5 PUISI TAN LIOE IE

KUPU-KUPU
Kota
Kupu-Kupu
terusir
sayap lemah. Habitat
jauh. Pengungsi
tak berterima di berbagai
negara. Pengungsi
terancam mati
di perjalanan
di penampungan
sementara. Negara
asal, jauh. Tak
bersahabat lagi
Kupu-kupu
Kelepak sayap
lemah. Lengan
lemah petani tua
mencangkul lahan
milik orang
ketakutan kupu-kupu
keras perangai kota
taman-taman terbatas
populasi berkurang
ketakutan petani penggarap
lahan sempit
gagal panen. Lapar
mengancam
Kota tak ramah
Kupu-kupu
bersayap lemah
mengungsi ke entah
pertarungan
antara
hidup mati
Kupu-Kupu
kaca. Showcase
tak dingin. Dingin
wajah majikan. Dingin
pembunuh bayaran
jika lari dari
jeratan
majikan. Belitan
utang. Tali
tiang gantungan
mengintai
leher jenjang
Kupu-kupu yang ini
entah siapa
menamai
Kupu-kupu malam
Perangkap
kemiskinan
Perangkap
Ranjau
mematikan
tikus
tentara
di rumah
di medan
perang
Showcase. Tak
dingin. Dapat
membekukan hati
kupu-kupu malang
ikan-ikan beku
direbus
gelembung
didih air
uap air
riang ikan
riang kupu-kupu
malang
hilang
di
udara hampa
harapan hampa
Dengus berahi. Dengus
banteng liar. Matador
tangguh bisa lumpuh
hilang daya
Dengus berahi
mengisi hari-hari
kupu-kupu malang
Hujan peluh. Asin
laut duka
tanpa tepi. Duka
kupu-kupu malang
Malam, tak ingin
disematkan
pada
kupu-kupu malang
Malam bukan
pembawa
kemalangan
pada
kupu-kupu malang
Kaca tembus
pandang. Berahi
tak terhalang
memilih
yang tak dapat
menolak. Perkosaan
berbayar
jika
kupu-kupu malang
tak suka
(ada juga suka
sama suka)
Uang pelanggan
berdasi
kupu-kupu
memperkaya
majikan
berdasi
kupu-kupu
Penjahat. Lembaga
pemasyarakatan
warga binaan
kembali
ke masyarakat
Kupu-Kupu malang
tak dibina
kembali
ke masyarakat
cemooh menanti
masyarakat
yang suci konon
tapi tak berani
mengambil batu
pertama
tantangan lelaki dari
Nazareth
untuk melempari
perempuan yang
dianggap
layak dirajam
di
mata mereka
mata serigala
beralih
mata malu
dirajam kata hati
sendiri
sebelum berlalu
Kupu-kupu malang
diperas
preman
bersenjata tajam
oknum bersenjata
memutar-putar pistol
uang
dan
hubungan seks gratis
Kupu-kupu malang
apakah jahat? Warga binaan
bandar narkoba
berdasi kupu-kupu
pembunuh
berdasi kupu-kupu
koruptor besar
berdasi kupu-kupu
Kupu-kupu malang
bukan warga binaan
Tua terlunta
tak laku di mata
berahi
Tua terlunta
hidup lebih sulit
dari
pengemis — banyak
yang nipu
banyak yang tertipu
penghasilan besar
pulang ke desa
bis mewah
rumah cukup mewah
warga desa
menyambut ramah
Kupu-kupu malang — pekerja seks komersial eufemisme yang diberi LSM?
ke mana
hendak pulang?
Teman
jauh. Taman
tanpa tanaman
air mata
dekat. Duka
gelombang susul menyusul
Penyakit
dekat — penyakit
masyarakat stigma
atas
korban
atas
kupu-kupu malang
disematkan orang-orang
merasa suci
tak berani
mengambil batu
pertama
Di Palestina
Tanah karib
duka
air mata
batu berulang kali
diambil
si kecil
dilempar
ke penindas
berulang kali
berbalas
peluru
Kupu-Kupu malang
digerogoti penyakit
Korban kehidupan
keras. Karang
tajam peluka kaki
nelayan disembuhkan asin laut. Asin peluh nelayan
Asin peluh
pemberi surga di bumi
kering sudah. Tubuh
beku. Huruf X
di jempol kaki
di RS
Surga di bumi jauh
darinya
Surga di langit?
