Pengubahan Nama Jalan Malcolm X Jadi “The Most Honorable Elijah Muhammad Way” di Kota New York, Picu Kritik
Persoalannya mendasar, menyebabkan Malcolm terus berpikir, merenungkan ajaran sang mentor, sebelum kemudian mendapatkan pencerahan dan memutuskan bahwa ‘Islam’ yang diajarkan Nation of Islam adalah Islam yang palsu dan dekaden. Alih-alih mengajarkan kesetaraan seluruh manusia tanpa membedakan warna kulit dan rasnya, Nation of Islam malah mengajarkan superioritas kaum kulit hitam di atas semua ras, terutama kulit putih.
JERNIH–Rencana Dewan Kota New York untuk menamai Jalan Harlem, termasuk Malcolm X Boulevard menjadi “The Most Honorable Elijah Muhammad Way” memicu hujan kritik di kota terbesar di Amerika Serikat tersebut. Mereka mempertanyakan sehubungan posisi Elijah Muhammad yang sangat kontroversial.
Rencana penamaan baru itu meliputi sudut West 127th Street dan Malcolm X Boulevard, di mana markas regional Nation of Islam terletak di Masjid No. 7 (Temple Number Seven) berada. Penamaan baru untuk wilayah tersebut rencananya adalah “The Most Honorable Elijah Muhammad Way”. Hari ini rencana tersebut direncanakan diperdebatkan di Dewan Kota.
Kritik mengemuka sehubungan dengan nama Elijah Muhammad. Benar bahwa yang bersangkutan adalah pendiri komunitas Muslim kulit hitam, Nation of Islam. Elijah juga pernah menjadi mentor bagi Malcom X sebagaimana diakui Malcolm dalam otobiografi terkenal yang ditulis Alex Halley. Namun, sejarah mencatat bahwa keduanya berselisih dan Malcolm X pun meninggalkan Nation of Islam.
Tetapi persoalannya bukan sekadar Malcolm—yang kemudian mengganti nama menjadi Malik el-Shabazz—berselisih dan akhirnya memilih keluar dari Nation of Islam. Persoalannya mendasar, menyebabkan Malcolm terus berpikir, merenungkan ajaran sang mentor, sebelum kemudian mendapatkan pencerahan dan memutuskan bahwa ‘Islam’ yang diajarkan Nation of Islam adalah Islam yang palsu dan dekaden. Alih-alih mengajarkan kesetaraan seluruh manusia tanpa membedakan warna kulit dan rasnya, Nation of Islam malah mengajarkan superioritas kaum kulit hitam di atas semua ras, terutama kulit putih.
Seperti diungap dalam bukunya, Malcolm kian sadar akan persamaan derajat dan martabat semua manusia, saat ia menjalani rukun Islam kelima, naik haji ke Mekkah, di mana semua manusia berbagai asal negara dan ras berkumpul dalam kesamaan derajat di hadapan Tuhan.
Karena pertentangan yang mengakibatkan mundurnya popularitas Nation of Islam itu, pada 1965 Malcolm X dibunuh saat memberikan pidato di Audubon Ballroom di Manhattan. Dua pria yang terkait dengan Nation of Islam dihukum karena membunuh sosok ikonik tersebut. Tahun lalu, setelah menjalani masa hukuman puluhan tahun, keduanya direhabilitasi dan dinyatakan tidak terbukti bersalah membunuh Malcolm.
Namun, rehabilitasi nama kedua terhukum itu tidak memadamkan spekulasi tentang peran Elia Muhammad dalam pembunuhan tersebut. Beberapa saksi dan ahli menyatakan, Nation of Islam mengajarkan separatisme dan swasembada ekonomi untuk komunitas kulit hitam. Banyak pihak mengatakan kelompok tersebut mempromosikan teori konspirasi dan mendukung superioritas orang kulit hitam atas orang kulit putih. The Southern Poverty Law Centre menyebut kelompok itu sebagai kelompok kulit hitam pendukung Black Supremacist dan menuduhnya menyebarkan “retorika yang sangat rasis, anti-Semit, anti-kulit putih dan anti-LGBT”.
Anggota Dewan Kota Harlem, Kristin Richardson Jordan, seorang Sosialis Demokrat, mengajukan permintaan debat terbuka hari ini. Robert Holden, seorang anggota Dewan dari Queens, menyebut Elijah “seorang pendukung fanatik supremasi kulit hitam” dan mengatakan penggantian nama itu akan menjadi “penghinaan terhadap Malcolm X Boulevard”.
Malcolm X, juga dikenal sebagai El Hajj Malik el-Shabazz, diperkenalkan kepada Elijah pada tahun 1940-an, saat dia dipenjara karena perampokan. Malcolm X kemudian terkejut dan kecewa dengan perselingkuhan dan korupsi keuangan Elijah, hingga keduanya berselisih karena serangkaian perbedaan arah Nation of Islam. [Middle East Eye dan sumber-sumber lain]