terwarisi sampai saat ini, kerukunan antara umat beragama masih terpelihara kuat di kawasan Pacinan. Kendati di seberang kelenteng Hok Tek Bio berdiri Gereja Kristen Katolik Santo Yohanes dan tidak jauh dari situ juga terdapat Mesjid Al Mustofa namun warganya yang berbeda keyakinan tetap runtut raut sauyunan. (Pd)