Berkhidmat Kepada Isa AS dan Yahya AS
Dalam Surat Maryam disebutkan cara berdoa milik kedua nabi mulia ini. Uniknya yang berdoa dalam ayat ini bukan Yahya, melainkan menggunakan kata ganti orang ketiga. Apakah Nabi Muhammad Saw. yang mendoakan Yahya As. ataukah Allah yang mengajarkan pada rasul-Nya itu cara mendoakan Nabi Yahya?
Oleh : Sobar Hartini
JERNIH–Pada peringatan hari wafat Isa Al-Masih di Jumat Agung (15/4), saya justru terkenang kisah Isra Mi’raj Baginda Rasulullah Muhammad Saw. Dalam perjalanan menuju Sidratul Muntaha itu beliau melalui lapis langit demi langit, menemui para nabi yang berjaga di setiap lapis langit-Nya.
Pada langit pertama, Nabi Muhammad Saw. bertemu Adam as. Bisa saya duga, hikmah dari Adam As adalah kisah pertobatannya karena melanggar larangan Allah. Adam dilarang mendekati “pohon itu,” namun bujukan Hawa (Eva) tak kuasa ditolaknya. Adam sempat memakan buah terlarang hingga segigit tersangkut di tenggorokannya. Terlepaslah pakaian yang menutupi keduanya, membuat mereka jadi malu dan sibuk mencari naungan untuk membunyikan aurat.
Al-A’raf 7:23
قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَآ أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ ٱلْخَٰسِرِينَ
“Keduanya berkata, “Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi.”
Di langit kedua Nabi Muhammad Saw. bertemu dengan Isa putra Maryam dan Yahya As. Ini jadi pertanyaan bagiku. Mengapa kedua nabi itu disandingkan, seorang keponakan dan pamannya. Persamaan yang bisa saya pikirkan saat ini bahwa keduanya memiliki hubungan darah (berkerabat).
Maryam adalah keponakan Zakariya As. Sedangkan Yahya adalah anak Zakariya yang lahir setelah puluhan tahun Zakariya berdoa dan tak pernah kecewa. Yahya lahir setelah tulang punggung Zakariya bengkok, sedangkan istri Zakariya perempuan mandul berusia lanjut. Kelahiran Yahya tentu lebih dulu daripada Isa As. Bahkan Nabi Zakariya telah mendapat ‘amr dan berita langit bahwa Isa akan terlahir dari Maryam sang perawan suci.
Yahya As. menjadi paman yang mengawal tumbuh kembang Isa, sehingga Al-Masih terjaga pergaulannya, kemuliaan akhlak sang mesias ini meneladani sang paman.
Maryam 19:12 يَٰيَحْيَىٰ خُذِ ٱلْكِتَٰبَ بِقُوَّةٍۖ وَءَاتَيْنَٰهُ ٱلْحُكْمَ صَبِيًّا
“Wahai Yahya! Ambillah (pelajarilah) Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. Dan Kami berikan hikmah kepadanya (Yahya) selagi dia masih kanak-kanak.”
Maryam 19:13 وَحَنَانًا مِّن لَّدُنَّا وَزَكَوٰةًۖ وَكَانَ تَقِيًّا
“Dan (Kami jadikan) rasa kasih sayang (kepada sesama) dari Kami dan bersih (dari dosa). Dan dia pun seorang yang bertakwa.”
Di sisi lain, Maryam adalah perawan suci yang tak pernah tersentuh setan. Muda jelita, senantiasa berdoa di mihrab dalam pengawasan Zakariya As.
Kedua nabi ini sama-sama syahid. Isa Al-Masih menjadi martir, syahid karena pengkhianatan Yudas Iskariot. Tapi yang menyalib Isa bukanlah tentara Romawi, justru kaum rahib, para pendeta yang mengabarkan keluhan terhadap dakwah Nabi Isa dan kedua belas muridnya itu kepada penguasa Romawi. Sedangkan Yahya menjadi martir, syahid dalam tebasan pedang tentara Romawi.
Nabi Zakariya As. bahkan mengikuti kesyahidan putranya. Walau sembunyi di dalam pohon, namun setan memberitahukan keberadaannya pada tentara Romawi, sehingga mereka menggergaji pohon tersebut dan syahidlah Zakariya.
Dalam Surat Maryam disebutkan cara berdoa milik kedua nabi mulia ini. Uniknya yang berdoa dalam ayat ini bukan Yahya, melainkan menggunakan kata ganti orang ketiga. Apakah Nabi Muhammad Saw. yang mendoakan Yahya As. ataukah Allah yang mengajarkan pada rasul-Nya itu cara mendoakan Nabi Yahya?