Sekelompok orang
bersorak
menangkap
kupu-kupu
bersayap indah
dibunuh
diawetkan
penghias dinding
rumah mewah
mata
menuntut banyak
mata
pemisah kupu-kupu
dari habitatnya
pengungsi perang
terombang-ambing
ombak laut
terancam bajak laut kejam. Perang tak kalah
kejam. Pengungsi perang
kupu-kupu jauh dari habitatnya
Jerit sakit koban perang
Sorak gembira
penangkap kupu-kupu
diterbangkan angin
yang tak dapat
memilah, memilih
Hidup
kebebasan memilih?
Kupu-kupu kering
hiasan dinding
senyum
mata berbinar
pemilik rumah
sebagian dahaga
matanya
terpenuhi sudah
CATATAN REDAKSIONAL
Kupu-Kupu dan Panggung Paling Kejam Bernama Kehidupan
oleh IRZI Risfandi
Kupu-kupu dalam puisi Tan Lioe Ie ini bukan makhluk cantik di taman bunga. Ia adalah tubuh ringkih di jalan raya, di lorong kelabu, di etalase dingin dengan label harga dan sorotan mata—yang tak pernah benar-benar peduli. Dalam puisi panjang dan berlapis ini, Tan, penyair asal Bali yang dikenal gemar mengawinkan puisi dan musikalitas, menyuguhkan narasi getir tentang pekerja seks, pengungsi, korban perang, nelayan, hingga petani—semua diikat dalam satu metafora yang kuat: kupu-kupu. Dan, duh, ini bukan metafora manis. Ini tajam, pedih, dan brutal.
Puisi ini tidak menyanyi, ia meneriakkan. Kalimatnya pendek-pendek, seperti napas terengah-engah, seperti jerit yang ditahan terlalu lama. Strukturnya seperti potongan-potongan berita buruk yang kita abaikan di linimasa, karena lebih suka scroll video lucu. Tapi Tan memaksa kita menengok. Ia membawa semua kegelisahan sosial—eksploitasi tubuh, kemiskinan sistemik, stigma moral—ke dalam puisi yang tak sudi dibungkus estetika. Bahkan metafora di sini tidak dimuliakan, tapi diseret ke realitas: selendang kupu-kupu berubah jadi tali jerat, kaca etalase jadi kubur dingin tanpa batu nisan. Dan semua ini dituliskan dengan gaya artsy yang nyaris sinis, tapi tetap dalam kerangka empati.
Yang bikin puisi ini makin “menggigit” adalah kehadiran figur-figur kuasa: majikan berdasi, pelanggan berdasi, aparat bersenjata, lembaga yang pura-pura netral. Semua disebut tanpa tedeng aling-aling, tanpa eufemisme. Bahkan saat menyebut LSM yang mencoba melindungi “kupu-kupu malang” dengan label “pekerja seks komersial,” Tan menyisipkan pertanyaan yang centil tapi menohok: eufemisme yang diberikan siapa, untuk siapa? Ini adalah kritik yang halus, tapi tidak kehilangan daya sengat. Seolah Tan sedang bicara sambil nyengir getir, “Kalian sebut ‘malam’ sebagai malapetaka, tapi siapa yang mengundang bencana itu?”
Sebagai penyair yang sudah melanglang buana ke berbagai panggung sastra internasional, Tan Lioe Ie jelas tidak sedang mengejar puisi yang enak dibaca. Ia menulis puisi yang menantang kenyamanan pembacanya. Dalam Kupu-Kupu, ia menyingkap ironi besar: tubuh-tubuh perempuan yang dieksploitasi, dijadikan objek hiasan dan hiburan, lalu dibuang setelah tak laku. Di sisi lain, para koruptor dan penjahat kerah putih menikmati second chance di talkshow dan podium. Sementara “kupu-kupu”—yang katanya makhluk indah—tidak pernah punya kesempatan pulang.
