Para Ksatria Padang Rumput [3]: Invasi Mongol dan Runtuhnya Kekhalifahan Abbasiyah
Kabar keganasan pasukan Mongol menyebar bagai wabah, memicu gelombang pengungsian di mana-mana. Namun, adakah tempat yang aman dari ancaman Mongol? Hanya berselang dua tahun setelah Khwarezmia jatuh, pasukan Mongol sudah tiba di pekarangan Anatolia. Padahal, Anatolia adalah salah satu tujuan favorit para pengungsi.
Oleh : Zaenal Muttaqin*
JERNIH– Khanat Mongol tumbuh dari wilayah yang sama dengan suku-suku Hunik dan Turkik yang muncul sebelumnya, atau setidaknya mereka hidup di daerah yang beririsan. Temujin menjadi pemimpin khuriltai (dewan besar) konfederai suku-suku padang rumput pada 1206 dengan gelar Genghis Khan (artinya: raja tertinggi, atau pemimpin universal).
Khanat yang baru terbentuk ini tidak membutuhkan waktu lama untuk menguasai negeri-negeri di sekitarnya. Pertama-tama menundukkan Kerajaan Hsi-Hsia yang dibangun klan Tangut di sebelah selatan pada 1205–1210; disusul Dinasti Jin yang dibangun klan Jurchen di timur pada 1211–1216; dan ke arah barat, menaklukkan Khanat Kara yang dibangun klan Khitani pada 1216–1218, serta Khwarezmia yang didirikan Shah Afrigid pada 1219–1221.
Kota demi kota jatuh satu per satu. Kerajaan demi kerajaan musnah tidak bersisa. Kabar keganasan pasukan Mongol menyebar bagai wabah, memicu gelombang pengungsian di mana-mana. Namun, adakah tempat yang aman dari ancaman Mongol? Hanya berselang dua tahun setelah Khwarezmia jatuh, pasukan Mongol sudah tiba di pekarangan Anatolia. Padahal, Anatolia adalah salah satu tujuan favorit para pengungsi.
Menurut beberapa sumber sejarah, di akhir abad ke-13 terdapat ratusan-ribu tenda kaum nomad tersebar di seluruh Anatolia. Salah satu dari rombongan para pengungsi ini — dipercaya — adalah suku Kayi yang dipimpin Ertughrul, bapak pendiri Ottoman, dari klan Ghazi-Turk. Menurut legenda yang beredar, Ertughrul adalah putra dari Suleyman Syah dan Hayme Hatun, dan dia memiliki tiga saudara laki-laki. Saat ayahnya meninggal, dua saudaranya memilih mengungsi ke timur (mungkin ke India), sementara Ertughrul membawa ibunya dan adiknya, Dundar, bermigrasi ke Anatolia.
Sebagai catatan: terdapat perbedaan pendapat tentang status Suleyman Syah sebagai ayah kandung Ertughrul. Menurut kronik Mehmet Pasa dari abad ke-15, “Suleyman Syah menggantikan Gunduz Alp sebagai ayah Ertughrul”. Hal ini diperkuat beberapa koin peninggalan Ottoman yang ditatah dengan tulisan “Osman bin Ertughrul bin Gunduz Alp”.
Suku Kayi meninggalkan lembah Karaca Dag di utara Syria sekitar tahun 1235-an, dan — atas izin Sultan Seljuk Rum — menetap di sekitar Ankyra selama beberapa tahun. Menurut cerita legenda, pada masa ini Ertughrul diangkat sebagai moqaddam(letnan) atas kemahirannya dalam berperang dan jasanya dalam pertempuran menghadapi Bizantium (atau Nicea). Mungkin atas dasar itu pula Sultan Kayqubad meminta suku Kayi pindah ke wilayah Sogut, dan mengangkat Ertughrul sebagai uc`beg (komandan penjaga perbatasan). Sogut terletak di perbatasan Kesultanan Seljuk Rum dengan Kerajaan Nicea, dan tanggung jawab suku Kayi adalah mengawasi daerah perbatasan dan menjadi front terdepan dalam mempertahankan wilayah Seljuk Rum.