Maryam 19:15 وَسَلَٰمٌ عَلَيْهِ يَوْمَ وُلِدَ وَيَوْمَ يَمُوتُ وَيَوْمَ يُبْعَثُ حَيًّا
“Dan kesejahteraan bagi dirinya pada hari lahirnya, pada hari wafatnya, dan pada hari dia dibangkitkan hidup kembali.”
Sedangkan Isa Al-Masih berdoa seperti doa bagi Yahya As. saat dirinya masih bayi, baru terlahir dari rahim sang perawan suci bunda Maria.
Maryam 19:33 وَٱلسَّلَٰمُ عَلَىَّ يَوْمَ وُلِدتُّ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا
“Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari kelahiranku, pada hari wafatku, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.”
Apa yang bisa kita petik hikmah dari kisah Nabi Isa dan Yahya ini? Banyak. Yahya adalah anak santun, sangat berbakti kepada kedua orangtuanya. Isa sangat pemurah, welas asih, dan rahmaniyah. Namun, bila ditarik dalam prosesi Jumat Agung, saya menyerah. Kesyahidan Yahya, penyaksiannya akan kasih sayang Allah dalam tebasan pedang, bukan hal mudah untuk saya selami.
Namun, dalam konteks shaum Ramadan, bulan mulia umat Islam, kesyahidan itu dapat kita rasakan. Ramadan merupakan waktu terbaik untuk berjihad mengendalikan kecenderungan syahwat dan pengendalian emosi maupun ego melalui rangkaian ibadah shaum, memakmurkan rumah Allah dengan melaksanakan salat wajib berjamaah ditambah tarawih, merutinkan sedekah, membayar infak.
Mampukah kita terlibat penyaksian kesyahidan Yahya ini dalam transformasi jiwa? Kita tebas angkara di dada dengan cahaya ilmu dari tilawah Al-Qur’an, tafakur diri, mencari celah yang tepat untuk menebas sifat hasad dengan berderma pada anak yatim, melantunkan doa permohonan ampunan atas sifat iri dengki yang masih melekat. Kita tebas kejahilan dan kebodohan dalam diri dengan senantiasa berkumpul dengan orang saleh, menghadiri majelis taklim, majelis ilmu, dan majelis zikir, tetap produktif bekerja, walau menahan lapar dan dahaga.
Al-Baqarah 2:185
شَهْرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلْقُرْءَانُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٍ مِّنَ ٱلْهُدَىٰ وَٱلْفُرْقَانِۚ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ ٱلشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُۖ وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَۗ يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا۟ ٱلْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا۟ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.”
Mampukah kita menebas sifat sombong, sok tahu, merasa benar dan senang menghakimi orang lain lewat ibadah shaum? Setan, jin, iblis tengah dirantai di kegelapan tak bertepi. Namun, mengapa kejahatan dan perbuatan keji masih saja terjadi? Itu hanya menandaskan kekotoran dan rijsun syaithan masih bersarang di hati. Tanpa godaan dari mereka pun, hati kita cenderung berbuat jahat. Karenanya ikhlas menjadi kata kunci agar tak disentuh setan.
Al-Hijr 15:39-40 قَالَ رَبِّ بِمَآ أَغْوَيْتَنِى لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِى ٱلْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ
“Ia (Iblis) berkata, “Tuhanku, oleh karena Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, aku pasti akan jadikan (kejahatan) terasa indah bagi mereka di bumi, dan aku akan menyesatkan mereka semuanya,”
إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ ٱلْمُخْلَصِينَ
“kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas di antara mereka.”
Inilah waktu yang tepat memohon pada Allah Swt. agar memampukan kita menebas sifat kikir dengan berpuasa dan bederma, menunaikan sedekah, membayar infak, dan mengeluarkan zakat pada waktunya.
Penyaksian kesyahidan Yahya atas kasih sayang Allah dalam tebasan pedang, semoga dapat kita saksikan saat kita meraih kemenangan dalam peperangan melawan diri sendiri. Dan jiwa muthmainnah, raja yang berhak bertakhta di qalbun salim ini menandai kemenangan kita dalam peperangan melawan hawa nafsu dan syahwat.
Wallahu’alam bishowab. [ ]
*Sobar Hartini, mantan aktivis unit Salman Komunikasi Aspirasi Ummat (SKAU).
