Afghanistan di Ambang Pusat Krisis Corona Baru?
Sikap jumawa itu runtuh saat ini. Afganistan dan Indonesia ketar ketir manakala virus corona mulai menjangkiti warganya dan mulai berdampak korban nyawa.
AFGHANISTAN – Ketika virus corona dari Wuhan mulai menginvasi dan mengambil nyawa manusia di berbagai tempat, Afganistan yang saat itu belum terpapar, terkesan menyepelekan dampaknya.
Alasannya karena warga Afganistan terbiasa menjaga kebersihan karena sering berwudhu dan bersembahyang lima kali sehari. Dalih kesalehan itu di bumbui gurauan ironi bahwa Afganistan sudah memiliki sistem kesehatan yang buruk, penuh dengan kuman dan penyakit, sehingga covid-19, sebagai virus debutan anyar dianggap tidak mampu menembus daya tahan warga Afganistan.
Cara menanggapi virus corona ala Afganistan hampir sama dengan di Indonesia. Ketika virus corona mulai menjalar ke berbagai negara dan mengepung Indonesia, dengan gagah Pemerintah menyatakan bahwa Indonesia masih bebas virus corona. Bahkan beberapa pejabat, seperti Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen Doni Monardo menduga bahwa orang Indonesia mempunyai daya tahan lebih dari warga negara lain karena sering mengkonsumsi jamu tradisional atau sudah kebal akibat sering batuk pilek, sehingga ‘ada virus dikit aja, virusnya mental.’
Sikap jumawa itu runtuh saat ini. Afganistan dan Indonesia ketar ketir manakala virus corona mulai menjangkiti warganya dan mulai berdampak korban nyawa. Indonesia masih mending, tidak memiliki kemelut peperangan sehingga bisa fokus pada penanganan virus corona. Namun warga Afganistan yang didera konflik peperangan antara Taliban dengan pemerintah Afganistan bertambah beban hidupnya oleh virus corona yang mengincar dengan leluasa.
The New York Times mengabarkan Pengujian warga yang terjangkit virus corona di Afganistan masih sangat terbatas. sejauh ini hanya sekitar 250 tes kesehatan karena tidak adanya kapasitas untuk mendeteksi dan memperlambat penyebaran virus. Hal itu menyebabkan pejabat pemerintah dan anggota parlemen Afganistan khawatir bahwa jumlah yang terinfeksi jauh lebih tinggi.
Virus corona menyebar di Afganistan saat perang berkecamuk. Menurut juru bicara Kementrian Kesehatan Afganistan Wahidullah Mayar, 22 kasus virus corona di Afganistan dibawa oleh para pelancong yang telahkembali dari Iran. Dan kondisi itu akan semakin mengkhawatirkan karena setiap hari 15,000 orang menyebrang dari Iran ke Afganistan. Dan Iran tetap mengabaikan permintaan Afganistan untuk membatasi penyebrangan .
Kasus positif virus corona pertama kali dilaporkan di Provinsi Herat yang berbatasan dengan Iran. Dari Herat, virus corona menjangkiti 6 provinsi lainnya dan dikhawatirkan menyebar di seluruh negeri tanpa penanganan yang memadai. Karena konflik peperangan, Afganistan menjadi negara yang rentan. Kemiskinan membawa dampak luas terhadap kesehatan. Kurangnya staf medis, terbatasnya dana dan sarana kesehatan turut memperburuk situasi.
Gubernur Provinsi Herat, Abdul Qayoum Rahimi menyesalkankenyataan bahwa daerahnya masih kekurangan dana. Dalam pertemuan yang dipimpin oleh Presiden Ashraf Ghani bebera waktu lalu, Pemerintah pusat mengumumkan bahwa mereka telah mengalokasikan $ 25 juta untuk antisipasi pencegahan penyebaran virus . Sebagian besar dana tersebut dialokasikan untuk Herat. Tetapi Rahimi mengatakan provinsinya hanya menerima $ 130.000.
“Kami harus meminjam dari perusahaan untuk memasok rumah sakit kami,” kata Rahimi
“Kita berada dalam situasi di mana para politisi dan bahkan beberapa bagian dari pemerintah tidak merasakan betapa bahayanya Covid-19,” Kata Abdul Qayoum Rahimi, gubernur Herat. “Jika kita tidak mulai bertindak, aku khawatir akan tiba suatu hari di mana kita bahkan tidak dapat mengumpulkan orang mati.”
Di Herat, para dokter di rumah sakit daerah yang telah menangani kasus pasien yang dicurigai terpapar virus corona sudah kewalahan. Seorang dokter yang enggan disebut namanya karena adanya tekanan dari pemerintah mengatakan sepulang kerja ia selalu mengisolasi diri dalam sebuah ruangan dan tidak berani dekat dengan istri serta anak-anaknya karena takut tertular.
“Ketika kami mengatakan kekurangan peralatan dan staf , para pejabat menjawab Anda dapat bekerja atau mengundurkan diri.” Ujarnya.