Ada kesedihan yang begitu manusiawi dalam puisi ini, tapi Tan tak menuliskannya dengan air mata. Ia menuliskannya dengan amukan sunyi, semacam marah yang sudah terlalu lelah untuk berteriak, jadi cukup menampar diam-diam lewat metafora. Dan ketika puisi ditutup dengan kalimat bahwa sebagian dahaga mata pemilik rumah “terpenuhi sudah,” kita tahu: ini bukan tentang kupu-kupu. Ini tentang kita. Tentang bagaimana kita sebagai masyarakat sering jadi predator pasif: tak memegang pisau, tapi menonton, menilai, lalu melupakan.
2025
*
00.0 KE SEKIAN
: Toto St Radik
00.00
Kunang-kunang
warna-warni
bermain di awan
yang merapat ke pantai
terbang tinggi
melesat
riang
riang pengunjung
pantai wisata
Kunang-kunang
sawah sempit
tak dapat terbang tinggi
berputar di tempat
rendah
rendah
penghasilan petani miskin
nasibnya
bulan tertutup
awan gelap
keruh lumpur sawah
lengket lintah
penghisap darah
Entah berapa 00.00
sudah dilalui. Nasib
jalan di tempat
latihan baris berbaris
00.00
Klakson
terompet
sahut menyahut
brass section
pada dixie jazz
live music
rejeki penghujung
tahun. Musisi
bersuka. Penonton
bersuka
Waktu
tak berwujud
mampir sesekali
bak Sinterklas
membawa hadiah
sukacita
kado khusus
sesekali
sebelum kembali
ke rutinitas biasa
detak jam dinding
waktu
yang diwujudkan
sabar bergerak
meski dipaksa baterai
rutinitas pekerja
di lahan pekerjaan
yang sempit
dipaksa kebutuhan
keinginan
Lahan pekerjaan. Laju
pertumbuhan tenaga
kerja. Berlomba
Lahan pekerjaan. Tak
pernah unggul
pengangguran
selalu ada
dari waktu ke waktu. Dari
00.00 ke 00.00
berikutnya. Sabar
menanti pekerjaan
entah berapa kali
00.00 lagi
Gelas beradu
Saling mengucap selamat
Sementara
di suatu tempat. Entah di
mana. Entah siapa
detak jantungnya terhenti
sirine ambulance
meraung
raung tangis
yang ditinggal
berlayar menembus kabut tebal
tak tembus pandang. Waktu
menjelma
perahu
tak kasat mata
membawa jiwa
tak kasat mata
berlayar ke entah
Bergerak, kawan
Bergerak. Puisi
lahir. Umurnya
melintasi
berapa 00.00
tak kita tahu. Mabuk
puisi
kita. Biarkan
pemabuk lain
(entah siapa?)
mencoba lari dari
entah? Biarkan
kesia-siaan dirayakan. Biarkan
ia merasa terhindar
dari pengejar
yang entah
Kita teguk
anggur puisi
teguk demi teguk
puisi demi puisi
dengan sukacita
dengan penuh cinta
dari 00.00 ke 00.00
berikutnya dan berikutnya …
Bersulang
kita. Untuk cinta
yang
tak pernah takluk
31 Desember 2024
LELAKI LAUT DAN PUISI
: Frans Nadjira
“Aku jemu puisi linier,” serumu
Maka
kata-kata berloncatan
liar. Melekat di kertas. Kayu hutan
hutan
kesayangan
burung-burung
terbakar
dibakar
Maka badikmu
hendak merobek
lambung. Lambung
si rakus. Si rakus
yang menyalakan api
menyembunyikan
tangan. Sembunyi
dalam kelam
kelam duka
burung-burung
pohon-pohon
kesayangan
punah. Burung-burung
mengungsi. Manusia
perahu dari negeri
pertikaian
pertikaian, nyala api
mematikan. Nyala api
menghanguskan
pohon-pohon kesayangan
burung-burung
Para penyair
kautempa. Badik
tajam, kini. Puisi mereka
berkelana. Kelana
pelaut
serupamu. Laut
tak membedakan
raja-sahaya
kaya-miskin
kemiskinan
