Hukuman Kebiri Kimia, Bagaimana Prosesnya?
Kebiri yang dilakukan pada laki-laki adalah prosedur untuk menghilangkan fungsi testis, sehinga libido menjadi turun dan akhirnya mandul.
JERNIH – Kasus pemerkosaan 13 santriwati di Bandung dengan terdakwa Herry Wirawan dituntut hukuman mati dan hukuman kebiri kimia oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Hukuman kebiri adalah hal baru di Indonesia. Bagaimana proses hukuman mati ini.
Landasan hukum pelaksanaan hukuman kebiri kimia di Indonesia tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 70 tahun 2020 mengenai Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.
Menurut Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti dr Reza A Digambiro, M.Kes, M.Ked (PA), SpPA, kebiri yang dilakukan pada laki-laki adalah prosedur untuk menghilangkan fungsi testis, sehinga libido menjadi turun dan akhirnya mandul.
Ia menjelaskan, terdapat dua jenis prosedur kebiri yaitu dengan pembedahan (kastrasi) dan kimiawi. Pembedahan (pengangkatan testis) memiliki efek yang permanen sedangkan prosedur kimiawi sifatnya sementara atau temporer.
Lalu bagaimana proses kebiri kimia ini? “Obat utama yang berperan dalam proses ini adalah antiandrogen yang digunakan untuk menurunkan kadar testosterone. Biasanya dipakai sebagai terapi kanker prostat dengan stadium lanjut,” ungkap Direktur RSIA Viola Bekasi ini.
Ia menambahkan, berbeda dengan pembedahan testis yang memiliki efek menetap, efek kebiri kimia dapat menghilang seiring dihentikannya pengobatan. Cara kerja anti androgen adalah dengan mempercepat metabolisme testosteron, dan mempengaruhi pelepasan hormon prekursor produksi testosteron oleh kelenjar pituari.
Beberapa jenis obat yang umum digunakan adalah medroxyprogesterone acetate (MPA) dan cyproterone acetate. “Obat obatan ini secara efektif dapat mengurangi kadar hormone testosterone, menurunkan gairah seksual, serta mengurangi kemampuan untuk distimulasi secara seksual,” ucapnya.
Dokter Reza mengakui, terlepas dari efektivitas kebiri kimiawi terhadap pelaku kejahatan seksual, masih terdapat pro kontra di masyarakat. Sebagian masyarakat menganggap hukuman ini melanggar hak-hak azasi manusia serta memiliki efek negatif jangka panjang terhadap kesehatan. [*]