POTPOURRI

Puan Maharani dan Komnas Perempuan Sepakat Percepat Pengesahan RUU TPKS

Pengesahan RUU TPKS sangat mendesak mengingat mengingat semakin banyak laporan kasus dan kompleksitas kekerasan seksual.

JERNIH-Semakin banyak temuan kasus kekerasan seksual pada anak dan perempuan akhir-akhir ini menggerakkan banyak pihak untuk semakin keras mendorong pengesahan Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) dilakukan sesegera mungkin.

Presiden Joko Widodo (Jokowi), pada Selasa (4/1/2022) lalu bahkan menyatakan dengan tegas bahwa perlindungan terhadap korban kekerasan seksual perlu menjadi perhatian bersama, terutama kekerasan seksual pada perempuan dan anak. Untuk itu Jokowi mendorong langkah-langkah percepatan pengesahan RUU TPKS yang hingga kini masih di senayan.

Puan menyambut baik respons positif Jokowi yang menghendaki segera dilakukan pengesahan RUU TPKS. Ia juga menegaskan komitmen DPR untuk bersama-sama pemerintah mempercepat mengesahkan RUU TPKS sebagaimana harapan masyarakat.

“Badan Legislasi (Baleg) DPR RI sudah merampungkan pembahasan RUU TPKS. Pengesahan RUU TPKS sebagai inisiatif DPR akan dilakukan dalam rapat paripurna setelah reses untuk kemudian kami kirimkan ke pemerintah sehingga dapat ditindaklanjuti pada pembahasan tingkat II,” kata Puan, memastikan pihaknya akan segera mengesahkan RUU TPKS sebagai inisiatif DPR

Ia mengaku sudah berkali-kali menyatakan DPR siap bekerja cepat agar RUU TPKS dapat segera disahkan.

Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyambut baik dan mengapresiasi pernyataan Presiden tentang percepatan pengesahan RYUU TPKS. Terlebih dengan kesiapan DPRRI akan bekerja keras agar RUU TPKS segera disahkan.

Dalam pernyataan Komnas Perempuan yang disusun bersama oleh beberapa orang komisionernya antara lain, Andy Yentriyani, Maria Ulfah Ansor, Rainy Hutabarat, Alimatul Qibtiyah, Siti Aminah Tardi dan Olivia Chadidjah Salampessy itu disampaikan bahwa pernyataan Presiden tersebut penting dan telah ditunggu-tunggu mengingat terjadinya lonjakan laporan kasus dan kompleksitas kekerasan seksual yang terjadi di lembaga-lembaga pendidikan beberapa waktu terakhir.

Kasus-kasus tersebut, menurut Komnas Perempuan menjadi preseden buruk karena lembaga pendidikan dan lingkup keluarga yang seharusnya menjadi ruang aman bagi setiap individu untuk mengembangkan potensinya secara optimal justru menjadi tempat terjadinya kasus kekerasan seksual.

Di saat bersamaan, daya tanggap perangkat hukum yang tersedia pada kasus kekerasan seksual baik dari aspek muatan hukum, struktur dan budaya, maupun layanan yang tersedia untuk mendukung korban masih terbatas bahkan masih terkonsentrasi di pulau Jawa. (tvl)

Back to top button