pandemi yang
lama bertahan
di muka bumi. Sangat
lama
Laut
luas wawasan
menderu dalam puisi-puisimu. Gejolak
laut jiwamu. Lidah
ombaknya mencapai
pulau-pulau rantau
tanah-tanah asing
alam-alam asing
suara tak dikenal
banyak orang
bersuara dalam
puisi-puisimu. Mata
gaib. Sentuhan
Yang Maha Gaib
orang-orang mencarinya
Yang Maha Gaib
tak kaucari
Ia yang mencarimu, katamu
Tubuh rapuh
Puisi tak rapuh
Mesin ketik tua, rapuh
Kata-kata tetap hidup
melompat
ke berbagai penjuru
melayari
Sungai Mississippi
dengan
kapal Ice cream
Imajinasi
tak dapat dibunuh
Pun puisi
tak mati ditikam
badik yang tak kenal
raja. Badik
menjaga
menajamkan
puisi-puisimu
BULAN
Bulan
Bulan tua
di
langit
Bulan. Bola
Basket
Bulan. Bola
Basket
Menembus
Jaring
Wahana
Angkasa
Astronot
Mendarat
di
Bulan
Wahana
Angkasa
Kelana
di
Langit
Mencari
dan
Mencari
Planet
Layak huni
(Astronom mencari
bintang baru)
Manusia
hewan
pindah
dari
bumi
Perahu Nuh
di
Bumi
Bulan
Bulan tua
di
Bumi
Gaji pegawai
kecil. Embusan
angin kering
kering
Tenggorokan
Dahaga
Lapar
Keinginan
kendali
kantung
nyaris
kering
Dahaga
Tenggorokan
kering. Saluran
air sawah
dikuras kemarau
Pohon
disambar petir
Lapar. Lambung
pecahan
kaca terinjak
telapak
tak
bersepatu
Telapak
sepatu mahal
menginjak aspal. Hitam
kulit. Penghuni
kantung-kantung
kemiskinan
kota besar
benua temuan
Columbus
(Indian. Burung terusir
dari sarang. Benua
Chengho
menemukan
lebih awal — 1421: …, Gavin Menzies)
Chengho
Muslim
Chengho
Klenteng
Sam
Po
Kong
Benua
Kota besar
Kantung-kantung
kemiskinan
kantung
sungguh
kering. Ada
di sini. Kantung
tanpa celah. Gelap
Langit malam tanpa bulan
dan
bintang
Hitam. Aspal
diinjak. Hitam
tak berdaya
di sini
di bulan muda
di bulan tua
Bulan. Bola
Basket. Magic
Johnson
Michael
Jordan
Slam dunk. Hitam
berjaya. Slam dunk
melayang tinggi
tinggi mimpi
penghuni
kantung-kantung
kemiskinan
mimpi. Hiburan
semu. Pesulap
jalanan. Penjaja
obat keliling
Urat lehernya. Ulat
biru. Bergetar
oleh teriaknya
Jauh dari
teriak sukacita
pemandu sorak
Bola Basket
untuk mencetak poin
distribusi bola perlu bagus
distribusi pendapatan juga
Bola Basket
bulan
Pebasket tersohor
bintang
Sepatu mahal
mewah
Bekasnya tak
masuk keranjang
sampah. Lelang
mahal. Sepatu
bekas. Lelang
mahal. Lukisan
Van Gogh. Lelang
mahal. Uang lelang
tak mampir di sakunya
tak didengar
telinga
yang dipotongnya
tak dipegang
tangan
yang dijilat api
telinga
tangan
yang bumi
Sepatu mahal
mewah
Michael Jackson
berjalan di bulan
bulan yang turun ke bumi
dirayu
suara merdunya
banyak telinga
di berbagai penjuru
angin
terpukau
terpikat. Pukau
pukat penuh ikan
di mata nelayan
Pukat kecil. Jaring
di tembus bulan. Bola
Basket. Slam dunk
Magic Johnson
Michael Jordan
Hitam
Berjaya
Di halte bis
duduk seorang muda
telinga
earphone
lirik
lagu Michael Jackson:
no matter if you black
or white
Kepalanya bergoyang
kiri kanan
kiri kanan
berulang kali
berulang kali
PEMANGGANGAN IKAN
Pemanggangan ikan
tegak sendiri
(Pendekar dengan kuda-kuda)
di atas pantai pasir
putih. Putih
kulit turis. Putih
telapak kaki. Terusir
dari pantai pasir putih
