POTPOURRI

Mauricio Pochettino Korban Ekosistem Sepakbola

London — Tottenham Hotspur memecat pelatih Mauricio Pochettino menyusul hasil buruk dalam 12 laga, dan klub terpuruk di posisi 14 klasemen sementara. Pochettino adalah korban ekosistem sepakbola elite.

Pochettino, mantan pemain timnas Argentina, datang ke White Hart Lane — markas Tottenham Horspurs — tahun 2014. Ia menawarkan pendekatan baru, yang membuat Tottenham Hotspurs mampu bersaing di papan atas Liga Primer.

Situs the guardian menulis saat itu Pochettino menangani pemain tak punya reputasi dan masih muda. Ia menggunakan pendekatan super keras yang membuatnya mendapat julukan Si Pemarah. Pemain menerima apa pun pendekatan itu asal dimainkan setiap pekan.

Pendekatan Pochettino berhasil. Ia membentuk tim inti, yang terdiri dari sejumlah nama tak bersinar. Setelah tiga musim stabil di papan atas Liga Primer, semua pemain merasa menjadi bintang.

Spurs, julukan Tottenham Hotspurs, tidak hanya mampu bersaing di Liga Primer tapi juga di Liga Champions. Puncaknya adalah ketika Spurs mencapai final Liga Champions musim lalu, dan dikalahkan Liverpool dua gol tanpa balas.

Bagi setiap pemain Spurs, tampil di final Liga Champions mengukuhkan mereka sebagai ‘bintang’. Mereka mengawali musim ini dengan banyak harapan; ingin pindah ke klub lebih besar agar mendapat banyak uang.

Pochettino memahami situasi ini, tapi manajemen terlambat mengambil tindakan. Bahkan, mantan pelatih Espanyol itu sudah mencium ada yang tak beres bagi masa depan klub sejak 18 bulan terakhir, yaitu ketika beberapa pemain ingin pergi tapi klub tidak melakukan tindakan apa pun.

Klub punya alasan sendiri tidak menjual pemain. Salah satunya, sisa kontrak pemain semakin pendek dan harga jualnya jatuh. Jika terjadi penjualan, manajemen Spurs akan kesulitan mendatangkan pemain muda berbakat.

Toby Alderweireld, Jan Vertonghen dan Christian Eriksen, tidak tahan dengan situasi ini. Mereka ingin pindah saat sisa kontrak tinggal enam bulan. Danny Rose, yang kontraknya habis tahun 2021, mengatakan tidak akan menanda-tangani kontrak baru.

Pochettino ingin Daniel Levy, petinggi Spurs, menjual ketiganya dan mendatangkan pemain baru. Namun yang dilakukan Levy hanya menjual Kieran Trippier ke Atletico Madrid dengan harga 20 juta pound, untuk mendatangkan Tanguy Ndombele, Giovani Lo Celso dan Ryan Sessegnon.

Pochettino frustrasi. Ia bersitegang dengan Daniel Levy. Ia menjadi pemarah ketika melihat semua rencana bisnis-nya berjalan lambat. Di sisi lain, ia masih menggunakan pendekatan lama kepada pemain; memberikan porsi latihan keras dan gampang menghardik.

Pemain yang dulu menerima pendekatan apa pun kini mulai melawan dengan cara sendiri, yaitu bermain ogah-ogahan agar klub kalah dan Pochettino dipecat. Itulah yang terjadi dalam 12 laga Tottenham Hotspurs.

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah Spurs akan mendapatkan pelatih sehebat Pochettino? Ekosistem sepakbola tidak pernah bisa menjawab kemungkinan itu.

Back to top button