Dalam Surat Maryam disebutkan cara berdoa milik kedua nabi mulia ini. Uniknya yang berdoa dalam ayat ini bukan Yahya, melainkan menggunakan kata ganti orang ketiga. Apakah Nabi Muhammad Saw. yang mendoakan Yahya As. ataukah Allah yang mengajarkan pada rasul-Nya itu cara mendoakan Nabi Yahya?
Oleh : Sobar Hartini
JERNIH–Pada peringatan hari wafat Isa Al-Masih di Jumat Agung (15/4), saya justru terkenang kisah Isra Mi’raj Baginda Rasulullah Muhammad Saw. Dalam perjalanan menuju Sidratul Muntaha itu beliau melalui lapis langit demi langit, menemui para nabi yang berjaga di setiap lapis langit-Nya.
Pada langit pertama, Nabi Muhammad Saw. bertemu Adam as. Bisa saya duga, hikmah dari Adam As adalah kisah pertobatannya karena melanggar larangan Allah. Adam dilarang mendekati “pohon itu,” namun bujukan Hawa (Eva) tak kuasa ditolaknya. Adam sempat memakan buah terlarang hingga segigit tersangkut di tenggorokannya. Terlepaslah pakaian yang menutupi keduanya, membuat mereka jadi malu dan sibuk mencari naungan untuk membunyikan aurat.
Al-A’raf 7:23
قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَآ أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ ٱلْخَٰسِرِينَ
“Keduanya berkata, “Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi.”
Di langit kedua Nabi Muhammad Saw. bertemu dengan Isa putra Maryam dan Yahya As. Ini jadi pertanyaan bagiku. Mengapa kedua nabi itu disandingkan, seorang keponakan dan pamannya. Persamaan yang bisa saya pikirkan saat ini bahwa keduanya memiliki hubungan darah (berkerabat).
Maryam adalah keponakan Zakariya As. Sedangkan Yahya adalah anak Zakariya yang lahir setelah puluhan tahun Zakariya berdoa dan tak pernah kecewa. Yahya lahir setelah tulang punggung Zakariya bengkok, sedangkan istri Zakariya perempuan mandul berusia lanjut. Kelahiran Yahya tentu lebih dulu daripada Isa As. Bahkan Nabi Zakariya telah mendapat ‘amr dan berita langit bahwa Isa akan terlahir dari Maryam sang perawan suci.
Yahya As. menjadi paman yang mengawal tumbuh kembang Isa, sehingga Al-Masih terjaga pergaulannya, kemuliaan akhlak sang mesias ini meneladani sang paman.
Maryam 19:12 يَٰيَحْيَىٰ خُذِ ٱلْكِتَٰبَ بِقُوَّةٍۖ وَءَاتَيْنَٰهُ ٱلْحُكْمَ صَبِيًّا
“Wahai Yahya! Ambillah (pelajarilah) Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. Dan Kami berikan hikmah kepadanya (Yahya) selagi dia masih kanak-kanak.”
Maryam 19:13 وَحَنَانًا مِّن لَّدُنَّا وَزَكَوٰةًۖ وَكَانَ تَقِيًّا
“Dan (Kami jadikan) rasa kasih sayang (kepada sesama) dari Kami dan bersih (dari dosa). Dan dia pun seorang yang bertakwa.”
Di sisi lain, Maryam adalah perawan suci yang tak pernah tersentuh setan. Muda jelita, senantiasa berdoa di mihrab dalam pengawasan Zakariya As.
Kedua nabi ini sama-sama syahid. Isa Al-Masih menjadi martir, syahid karena pengkhianatan Yudas Iskariot. Tapi yang menyalib Isa bukanlah tentara Romawi, justru kaum rahib, para pendeta yang mengabarkan keluhan terhadap dakwah Nabi Isa dan kedua belas muridnya itu kepada penguasa Romawi. Sedangkan Yahya menjadi martir, syahid dalam tebasan pedang tentara Romawi.
Nabi Zakariya As. bahkan mengikuti kesyahidan putranya. Walau sembunyi di dalam pohon, namun setan memberitahukan keberadaannya pada tentara Romawi, sehingga mereka menggergaji pohon tersebut dan syahidlah Zakariya.
Dalam Surat Maryam disebutkan cara berdoa milik kedua nabi mulia ini. Uniknya yang berdoa dalam ayat ini bukan Yahya, melainkan menggunakan kata ganti orang ketiga. Apakah Nabi Muhammad Saw. yang mendoakan Yahya As. ataukah Allah yang mengajarkan pada rasul-Nya itu cara mendoakan Nabi Yahya?
