Solilokui

Bagai ‘Abu Nawas’, Surya Paloh Cerdas Gaet Anies Jadi Calon Presiden

Gerak cepat dalam politik Nasdem itu tampaknya datang dari the real founding fathers of Indonesia, Haji Oemar Said Tjokroaminoto , tokoh yang menjadi guru tiga tokoh yang membawa aliran besar dalam politik Indonesia—Bung Karno, Semaun dan Kartosoewiryo. Dari semboyan Tjokroaminoto yang diinterpretasikannya, yaitu “setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat”, Surya menggerakkan apa yang menurutnya harus ia lakukan.

Oleh    :  Darmawan Sepriyossa

JERNIH–Sehari–bahkan mungkin kurang–sejak Partai Nasdem mendeklarasikan Anies Baswedan  sebagai calon presiden mereka, tidak bisa dinafikan terjadi pergolakan di internal partai tersebut. Dua  kader senior Nasdem, Andreas Acui Simanjaya dari Kalimantan Barat, dan Ni Luh Djelantik dari Bali, mengundurkan diri.

Namun, seolah memenuhi kiasan “mati satu tumbuh seribu”, menurut Wakil Sekretaris Jenderal Partai Nasdem, Hermawi Taslim, sepekan setelah itu penambahan anggota Nasdem pasca-deklarasi meroket, hingga mencapai 18.446 orang. “Itu angka warga yang mendaftarkan diri untuk jadi anggota sejak deklarasi Anies,” kata Hermawi, 10 Oktober lalu.

Tak pelak, dari sisi peningkatan kader saja, suara sumbang yang banyak berdengung tentang kerugian yang bakal dipetik Nasdem karena mencalonkan Anies itu dengan cepat terbantahkan. Ramalan mereka bahwa Nasdem akan jadi partai marjinal, justru meleset. Sebagaimana diketahui, dengung suara para buzzer ini begitu kuat mendominasi jagat medsos, seiring pencalonan Anies oleh Nasdem.

Sebenarnya, bisa dikatakan bahwa para buzzer ini orang-orang yang “tak tahu diri”. Tentu yang saya maksudkan adalah pengertian leksikal, bukan pengertian konotatif yang cenderung merendahkan. “Tak tahu diri” yang dimaksud adalah tidak pernah tahu pasti siapa Ketua Umum Nasdem, Surya Paloh, lalu membandingkan dengan diri mereka sendiri. Itu yang seharusnya mereka lakukan  sebelum menyebut langkah Surya memilih Anies itu salah dan merugikan.   

Para buzzer itu pasti tak tahu, bahwa dalam usia muda, sebagai pelajar SMP, Surya membangun organisasi massa yang menentang pemerintahan Orde Lama yang memiskinkan rakyat, langsung dengan turun ke jalan. Surya Paloh adalah salah seorang pimpinan Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI).

Padahal, hingga saat ini Surya adalah seorang pengagum Sukarno. Dalam bukunya “Surya Paloh: Matahari Restorasi, Sang Ideolog”, Usamah Hisyam menyebut Surya sebagai Sukarnois, pengagum dan pengikut ideologi politik  Sukarno. Sejak kecil hingga muda, Surya kerap mendengarkan pidato Bung Karno dari siaran radio, setiap tanggal 17 Agustus, yang juga merupakan hari ulang tahun sang ayah, Daud Paloh. Bersama warga, Surya muda mendengarkan pidato Bung Karno di bawah pohon beringin besar di depan rumah, kurang lebih tiga jam lamanya.  “Aku seorang Sukarnois dan begitu pula kau”, katanya kepada penulis “Indonesia di Jalan Restorasi: Politik Gagasan Surya Paloh”, Willy Aditya.

Hal itu diperkuat pernyataan Rachmawati Sukarnoputri, Surya sejatinya adalah anak ideologis Bung Karno. Namun, kita lihat, ia bukan orang tanpa reserve. Ia turut menurunkan Bung Karno saat kepemimpinan Si Bung salah dan terkesan sewenang-wenang. 

