Mengapa Semakin Banyak Pasangan di Indonesia Memilih ‘Childfree’?
Beberapa wanita atau pasangan yang memutuskan memilih tidak memiliki anak karena masalah Kesehatan.
JERNIH-Ternyata fenomena childfree atau menikah tapi memilih tidak punya anak, bukan saja dihadapi negara maju, seperti Jepang dan Korea Selatan, namun juga terjadi di Indonesia.
Fenomena tersebut terlihat dari data Badan Pusat Statistik Indonesia (2023) yang menyebut sebanyak 8,2 persen perempuan usia subur 15-49 tahun memilih hidup childfree.
Survei tersebut dilakukan hanya pada kelompok perempuan sudah pernah menikah dan tidak memiliki anak, juga pasangan yang tidak menggunakan alat kontrasepsi. Data tersebut mungkin akan lebih tinggi angkanya jika survei dilakukan juga pada perempuan yang belum menikah dan menggunakan alat kontrasepsi.
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (UNAIR) Dr Nur Ainy Fardana, N, MSi, Psikolog, mengingatkan berdampak serius pada struktur penduduk dan ketahanan bangsa di masa depan jika angka kelahiran atau total fertility rate (TFR) terus merosot.
Pilihan childfree wajib dihargai sebab ada beberapa alasan mengapa mereka memutuskan childfree atau hidup tanpa anak.
“Kita tidak boleh menghakimi seseorang karena childfree,” kata wanita yang akrab disapa Neny, beberapa waktu lalu.
Beberapa wanita atau pasangan yang memutuskan memilih tidak memiliki anak karena masalah kesehatan seperti mengalami gangguan kesuburan atau dalam beberapa kondisi tidak memiliki organ reproduksi sempurna, seperti tidak memiliki rahim dan berisiko fatal saat mengandung atau melahirkan, baik bagi kesehatan ibu, juga janinnya.
Di sisi lain, adanya perasaan takut terkait tanggung jawab dan komitmen yang besar saat memiliki anak juga ikut berperan.
BPS melaporkan lebih banyak kasus perempuan dengan lulusan SMA yang memilih hidup childfree, alih-alih kelompok wanita dengan karier dan pendidikan tinggi, seperti S2 dan S3. Alasannya jelas karena kesulitan ekonomi di tengah melambungnya biaya hidup, seseorang merasa tidak mampu menjadi orangtua atau memiliki anak.
Pada masa lampau, sebuah keluarga memiliki banyak anak bahkan hingga 10 anak dianggap wajar. Dalam catatan BKKBN diera 70an angka kelahiran atau total fertility rate (TFR) menunjukkan angka 5,6. Artinya, satu wanita bisa melahirkan 6 hingga 9 anak.
Mereka yang menganut budaya timur dan nilai-nilai tradisional, meyakini bahwa ‘banyak anak banyak rezeki’ dan ‘anak adalah titipan Tuhan’. Nilai-nilai tersebut sangat bertolak belakang dengan sudut pandang childfree. (tvl)