Permohonan Suntik Mati Pria Aceh Ini Ditolak Hakim PN Lhokseumawe. Ini Alasannya
Tindakan menghilangkan nyawa seseorang adalah tindakan melanggar hak asasi manusia.
JERNIH-Hakim Pengadilan Negeri (PN) Lhokseumawe akhirnya membuat putusan menolak permohonan suntik mati (eutanasia) yang diajukan nelayan Nazaruddin Razali. Pada pelaksanaan sidang itu hadir pula kuasa hukum Nazaruddin, yaitu Safaruddin.
Hakim tunggal Budi Sunanda membacakan putusan dalam sidang dengan agenda pembacaan putusan yang digelar di PN Lhokseumawe, pada Kamis (27/1/2022) lalu.
“Menolak permohonan suntik mati yang diajukan pemohon Nazaruddin Razali. Mengingat dan menimbang tidak ada aturan atau dasar hukum yang mengatur tentang permohonan itu,” kata hakim Budi.
Dalam putusannya Hakim Budi juga mengingatkan jika suntik mati adalah tindakan melanggar hak asasi manusia (HAM) karena merupakan tindakan menghilangkan nyawa seseorang. Suntik mati juga masuk tindak pidana yang diancam hukuman maksimal 12 tahun penjara.
“Permohonan suntik mati atau eutanasia adalah suatu tindakan dilarang di Indonesia dan juga dilarang agama. Oleh karena itu, permohonan suntik mati diajukan pemohon ditolak,” katanya hakim Budi menambahkan.
Hakim Budi dalam amar putusannya juga menyebut tentang kondisi Waduk Pusong Lhokseumawe, yang disebutnya sudah tercemar limbah merkuri, meski masih dalam ambang batas. Safaruddin menjadikan waduk tersebut sebagai tempat usaha ikan keramba.
Bahkan hakim Budi menyayangkan jika waduk tercemar limbah. Dan mempertanyakan sikap dan kinerja dinas terkait di lingkungan Pemerintah Kota Lhokseumawe yang terkesan membiarkan waduk tersebut tercemar limbah.
“Seperti ada pembiaran terhadap pencemaran air waduk. Jika memang benar dan ada bukti kami akan melaporkan dinas tersebut ke polisi atas dugaan pencemaran lingkungan,”.
Atas putusan itu penasihat hukum Nazaruddin Razali yan bernama Safaruddin, menyatakan masih pikir-pikir dan membahasnya dengan kliennya.
“Setelah ini kami akan musyawarah terlebih dahulu dengan pemohon dan masyarakat Waduk Pusong Lhokseumawe untuk upaya hukum selanjutnya,” kata Safaruddin.
Dalam waktu 14 hari, pihaknya akan mempertimbangkan dan menentukan apakah menerima hasil putusan atau akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. (tvl)