POTPOURRI

Rajegwesi : Candi Bata Peninggalan Kerajaan Galuh

CIAMIS — Candi Rajegwesi merupakan salah satu reruntuhan tinggalan arkeologis di tatar Galuh yang berwatak hindu. Keberadaan candi ini awalnya tidak diketahui oleh masyarakat setempat.

Warga saat itu hanya menyebut lokasi Rajegwesi sebagai makam Prabu Songsong karena adanya batu berbentuk slinder yang tertancap di puncak bukit yang disakralkan.

Bukit yang disebut Rajegwesi tepat di tepi kelokan sungai Citanduy yang dianggap angker karena menurut masyarakat setempat sebagai tempat pertemuan buaya Citanduy.  

Lokasi Candi Rajegwesi  berada di Dusun Pananjung, Kec. Pataruman, Kotif Banjar dan lingkungan situs berbatasan dengan kawasan perkebunan karet PTP Nusantara VIII, Kebun Batulawang, Afdeling Mandalreh

Setelah dilakukan penelitian arkeologis, bukit tersebut ternyata memnedam reruntuhan Candi yang disebut Rajegwesi. Menurut keterangan penduduk, penamaan Rajegwesi karena dahulu di lokasi tersebut terdapat besi berjajar yang tertancap di tepi sungai.  

Besi tersebut tidak diketahui fungsinya. Ada yang mengatakan sebagai penahan erosi, tetapi ada juga yang menceritakan bekas perahu yang tenggelam. Kini besi-besi tersebut  sudah tidak tersisa lagi.

Ada juga yang menghubungkan Rajegwesi sebagai bekas penjara Tamperan Barmawijaya dan Dewi Pangrenyep dalam cerita Ciung Wanara.  Saat dikudeta oleh Ciung Wanara pada abad 8 M.

Tamperan Barmawijaya dan Dewi Pangrenyep tertangkap dan dipenjara dalam jeruji besi, namun kemudian dibebaskan oleh Hariang Banga. Penjara atau sebutan jeruji besi itu dikaitkan dengan Rajegwesi, konon terbawa arus sungai sampai kemudian menjadi Nusa Kambangan.

bukit Rajegwesi yang memendam struktur candi (dok. Balai Arkeologi Jawa Barat/Nanang Saptono)

Bukit Rajegwesi tidak begitu tinggi. Salah seorang penduduk masih mengingat keadaan bukit tersebut  tahun 1945 sebelum tumbuh pohon besar dipuncaknya, saat itu di atasnya terdapat batu panjang tertancap seperti songsong (selongsong) damar.  Namun  pada tahun  1960 batu yang mirip songsong itu sudah tidak ada, namun di bagian bukit mulai ditemukan beberapa batu bata berukuran besar.

Menurut keterangan Bah Marto yang menjadi juru kunci  bahwa batu bata berukuran besar tersebut kemudian dibentuk menjadi jirat makam oleh pra peziarah yang menyambanginya, sehingga lokasi bukit Rajegwesi akhirnya dikenal sebagai makam Prabu Songsong.

Arkelog Nanang Saptono dalam jurnal ilmiahnya menuliskan tentang Candi Rajegwesi dalam rekontruksi bentuk dan hubungannya dengan tinggalan Arkeologis di Sekitarnya menuliskan bahwa wilayah Rajegwesi telah ditinjau oleh Balai Arkeologi Bandung pada bulan Juni 1997.

Lokasi tersebut berupa gundukan tanah yang pada beberapa tempat dijumpai adanya serakan bata kuna. Tidak jauh dari lokasi itu terdapat fragmen yoni. Adanya tinggalan arkeologis tersebut diduga dahulu merupakan bangunan candi yang bahannya bata. Untuk sementara objek ini disebut candi Rajegwesi. (Djubiantono dkk, 1997/1998).

Pusat penelitan Arkelogi Nasional (Puslit Arkenas) pada bulan April-Mei 1998 melakukan peninjauan terhadap yoni tersebut. Saat ini lokasi yoni saat ini sudah dipindahkan agak bergeser beberapa puluh meter dari lokasi aslinya, masih berada di daerah aliran sungai Citanduy, di kawasan kebun penduduk.  Yoni dan beberapa batu berbentuk kubus dari tersimpan dalam bangunan sederhana dan dikenal sebagai karamat Sangyang Ratu Galuh.

Yoni tersebut ditemukan pada tahun 1955 oleh Wijatna,  juru kunci Rajegwesi saat itu.  Wijatna  bersama tiga orang putranya menggali bukit “Gunung Leutik” yang berada di sebelah selatan Rajegwesi.  Di kedalaman setengah meter mereka menemukan 4 buah batu persegi.

Batu-batu persegi itu  tersebut berbahan batu tufa berwarna putih. Oleh masyarakat, tiga batu disebut batu kursi dan sebuah lagi disebut batu meja. Masyarakat mempercayai bahwa tinggalan tersebut merupakan bekas milik Ibu Ratu Galuh. Tinggalan tersebut kemudian dipindahkan ke lokasi sekarang. Berdasarkan ciri-ciri yang ada benda tersebut ternyata  fragmen yoni.

Fragmen yoni tersebut berukuran panjang  96 cm, lebar 86 cm, dan tebal 15 cm. Lubang yoni yang merupakan tempat menegakan lingga memiliki ukuran sisi 25 cm. Salah satu sudut di bagian atas yoni sudah pecah. Bagian cerat memiliki ukuran panjang 20 cm, lebar pangkal 20 cm, dan lebar ujung 16 cm.

Tidak jauh dari lokasi Candi Rajegwesi, yaitu di Dusun Cipadung, Desa Purwaraharja, Kec. Cisaga ditemukan prasasti berhuruf Jawa Kuna dan bahasa Jawa Kuna yang dikenal sebagai Prasasti Mandiwunga.

Temuan prasasti tersebut dilaporkan tanggal 31 Juli 1982. Isi prasasti tersebut tentang pendirian sima yang disebut mandiwunga.  Saat ini prasasti Mandiwunga disimpan di Museum Sri Baduga Bandung.

Keberadaan Candi Rajegwesi memberi paradigma baru tentang religi dan konsep bangunan di tatar Galuh bagian selatan yang berwatak hindu. Sejauh ini kabuyutan-kabuyutan di galuh memiliki anasir agama jatisunda, yang dianut oleh mayoritas masyarakat saat itu.

Struktur bata di Candi Rajegwesi juga melengkapi jenis bahan bangunan-bangunan religi tinggalan galuhdi masa klasik. Selain Candi Rajegwesi terdapat juga Candi Ronggengdi Kecamatan Pamarican yang juga berwatak hindu dan menggunakan bahan bangunan batu.  

Back to top button