Sistem karantina tampaknya membuat pasien yang terkait virus corona merasa takut. Di Rumah Sakit Shaidahe di Herat, 38 pasien menyerang anggota staf pada Senin malam, kemudian melarikan diri dari rumah sakit ketika polisi datang. Hanya satu dari 38 pasien yang dinyatakan positif terkena virus corona, kata Dr. Abdul Hakim Tamana, direktur kesehatan masyarakat untuk Provinsi Herat. Dia mengatakan bahwa 18 pasien yang tersisa tetap dikarantina di Rumah Sakit Shaidahe.
Sehari sebelumnya, seorang pasienpositif virus corona di Provinsi Balkh di Afghanistan utara melarikan diri dari sebuah rumah sakit di tengah malam dan pulang ke keluarganya. Kemelut perang selama 18 tahun membuat penanganan virus corona tidak menentu. Pemerintah Afganistan hanya menguasai sekitar setengah dari wilayah Afganistan, sisanya dikuasai oleh Taliban yang hanya mau berunding dengan Amerika, tidak dengan pemerintah Afganistan.
Sikap Taliban terhadap pandemi virus corona
Kepala Rumah Sakit regional Kunduz Dr. Marzia Salam Yaftali mengatakan bahwaTaliban memberlakukan langkah-langkah tegas terhadap para pengungsi yang datang dari Iran. Para pengungsi dari Iran secara paksa dikirim ke rumah sakit untuk pemeriksaan dan hanya diizinkan kembali ke desa dengan konfirmasi tertulis dari rumah sakit.
Reuters memberitakan bahwa untuk mengantisipasi sebaran virus corona lebih luas, Taliban menjanjikan keamanan bagi organisasi kesehatan internasional dan pekerja kemanusiaan untuk masuk ke wilayah Taliban. Taliban juga mendesak lembaga kesehatan menyediakan obat-obatan, mengirim bantuan dan peralatan yang diperlukan .
Taliban memahami bahaya yang ditimbulkan oleh pandemi virus corona yang menyapu seluruh dunia. Juru bicara Taliban Suhail Shaheen dalam Twitternya menyatakan bahwa Imarah Islam melalui Komisi Kesehatan meyakinkan semua organisasi kesehatan internasional dan WHO tentang kesiapannya untuk bekerja sama dan berkoordinasi dengan mereka dalam memerangi virus corona.
Keputusan Taliban untuk membuka akses keamanan bagi para pekerja kesehatan international akibat wabah virus corona bertolak belakang dengan keputusannya di bulan April 2019. Saat itu Taliban melarang Komite Palang Merah Internasional (ICRC) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melakukan kegiatan kampanye vaksinasi polio karena dicurigai membawa misi tertentu.
Akibatnya, terjadi serangan yang menargetkan pada perawatan kesehatan selama 2019. Setidaknya 51 petugas layanan kesehatan, pasien dan staf pendukung tewas dan 142 lainnya terluka. Dampak serangan itu, 192 fasilitas kesehatan ditutup, dan hanya 34 yang dibuka kembali.
Taliban membantah bertanggung jawab atas serangan yang dituduhkan pemerintah Afghanistan kepada mereka. Akibat serangan terhadap misi kesehatan di wilayah konflik Afganistan, WHO mengentikan misinya di bulan Desember 2019.
Terputusnya akses kesehatan dari luar akibat tindakan militer menyebabkan masyarakat di daerah Pashtun , etnis di mana Taliban memegang kendali mulai merasakan penderitaan ketika jatuh sakit. Hal itu diperburuk dengan adat Pashtun yang mempertahankan gender membatasi kontak sosial antara pria dan wanita yang bukan keluarga.
Seperti misalnya di Provinsi Takhar yang dikuasai Taliban, Menurut Reuters, Kaum wanita kesulitan untuk berobat karena klinik kesehatan hanya menyediakan dokter pria. Rahila, seorang wanita berusia 31 tahun yang tinggal di provinsi Takhar, mengatakan bahwa ketika para wanita sakit tidak diizinkan diobati oleh dokter pria. Maka para suami yang mengambil obat.
“Bagaimana jika seorang wanita memiliki virus corona? semua orang di desa kami akan terpengaruh. Jika terjadi keajaiban yang membantu Taliban, maka Taliban dapat mencegah virus corona di desa kami. “
Zabihullah Mujahid, jurubicara Taliban lainnya, mengatakan bahwa para pejuang mendorong warga untuk mendengarkan pesan-pesan petugas kesehatan yang disiarkan oleh Mullah dan Taliban akan memaksa siapa pun untuk mematuhinya
“Mujahidin akan membantu para petugas kesehatan untuk menyebarkan pesan tentang bahaya COVID-19 bagi masyarakat yang berada di wilayah-wilayah yang kami kendalikan ,” katanya. Untuk menghambat penyebaran virus, para ahli agama juga akan dilibatkan untuk konsultasi tentang penangguhan pertemuan-pertemuan di mesjid.
Seorang komandan Taliban di Provinsi Helmand selatan mengatakan kelompoknya akan memberikan layanan apapun untuk orang yang terinfeksi, tetapi mereka tidak memiliki fasilitas yang memadai atau melatih personil untuk menangani epidemi.
Namun Waheed Omer, seorang pembantu Presiden Ashraf Ghani mengatakan dia mendengar laporan bahwa Taliban masih melecehkan petugas kesehatan di beberapa daerah. “Ini harus segera dihentikan,” katanya dalam Tweeternya.