POTPOURRI

Tanggal 14 Desember, Saat Suka Cita Para Petani Kampung Kuta

JAKARTA– Warga kampung Adat Kuta, Desa Karangpaningal, Kecamatan Tambaksari, Ciamis, memiliki cara untuk menentukan pertengahan bulan tanpa melihat kalender. Caranya bila melihat matahari terbenam di ufuk barat dan kemudian muncul bulan sagede tampir di atas cakrawala, maka itulah tanda tanggal 14.

Fenomena terbenamnya Sang Surya saat senja dan dilanjut dengan munculnya Sang Dewi Malam oleh warga Kuta disebut “reup bray”. Reup adalah kata pengantar yang memiliki arti tidur, sebagai ungkapan saat matahari yang terbenam dan waktunya tidur di malam hari.

Orang Sunda menyebut ambang waktu dari terang menjadi gelap itu “sareupna”. Selain tanda bergantinya siang menuju malam, waktu tersebut juga menjadi tanda para hantu mulai bangun dan berkeliaran. Para orang tua di kampung-kampung selalu menasehati agar anak-anaknya segera pulang dari bermain bila wanci sareupna tiba, karena ‘bisi dirawu kelong’.

Demikian pulan dengan bray, yaitu kata pengantar untuk menunjukan sesuatu yang terang, maka orang Sunda menambahkannya dengan kata ca’ang. Bray ca’ang. Untuk itulah ketika wajah rembulan telah genap di hari ke 14 maka disebut “ca’ang bulan opat welas” alias bulan purnama.

Jatuhnya pertengahan bulan pada hari ke 14 karena kalamangsa di Kampung Kuta menganut sistem kalender lunar sehingga hitungan hari dalam satu bulan berjumlah jangkep, yaitu 30 hari. Hitungan tersebut dikenal dengan istilah bilangan peuteuy (hitungan petai), yaitu istilah untuk menyebut genap yang diambil dari jumlah 10 biji petai dalam satu papan .

Maka setelah purnama muncul, mereka dapat menentukan hitungan hari-hari berikutnya atau sebelumnya. Pada bulan Desember tahun ini merupakan kesempatan bagi kaum langitan (baca: pengamat langit) melihat wajah cemerlang sang rembulan yang sejak tanggal 12 sudah terbit di atas cakrawala dan bergerak naik mencapai singgasana purnamanya sampai hari ke 14. Malam bulan purnama adalah malam yang penuh kisah dan kasih.

Salah satu puncak dari kisah keajaiban bulan purnama adalah mukjizat Nabi Muhammad SAW yang pernah membelah sang bulan menjadi dua bagian dan menempatkan masing-masing potongan bulan tersebut di atas bukit Abu Qubais dan bukit Qaiqa’an.

Bagi warga kampung adat Kuta, Bulan Desember merupakan bulan kanem yang ditandai dengan turunnya hujan, bancet racet, belentuk berdengkung berirama, mata air memancar keluar, suhu udara mulai hangat dan tumbuhnya bongborosan (tunas yang tumbuh dari bagian tanaman seperti jahe, bambu, laja (lengkuas), honje dll). Gejala alam tersebut merupakan musim anteb yaitu tanda bagi kaum bercaping (ntapi bukan anggota Partai Kaipang di Cina) untuk melakukan tanam padi di sawah.

Namun proses tanam padi tersebut harus berdasarkan perhitungan tumbuk, pasaran hari, jejem dan naptu yang ditentukan oleh Ki Punduh sebagai pemangku adat di Kampung Kuta.

Setelah diketahui kapan hari baik untuk mulai turun ke sawah, maka di antara tanggal 14-15 Desember atau setelah malam purnama para petani di Kampung Kuta mulai merapihan galengan (pematang) sawah, membereskan saluran air, ngawuluku (membajak sawah) dan menanam benih padi. Dalam hitungan pranatamangsa di Kampung Kuta, di akhir bulan Desember biasanya terjadi halodo panyima (kemarau penyelang) selama 15 hari karena bulan kanem (Desember) akan masuk kembali ke bulan kapitu yang kondisi cuaca dan gejala alamnya sama dengan di bulan kasa (Januari).  [pdr]

Back to top button