Semua tak berubah. Pada 2014 lalu, di akun Facebook miliknya, Surya menampangkan kalimat “Di Bawah Bendera Restorasi”. Kita tahu, kalimat itu berasal dari buku yang ditulis Bung Karno, “Di Bawah  Bendera Revolusi” tahun 1959.

Restorasi, memang telah menjadi cita-cita dan obsesi Surya. Bagi Surya, restorasi adalah upaya penuh kesadaran seluruh bangsa Indonesia untuk mengembalikan kejayaan bangsa yang pernah ada, serta menghadirkan kembali nilai-nilai penting yang luhur untuk menandai identitas bangsa.  Restorasi Indonesia adalah metode yang hadir sebagai koreksi terhadap dua metode pergerakan terdahulu–revolusi dan reformasi. Dari sejarah kita tahu, revolusi tak mampu membawa Indonesia kepada kemakmuran yang adil. Sementara reformasi pun ternyata juga belum juga mampu menjawab tuntutan perombakan menyeluruh di bidang politik.

Artinya, jika Anies dipilih Surya untuk bisa menjadi pemimpin Indonesia lewat Pilpres 2024, maka Anies  telah dipercaya Surya akan mampu membawa bangsa ini kepada cita-cita mulia dan luhur restorasi Indonesia tadi.   Artinya Surya percaya, AB bisa membawa seluruh warga dan segenap komponen bangsa menuju Indonesia baru, yakni bangsa bermartabat, negara kuat, rakyat sejahtera. Cita-cita perjuangan tersebut sekaligus akan menjadi jembatan emas untuk mencapai kehidupan bangsa yang berdaulat di bidang politik, mandiri di bidang ekonomi,  dan berkepribadian di bidang budaya. Tiga rumusan yang menjadi substansi  Trisakti Bung Karno.

Kalau Surya terkesan gercep—gerak cepat–, memang itu pula ciri khasnya. Ia bukan pemimpin yang alon-alon waton kelakon, karena dia yakin, kalau alon, yang berpotensi kelakon pun akan disambar orang. Ia bukan bertipe penunggu, melainkan bertipe perebut. Khas Bung Karno yang bilang dalam sebuah pidatonya,”Kesempatan itu memang harus kita rebut dan perjuangkan!”

Itulah yang membuat Nasdem bersegera mengusung Anies Baswedan. Itu khas Nasdem, sebagaimana sebelumnya Nasdem mengusung Jokowi pada Pilpres 2014, dan Ridwan Kamil pada Pilkada yang menjadikannya gubernur Jabar. Nasdemlah yang memulai, partai lain yang kadang lebih besar, sejatinya hanya mengikut.

Gerak cepat dalam politik Nasdem itu tampaknya datang dari the real founding fathers of Indonesia, Haji Oemar Said Tjokroaminoto , tokoh yang menjadi guru tiga tokoh yang membawa aliran besar dalam politik Indonesia—Bung Karno, Semaun dan Kartosoewiryo. Dari semboyan Tjokroaminoto yang diinterpretasikannya, yaitu “setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat”, Surya menggerakkan apa yang menurutnya harus ia lakukan. Keteladanan Tjokroaminoto, tokoh awal yang sadar akan keberagaman Indonesia, itu yang mengalir deras pada diri Surya Paloh. Ia pun memilih Anies, karena yakin Anies pun memiliki darah kepercayaan akan keberagaman Indonesia.

Untuk kepercayaannya dan cita-citanya akan Indonesia yang adil makmur itu, Surya Paloh tak mengambil kesempatan menjadi pendamping Jokowi pada 2014 lalu. Mungkin saja, ia ingin mengisnpirasi dan memberi teladan. Ia tahu William Arthur Ward pernah bilang, “The mediocre teacher tells. The good teacher explains. The superior teacher demonstrates. The great teacher inspires.”

Itu karena politik bagi Surya bukanlah semata urusan kuasa. Pada pembukaan Kongres ke-2 Partai Nasdem 8 November 2019, Surya berkata,”Kita mau dikenang sebagai parpol yang konsisten, bukan hanya partai yang cuma melakukan pendekatan rasionalitas, melainkan juga mempertajam hati dan nurani diri.” [ INILAH.COM ]

Back to top button