Pengadilan Singapura Tolak Cabut UU Larangan Seks Sejenis
Hampir 70 negara di seluruh dunia mengkriminalisasi seks gay, terutama di Afrika dan Timur Tengah.
JERNIH-Mahkamah Agung Singapura menolak gugatan tiga aktivis hak gay terhadap undang-undang yang mengkriminalisasi hubungan seks sesama jenis, Senin, 28 Februari 2022.
Dalam pertimbangan putusannya, pengadilan tertinggi itu menyebut karena pihak berwenang tidak menegakkan hukum tersebut sehingga tidak melanggar hak konstitusional penggugat.
Sedangkan dalam putusannya Ketua Hakim Singapura Sundaresh Menon menulis bahwa meskipun undang-undang tersebut, yang dikenal sebagai Bagian 377A, telah “lama menjadi penangkal petir untuk polarisasi”, pengadilan tidak menemukan pelanggaran konstitusi.
Ini bukan upaya pertama menggugat undang-undang yang jarang digunakan tersebut. Gugatan terbaru terhadap undang-undang ini diajukan para aktivis dimana diantaranya terdapat seorang pensiunan dokter, seorang DJ dan mantan direktur sebuah kelompok nirlaba. Dalam undang-undang tersebut daiancam hukuman penjara hingga dua tahun bagi pelanggarnya.
Di Singapura, sebetulnya undang-undang itu “tidak dapat dilaksanakan” karena pihak berwenang Singapura tidak berencana untuk menuntut pelaku hubungan seks gay.
“Sehingga seharusnya para aktivisitu tidak perlu menggugat undang-undang ini karena undang-undang ini tidak akan menghilangkan hak seseorang untuk hidup atau kebebasan pribadi berdasarkan Pasal 9 konstitusi Singapura,” kata Menon.
Bagi Kejaksaan Agung Singapura penuntutan semacam itu tidak akan menjadi kepentingan publik.
Meskipun ancaman penangkapan telah dihapus dan diformalkan oleh pengadilan, namun keintiman sesama jenis, laki-laki gay dan biseksual di Singapura masih dipandang sebagai penjahat yang belum ditangkap dan tunduk pada budaya malu dan homofobia”, kata kepala eksekutif kelompok hak asasi manusia yang berbasis di London, Human Dignity Trust, Tea Braun.
Bagi Téa Braun, undang-undang yang dibuat pada tahun 1938 itu, “tidak memiliki tempat dalam demokrasi abad ke-21 seperti Singapura”.
Hampir 70 negara di seluruh dunia mengkriminalisasi seks gay, terutama di Afrika dan Timur Tengah.
Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong menyebut undang-undang itu sebagai “kompromi yang tidak mudah” karena masyarakat “tidak terlalu liberal dalam masalah ini”. (tvl)