POTPOURRI

Rudat, Seni Perlawanan Terhadap Belanda

Rudat adalah salah satu kesenian dari Cirebon yang didasari dengan sentuhan agama sebagai dasarnya. Kesenian ini berawal dan berkembang di pesantren-pesantren kemudian menyebar luas ke masyarakat.

Menurut berbagai sumber di Cirebon kata rudat merupakan singkatan dari tiru-tiru adat. Namun ada juga yang mengartikan kata rudat berasal dari bahasa arab, yaitu radda atau iradah. Terlepas dari itu, rudat pada intinya tidak lepas dari akar kebudayaan Cirebon. Dalam perwujudannya, seni ini dibangun oleh tarian atau gerakan yang dipadukan dengan alunan dzikir dan diiringi dengan tabuhan genjring.

Munculnya kesenian ini disebabkan dominasi Belanda yang terus merongrong dan mengatur keraton-keraton di Cirebon. Hal itu mengakibatkan para sultan tidak bisa berbuat banyak. Sehingga akhirnya banyak bangsawan keraton keluar dari lingkungannya dan membaur dengan masyarakat. Di luar keraton banyak para bangsawan yang kemudia menyusun kekuatan untuk mengusir penjajah.

Menurut Dahuri dan Rokhmin dalam Budaya Bahari Sebuah apresiasi di Cirebon dituliskan bahwa diantara kaum bangsawan yang keluar dari lingkungan keraton adalah Pangeran Muhamad Asyrofuddin dari Keraton Kasepuhan dan Pangeran Muhamad Khaerudin dari Keraton Kanoman. Mereka berbagi tugas untuk mendatangi pondok pesantren mempersiapkan kekuatan yang terdiri dari para santri.

Ilmu beladiri menjadi pelajaran yang diutamakan dan sangat diintensifkan selain ajaran agama. Hal itu membangkitkan semangat jihad tertanam kuat di kalangan para santri untuk mengusir penjajah Belanda. Demi keamanan perjuangan yang mereka cita-citakan, maka dibungkuslah kegiatan itu dengan menciptakan kesenian rudat.

Belanda kemudian mencium gelagat mencurigakan itu, sehingga mereka mengepung basis perjuangan Pangeran Muhamad Khaerudin di Pondok Pesantren Buntet, yang saat itu beliau sedang bersama gurunya, Mbah Kiyai Muqoyyim. Dengan perlengkapan modern Belanda berhasil membantai para santri yang melawan dengan tangan kosong. Pesantren pun dibakar habis tanpa sisa.

Namun tanpa diketahui musuh, guru dan para santrinya berhasil meloloskan diri ke daerah pesawahan Mandiracan Kuningan. Di daerah inilah Pangeran Kanoman berhasil ditangkap oleh Belanda dan dibuang ke penjara Victoria di Ambon. Sedangkan Mbah Kiyai Muqoyyim berhasil lolos dan melarikan diri sampai ke Malang Jawa Timur.

Pangeran Muhamad Asyrofuddin ketika mendengar berita itu, sedang berada di Conggeang, Sumedang Jawa Barat. Maka untuk meneruskan perjuangan Pangeran Kanoman, dibangunlah Pesantren Asyrofuddin. Di podok itu Pangeran Muhamad Asyrofuddin menggodok para kader dengan sembunyi, sehingga tak terdengar oleh Belanda. Kader-kader ini kelak menjadi orang – orang yang paling militan dan sangat anti Belanda.

Diantaranya adalah Bagus Arsitem, Bagus Serit, dan Bagus Rangin. Ketiga nama ini merupakan pentolan dari kader-kader binaan para pendahulu rudat. Mereka terinspirasi oleh kegigihan para pelopor seni rudat yang telah melakukan perlawanan kepada Belanda.

Saat ini, kesenian kesenian rudat melebur dengan nama genjring akrobat. Dalam perkembangannya, rudat menjadi nama sederetan atraksi yang digelar oleh genjring akrobat. Urutan atraksinya adalah rudat duduk, rudat kuntulan, rudat beladiri, debus, bodoran atau lawakan, sulap, kemudian sampyong (saling pukul dengan tongkat rotan).

Back to top button