Maryam 19:15 وَسَلَٰمٌ عَلَيْهِ يَوْمَ وُلِدَ وَيَوْمَ يَمُوتُ وَيَوْمَ يُبْعَثُ حَيًّا
“Dan kesejahteraan bagi dirinya pada hari lahirnya, pada hari wafatnya, dan pada hari dia dibangkitkan hidup kembali.”
Sedangkan Isa Al-Masih berdoa seperti doa bagi Yahya As. saat dirinya masih bayi, baru terlahir dari rahim sang perawan suci bunda Maria.
Maryam 19:33 وَٱلسَّلَٰمُ عَلَىَّ يَوْمَ وُلِدتُّ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا
“Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari kelahiranku, pada hari wafatku, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.”
Apa yang bisa kita petik hikmah dari kisah Nabi Isa dan Yahya ini? Banyak. Yahya adalah anak santun, sangat berbakti kepada kedua orangtuanya. Isa sangat pemurah, welas asih, dan rahmaniyah. Namun, bila ditarik dalam prosesi Jumat Agung, saya menyerah. Kesyahidan Yahya, penyaksiannya akan kasih sayang Allah dalam tebasan pedang, bukan hal mudah untuk saya selami.
Namun, dalam konteks shaum Ramadan, bulan mulia umat Islam, kesyahidan itu dapat kita rasakan. Ramadan merupakan waktu terbaik untuk berjihad mengendalikan kecenderungan syahwat dan pengendalian emosi maupun ego melalui rangkaian ibadah shaum, memakmurkan rumah Allah dengan melaksanakan salat wajib berjamaah ditambah tarawih, merutinkan sedekah, membayar infak.
Mampukah kita terlibat penyaksian kesyahidan Yahya ini dalam transformasi jiwa? Kita tebas angkara di dada dengan cahaya ilmu dari tilawah Al-Qur’an, tafakur diri, mencari celah yang tepat untuk menebas sifat hasad dengan berderma pada anak yatim, melantunkan doa permohonan ampunan atas sifat iri dengki yang masih melekat. Kita tebas kejahilan dan kebodohan dalam diri dengan senantiasa berkumpul dengan orang saleh, menghadiri majelis taklim, majelis ilmu, dan majelis zikir, tetap produktif bekerja, walau menahan lapar dan dahaga.
Al-Baqarah 2:185
شَهْرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلْقُرْءَانُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٍ مِّنَ ٱلْهُدَىٰ وَٱلْفُرْقَانِۚ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ ٱلشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُۖ وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَۗ يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا۟ ٱلْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا۟ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.”
Mampukah kita menebas sifat sombong, sok tahu, merasa benar dan senang menghakimi orang lain lewat ibadah shaum? Setan, jin, iblis tengah dirantai di kegelapan tak bertepi. Namun, mengapa kejahatan dan perbuatan keji masih saja terjadi? Itu hanya menandaskan kekotoran dan rijsun syaithan masih bersarang di hati. Tanpa godaan dari mereka pun, hati kita cenderung berbuat jahat. Karenanya ikhlas menjadi kata kunci agar tak disentuh setan.
Al-Hijr 15:39-40 قَالَ رَبِّ بِمَآ أَغْوَيْتَنِى لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِى ٱلْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ
“Ia (Iblis) berkata, “Tuhanku, oleh karena Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, aku pasti akan jadikan (kejahatan) terasa indah bagi mereka di bumi, dan aku akan menyesatkan mereka semuanya,”
إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ ٱلْمُخْلَصِينَ
“kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas di antara mereka.”
Inilah waktu yang tepat memohon pada Allah Swt. agar memampukan kita menebas sifat kikir dengan berpuasa dan bederma, menunaikan sedekah, membayar infak, dan mengeluarkan zakat pada waktunya.
Penyaksian kesyahidan Yahya atas kasih sayang Allah dalam tebasan pedang, semoga dapat kita saksikan saat kita meraih kemenangan dalam peperangan melawan diri sendiri. Dan jiwa muthmainnah, raja yang berhak bertakhta di qalbun salim ini menandai kemenangan kita dalam peperangan melawan hawa nafsu dan syahwat.
Wallahu’alam bishowab. [ ]
*Sobar Hartini, mantan aktivis unit Salman Komunikasi Aspirasi Ummat (SKAU).