SolilokuiVeritas

Agama yang Benar

Leonardo Boff, ahli “teologi pembebasan” dari Brazil bertanya pada Dalai Lama, pemimpin umat Buddha dari Tibet: “Yang Mulia, apakah agama terbaik?” Boff menduga Dalai Lama akan menjawab Agama Buddha atau agama oriental lainnya. Sambil tersenyum, Dalai Lama menjawab, “Agama terbaik adalah agama yang lebih mendekatkanmu pada Tuhan, yaitu agama yang membuatmu menjadi orang yang lebih baik.”

Oleh     :  Yudi Latif

JERNIH–Saudaraku, dari segala macam agama yang ada, kuyakini hanya ada satu agama yang benar: agama penyerahan diri pada keluhuran Yang Tak Terhingga; kasih sayang pada segala ciptaan; keberpihakan pada kebenaran, kebaikan, keadilan dan keindahan.

Agama yang benar menuntun manusia ke jalan kebajikan dan kebahagiaan dengan memuliakan dan mengharmonikan segala keragaman eksistensial oleh kesatuan kebenaran kasih “yang transenden” (ketuhanan) dan “yang imanen” (kemanusiaan-kealaman).

Yudi Latif

Leonardo Boff, ahli “teologi pembebasan” dari Brazil bertanya pada Dalai Lama, pemimpin umat Buddha dari Tibet: “Yang Mulia, apakah agama terbaik?” Boff menduga Dalai Lama akan menjawab Agama Buddha atau agama oriental lainnya. Sambil tersenyum, Dalai Lama menjawab, “Agama terbaik adalah agama yang lebih mendekatkanmu pada Tuhan, yaitu agama yang membuatmu menjadi orang yang lebih baik.”

Agama terbaik itu agama yang menapaki jalan ketuhanan seraya memberi kasih-kebahagiaan bagi segala makhluk. Paus Fransiscus mengingatkan, “Sungai tak minum airnya sendiri; pohon tak makan buahnya sendiri; kembang tak pancarkan aroma bagi dirinya; mentari tak bersinar bagi dirinya. Hidup bagi orang lain adalah suatu hukum alam. Kita terlahir untuk saling membahagiakan.”

Agama yang benar adalah yang menumbuhkan cinta kasih dalam perbedaan. Seperti kata Ali bin Abi Thalib, “Mereka yang bukan saudara dalam iman adalah saudaramu dalam kemanusiaan.”

Agama yang benar juga mengajarkan keadilan tanpa pandang bulu. Suatu saat, Khalifah Ali Bin Abi Thalib didatangi dua orang wanita–seorang berlatar bangsawan Quraisy, seorang lagi wanita biasa keturunan Yahudi dari Afrika. Ali memberikan sejumlah makanan dan empat puluh dirham pada masing-masing. Hal mana diterima sepenuh hati oleh wanita Yahudi, namun diprotes oleh wanita bangsawan Quraisy:”Wahai Amirul Mukminin, mengapa engkau memberikan bagian yang sama antara aku dan wanita itu, padahal aku seorang wanita bangsawan Arab?”

Khalifah Ali menukas:”Ketika aku baca Kitabullah, tak kutemukan kelebihan antara putra Ismail di atas putra Ishaq?” Semua orang sederajat.

Bilamana seseorang mulai meniti jalan keagamaan seperti itu, maka ia termasuk golongan beruntung berada di jalan yang benar. [  ]

Back to top button