diusir si kecil
ukuran nano. Jejak
disapu angin. Angan
si miskin memiliki rumah
punah
Dollar
Euro …
diusir juga. Jejak
dihapus ombak. Kelomang
tak menemu
rumah bekas siput
Virus tak terlihat mata
telanjang. Menebar
ketakutan — sebaran ranjau —
siang – malam
jam-jam ketakutan
jam-jam ronda mencegah kecolongan — uang logam tertelan balita —
obat
vitamin
nakes
berpacu dengan maut
berpacu menjaga
pacu jantung
alir udara ke paru
alir darah di tubuh
menjaga yang tak terjaga
jika sudah waktunya berhenti
Orang-orang
tahanan
rumah
Wajah-wajah
menjadi asing
senyum bersembunyi
buronan diburu polisi
Nelayan
menebar jala. Rasa
takut ikan-ikan
sukacita nelayan. Rasa
takut ikan-ikan
dapatkah terbaca
pada geleparnya
pada gemetar pasien
pada hotel tanpa tamu
pada karyawan diPHK
Udara bersuka
emisi gas industri
menurun. Industri
terpukul. Pemilik
karyawan
terpukul. Pukulan
telak petinju di rahang
Pemanggangan ikan
Pantai pasir putih
bara api
merah awan diwarnai
matahari
merah ikan kokak
asap pembakarannya
berganti
asap pembakaran
jenasah
menyatu dengan
awan
Pemanggangan ikan
Pantai pasir putih
Buih ombak. Kapas
memanjang. Kapas
penutup luka. Luka
ketakutan
butuh penutup
Yang di kota-kota
ke pskiater
Yang jauh dari kota
jampi-jampi dukun. Luka
ketakutan akan
ancaman kelaparan
tak butuh
pskiater
dukun
Kapas. Pabrik pengolah kapas
buruh pabrik
perkebunan kapas
buruh perkebunan
pabrik tekstil
pemintal kain
Sprei ranjang RS
mencatat duka
Sprei ranjang pengantin baru
mencatat suka
Bumi. Tempat
tumbuh tanaman kapas
mencatat
duka dan suka
Pemanggangan ikan
digerogoti karat
(pengidap osteoporosis)
Kapal karam
Rumah ikan-ikan
digerogoti karat
Rumah yang perlahan
sirna
menyatu dengan laut
Pemanggangan ikan
perlahan rontok
menyatu dengan
pasir putih
dijilat lidah ombak
menyatu dengan laut
abu sisa pembakaran
jenasah dilarung
menyatu dengan laut
Di meja makan rumah
Di meja makan restoran
Ikan-ikan siap dimakan
manusia
Abu jenasah
manusia
tertelan ikan-ikan
Ikan-ikan
warna insang. Karat
pemanggangan ikan
Karat
kapal karam. Laut
tempat perbedaan
menjadi satu
Di dekat pantai
Di kota-kota
Hotel-hotel
Rumah-rumah
Butuh pasir hitam
pasir hitam
digali penambang
dari sungai
sungai
air tawar. Bermuara
di laut berair asin
menyatu dengan laut. Terik
matahari. Uap
laut. Awan
menjadi hujan
air tawar
Air tawar. Diminum
manusia
hewan. Disiram
untuk tanaman
Air asin
Air tawar
melekat pada hidup
Nafas dan paru-paru
Nafas dan insang
Akar pohon
batang
ranting
daun
bunga
buah …
Pemanggangan ikan
Pantai pasir putih
Mata sia-sia
mencari
pangkal dan ujung
seutas benang
Mata sia-sia
mencari
sia-sia
BIODATA :
Tan Lioe Ie adalah penyair asal Bali yang juga menulis esai dan cerpen. Ia dikenal dengan eksplorasinya dalam menggubah puisi-musik—sebuah sinergi antara puisi dan musikalitas. Puisinya telah membawanya diundang ke berbagai negara dalam ajang festival sastra internasional. Ia menerima penghargaan Bali Jani Nugraha dari Gubernur Bali pada tahun 2022. Buku puisi terbarunya, Ekphrasis (2024), masuk dalam tiga besar Buku Puisi Pilihan Tempo.