Invasi Mongol di sepanjang stepa Eurasia dan Asia Tengah
Jalur Transoksiana sepenuhnya berada di tangan Mongol ketika Genghis Khan berturut-turut berhasil merebut Bukhara (Februari 1220) dan Samarkand (Maret 1220). Genghis Khan lalu melancarkan ekspedisi di utara, di sepanjang stepa Eurasia, dengan noyan (jenderal) Jebe sebagai panglima pasukan. Ekspedisi ini berhasil menyapu suku-suku nomad di sepanjang padang rumput, dari Transoksiana hingga Laut Hitam. Setelah berhasil mengalahkan Khanat Kipchak di utara Laut Kaspia, pasukan Mongol masuk hingga ke Derban Shirwan (Derbent Pass, yang memisahkan Laut Kaspia dan Laut Hitam).
Lalu pada 27 Januari 1223, seraya mengejar sisa-sisa pasukan Kipchak, Mongol memasuki Semenanjung Crimea dan merebut pelabuhan Soghdaq (Sudak). Meski klan Rus datang membantu Kipchak, namun pasukan Mongol berhasil mengalahkan koalisi Rus-Kipchak di dekat Sungai Kalka, Crimea, pada 31 Mei 1223.
Menurut catatan Ibnu Atsir, para pengungsi Kipcak dan Rus berbondong-bondong menyebrang Laut Hitam melalui pelabuhan Soghdaq, dan tiba di Anatolia pada Juni 1223. Sultan Kayqubad menerima laporan pengungsian ini dan segera bersiap menghadapi Mongol. Sebagai keturunan suku Seljuk-Turk, sang sultan tentu mengetahui besarnya ancaman yang dibawa para pengembara dari padang rumput ini.
Tetapi jendral Jebe secara mendadak membawa pasukannya mundur. Nampaknya Genghis Khan menarik seluruh pasukannya ke Asia Tengah untuk mengejar Shah Jalaluddin yang berhasil menyatukan sisa-sisa pasukan Khwarezmia di sekitar Sungai Indus dan mendatangkan banyak kesulitan bagi Mongol. Ancaman Mongol atas Anatolia untuk sementara surut, terlebih ketika Genghis Khan meninggal pada 18 Agustus 1227. Namun ancaman lain datang dari arah yang tidak terduga: Khwarezmia.
Shah Jalaluddin Mankburni membawa seluruh pasukannya menyebrangi Khurasan, dan tiba di Azerbaijan pada tahun 1225. Tidak berhenti sampai sana, pasukan Khwarezmia mulai menginvasi wilayah timur Kesultanan Seljuk Rum. Sultan Kayqubad segera menjalin aliansi dengan al-Malik al-Asyraf dari Dinasti Ayubiyah, yang menjadi emir di Syria, untuk menahan serangan Khwarezmia. Aliansi ini berhasil mengalahkan pasukan Khwarezmia dalam pertempuran di Mecidiye (dekat kota Erzincan) pada 10 Agustus 1230. Dalam pelariannya di pegunungan Sivan, Shah Jalaluddin meninggal setahun kemudian di tangan suku Kurdi. Khwarezmia punah selamanya.
Genghis Khan meninggal pada 18 Agustus 1227. Ogedei, putranya yang ketiga, naik sebagai khagan (khan agung). Di antara kebijakan Ogedei yang awal adalah menaklukan klan Kipcak-Turk di Bashkortostan (wilayah Rusia yang berbatasan dengan Kazakhstan) dan klan Bulghar di sebelah barat Laut Hitam, serta mengejar Shah Jalaluddin Mankburni dan menumpas pasukan Khwarezmia. [Bersambung]
*Pecinta buku, seni, dan kopi; penggiat pendidikan dan literasi.