Tiga Jenis Orang Bodoh yang Harus Dibiarkan dalam Kebodohannya
Ada pula seseorang yang bertanya untuk meminta petunjuk, namun setiap ada ucapan orang alim yang tidak bisa dipahaminya, ia merasa itu karena sempitnya pemahaman sang alim
JAKARTA– Dalam kitab “Ayyuhal Walad”, Imam al-Ghazali mengatakan bahwa ada empat macam jenis kebodohan, satu di antaranya bisa diobati sedangkan tiga yang terakhir tidak akan bisa terobati. Beliau merinci tiga kebodohan yang tidak bisa diobati tersebut.
Pertama, orang yang bertanya karena dengki dan benci. “Ketika pertanyaan orang tersebut Engkau jawab dengan jawaban yang baik, fasih dan jelas, justru semakin menambah kebencian, permusuhan dan kedengkiannya kepadamu,” tulis al-Ghazali. Maka cara terbaik untuk menghadapinya adalah dengan segera berpaling darinya dan tidak usah merepotkan diri dengan menjawab pertanyaannya.
Hal itu sebagaimana ucapan seorang penyair Arab yang berkata,”Sesungguhnya setiap permusuhan bisa diharapkan hilangnya, kecuali permusuhan orang yang memusuhimu karena dengki.”
Sebaiknya hindarilah sikap hasud atau dengki sebab dengki dalam setiap ucapan dan perbuatan bisa membakar seluruh ladang amal seseorang, sebagaimana sabda Rasuulullah SAW. “Hasud itu dapat memakan amal kebaikan seperti api melahap atau membakar kayu kering.”
Kedua, jika penyakit bodohnya berupa hamaqah atau kedunguan, hal itu juga tidak bisa diobati. Sebagaimana ucapan Nabi Isa ‘Alahissalam: “Sesungguhnya bukannya aku tidak mampu menghidupkan orang yang mati, tetapi aku tidak mampu mengobati orang yang dungu.”
Imam al-Ghazali mencontohkan penyakit dungu tersebut. Misalnya, seorang laki-laki yang baru belajar ilmu akal atau ilmu syariat lalu bertanya kepada orang alim yang telah menghabiskan umurnya dalam waktu lama mempelajari ilmu-ilmu akal dan syariat. Orang dungu tersebut tidak tahu dan menyangka bahwa permasalahan yang musykil baginya juga musykil bagi orang alim yang agung.
Ketika dia tidak mengetahui tingkatannya dan bertanya untuk menguji karena kedunguannya, maka sebaiknya tidak usah merepotkan dirimu untuk menjawab pertanyaan orang itu.
Ketiga, seseorang yang bertanya untuk meminta petunjuk, namun setiap ada ucapan orang alim yang tidak bisa dipahaminya, ia merasa itu karena sempitnya pemahaman sang alim. Orang seperti ini biasanya adalah orang bodoh yang sombong. Tak perlu kita menjawabnya.
Atau jika tidak, dia memang bertanya untuk memberikan faedah kepada dirinya namun karena dirinya seseorang yang bodoh maka dia tidak mampu memahami hakikat suatu masalah. Sebaiknya kita tidak perlu merepotkan diri untuk menjawab orang tersebut. Atau jawablah sesuai kemampuan akal mereka, sebagaimana sabda Rasuulullah SAW,”Kami golongan para nabi, diperintahkan berbicara kepada manusia dengan sesuai kemampuan akal mereka.”
Karena itu terkadang jawaban Rasuulullah SAW menjawab pertanyaan yang diajukan para sahabatnya dengan berbeda-beda, meskipun pertanyaannya sama.
Sementara menurut Imam al-Ghazali, penyakit bodoh yang bisa diobati adalah seseorang yang bertanya untuk mencari petunjuk serta memiliki akal yang mampu untuk memahami, serta hatinya tidak terkalahkan oleh sifat dengki, marah, dan hawa nafsu. Pertanyaanya datang bukan pula karena dengki, mempersulit dan mencoba kepintaran seseorang. Maka orang seperti ini bisa diobati kebodohannya, dan kita pun boleh menjawab pertanyaan orang tersebut. Bahkan hukumnya bisa wajib. [ ]