Solilokui

Berharap Sinergitas BUMN & Swasta dalam Penyediaan Infrastruktur Telekomunikasi

Oleh: Boris Syaifullah

Perusahaan yang tergabung dalam Apnatel maupun tidak berharap terbentuknya sinergitas yang lebih baik antara perusahaan swasta dan BUMN dalam penyediaan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia.

Industri telekomunikasi di Indonesia merupakan salah satu bisnis yang memiliki prospek cerah untuk saat ini dan masa depan. Kebutuhan akses jaringan nirkabel saat ini sangat tinggi dalam menunjang komunikasi masyarakat berbasis real time tanpa perlu melakukan tatap muka secaralangsung. Terlebih lagi memasuki masa Revolusi Industri 4.0 yang berbasis ICT.

Jargon The World is In your Hands yang direpresentasikan melalui pengadaan smartphone menuntut dukungan jaringan yang tersebar secara menyeluruh, cepat, merata, baik dari segi infrastruktur, customer service, dan produk yang ditawarkan.

Boris Syaifullah

Multiplier effect bisnis ini cukup luas. Mulai dari perangkat, infrastrukut transmisi, dan sejumlah produk ikutan lainnya. Sehingga kompetisi semakin ketat, dari segi kualitas dan harga, guna mengejar pelanggan sebanyak-banyaknya sebagai bukti kredibilitas dan kepercayaan masyarakat terhadap produk yang ditawarkan.

Melihat prospek bisnis telekomunikasi yang cerah, banyak pelaku bisnis saat ini menyasar pasar industri telekomunikasi guna memanfaatkan peluang teknologi yang semakin dinamis. Seperti teknologi jaringan 5G yang sedang diusung pemerintah akan mampu memberikan pelayanan transmisi yang lebih cepat dibanding teknologi 4G. Efek peningkatan layanan ini mengakibatkan tingginya kebutugan penyediaan infrastruktur untuk menunjang transmisi sinyal teknologi 5G.

Sehingga, membangun sinergitas antara BUMN dan swasta semakin mendesak agar tidak ada kesan BUMN menopoli penyediaan infrastruktur telekomunikasi. Keberadaan saling membutuhkan akan menciptakan sinergitas yang sehat dan saling menunjang.

Pada dasarnya semakin banyak user smartphone semakin banyak pula kebutuhan jaringan operator telekomunikasi yang mumpuni. Penggunaan smartphone ini semakin luas dan multiguna, tidak hanya sebagai perangkat kerja tapi juga hiburan.

Demand yang semakin luas itu membutuhkan kekuatan suplai yang seimbang. Swasta memiliki peluang untuk mengisi dan memanfaatkan ceruk pasar tersebut. Seperti diketahui saat ini BUMN sektor Telekomunikasi sedang difokuskan pada pembangunan infrastruktur yang mencakup fiber optic dan kabel terrestrial di darat, submarine cable di laut, sertasatelit di udara.

Namun demikian kita tidak dapat menutup mata terhadap kondisi yang cukup miris akan pengadaan bahan baku untuk peningkatan infrastruktur cenderung dimonopoli pemerintah melalui BUMN. Kecendrungan itu, termasuk rantai pasoknya, hanya di lingkup BUMN saja sehingga swasta di sektor telekomunikasi terkena dampaknya.

Saat ini masih banyak anak perusahaan BUMN melakukan transaksi bisnis dengan sesama anak perusahaan. Transaksi antara induk dengan anak perusahaan, dan sebaliknya. Hal ini sebenarnya lumrah, namun imbasnya dapat mengurangi peluang bisnis swasta yang selama ini turut membantu dalam pengembangan industri telekomunikasi di Indonesia.

Swasta juga berkontribusi tidak kecil dalam membuka lapangan kerja di lingkup jasa telekomunikasi untuk menunjang visi-misi Indonesia Maju yang berfokus pada peningkatan kualitas SDM, dan membuka lapangan kerja lebih luas.

Menurut hemat saya, selaku salah pelaku usaha jasa telekomunikasi di Indonesia, BUMN sektor telekomunikasi bisa lebih bijak mengatur pembagian dan regulasi transaksi bisnis di dalam anak perusahaan.

Kami berharap kiranya dalam kaitan memenuhi suplai di industri telekomunikasi, pemerintah melibatkan dan memaksimalkan pengusaha swasta yang tergabung dalam Asosisasi Perusahaan Nasional Telekomunikasi (Apnatel), maupun yang tidak.

  • Penulis adalah CEO Borsya Group, penyedia perangkat serat optik, dan ketua Asosiasi Pengusaha Telekomunikasi (Apnatel) Jawa Barat.

Back to top button