Catatan Harian Covid-19 (1)
Saya pernah kena malaria, demam berdarah, thypus, leptospirosis dan kanker. Khatam semua penyakit. Tapi rasa sakit kepalanya tidak pernah seperti yang saya alami ini.
Oleh : Dian Islamiati Fatwa
JERNIH– Saya positif Covid. Yeap, I am Covid positive, but I am in good hands now.
Dokter Fitri mengabarkan melalui telepon kemarin jam 6 pagi. Nadanya tenang, seperti menunggu reaksi saya. Saya dengar suara anak kecil merengek di sampingnya. Luar biasa, sebagai ibu sekaligus dokter, tetap melaksanakan tugasnya, menenangkan anaknya dan saya sebagai pasien.
Saya sebetulnya tidak terlalu kaget ketika menerima kabar ini. Transmisi covid sudah di tingkat communal dan perumahan, rasanya sulit menghindar paparan covid-19. Soon or later pasti akan terkena, it’s a matter of time.
Dan benar juga, saya memang tidak bisa menghindar. Covid sudah masuk di tubuh saya tanpa permisi. Nyelonong merasuk dalam tubuh tanpa saya sadari.
Padahal saya sudah lama menghindar pertemuan tidak penting. Protokol covid, 3M. Mandi sebelum masuk ke kamar setelah keluar rumah. Sepulang kursus menanam durian di Bogor dg Qodari dan Tatat saya terkena diare, Minggu.
Saya pikir asam lambung kambuh karena saya sempat minum air jeruk yang asam dan satay ayam pedas.
Ella, sepupu saya yg dokter memberikan resep asam lambung. Tidak ada antibiotik meskipun saya sudah mulai meriang. Ella tidak ingin saya terlalu sering mengkonsumsi antibiotik.
Badan susut empat kg dalam dua hari. Saya tidak pipis dalam dua hari itu, karena cairan keluar dari lubang yang lain. Asisten rumah tangga, sempat tidak mengenali saya ketika lewat, dia pikir tamu datang karena badan saya yang langsing.
Biasanya nih…beeeeuuuh… susah sekali mengurangi berat badan, walaupun hanya 200gr. Tubuh saya tetap saja melebar ke samping dengan subur gemah ripah loh jinawi. Padahal sudah Zumba dan kurangi karbo.
Tapi memang saya sering lemah iman bila melihat tempe mendoan, pisang goreng, ayam bakar dan sambal ijo. Langsung hajar, dua piring tandas bersih, yang tersisa hanya bekas minyak gorengan membentuk lukisan abstrak di piring.
Setelah diare selesai, badan mulai adem panas, meriang teu puguh. Tapi suhu masih berkisar di 37,5 C. Kepala rasa dihujam palu baja setiap menit, lalu dimasukkan dalam putaran spin mesin cuci. Piye rasane? Ambyar, cenut-cenut dan mual.
Saya pernah kena malaria, demam berdarah, thypus, leptospirosis dan kanker. Khatam semua penyakit. Tapi rasa sakit kepalanya tidak pernah seperti yang saya alami ini.
Malaria itu sampai pandangan jadi nglindur, lihat satu orang jadi double–seperti orang dikloning. Yang ini, saya butuh waktu lama memastikan siapa orang di depan saya, tidak mampu mengidentifikasi dengan cepat, otak lemot kayak laptop pentium II, susah loadingnya sementara kepala susah tegak sangking beratnya plus cenut-cenut ambyar.
Meskipun kepala pusing dan berat, saya ingin tetap update berita-berita terbaru.
Jumat lalu aksi turun ke jalan bermunculan di hampir seluruh kota menentang UU Cipta Kerja. TV menyala dan medsos saya tilik setiap menit, sesekali berkicau di twitter.
Aksi demo was getting ugly karena rusuh, anarki dan bakar-bakaran. Tampak api menyala di busway Jakarta, depan gedung UOB. Sedih melihatnya. Ingin melihat laporan liputan sampai akhir, tapi berat mata dan kepala akhirnya tertidur.
Dalam tidur saya merasa roh melayang meninggalkan tubuh. Saya menyaksikan tubuh saya tidur terlelap pulas ditemani Yorna– kitten kesayangan. Ya Allah, ternyata saya sudah meninggalkan dunia. Api berkobar di depan saya. Suara “dar der dor” bunyi tembakan dan banyak batu melayang.
Duh Gusti…dosa apa kok saya sudah di pintu neraka. Api semakin merah dan membesar di depan mata.
Otak lemot ini mencoba mengingat perilaku saya yang bikin sampai di pintu neraka. Kepala dan leher sibuk ngeles dari lemparan batu, seperti leher angsa menari. Kok bisa ringan kepala ya, padahal tadi rasa berat. Ah tentu saja saya kan sudah sampai di pintu neraka.
Btw, kaki dingin bukan panas, padahal sudah di pintu neraka. Tiba-tiba Yorna– kitten kesayangan, menepok pipi. Lah ngapain Yorna ikut-ikutan ke neraka. Punya dosa apa pula dia sebagai kitten yang baru berumur empat bulan. Zina dengan Choco, kucing tetangga, nggak mungkinlah sebab dia belum akil balig. Lagi pula sebagai kucing, tidak ada pasal perzinaan dalam ajaran Islam.
Yorna menepuk pipi kian keras dan tak berhenti mengeong, minta dibukakan pintu. Ya Allah, ternyata barusan saya nglindur. Alhamdulillah saya masih punya kesempatan hidup di dunia. Api besar yang saya lihat memang ada, tapi itu berita rusuh kebakaran halte busway dalam aksi demo menentang UU Cipta Kerja di TV yang belum saya matikan.
Moral story, bila Anda punya penyakit jantung lalu demam tinggi, matikan gadget, medsos dan TV, juga Netflix. Apalagi film perang tembak-tembakan, bom dan kerusuhan. Bisa jantungan, nglindur merasa sudah di pintu neraka.
Nah ini baru cerita sakit kepala, belum lagi ngilu tulang dan persendian. Lalu pori-pori kulit seperti ditusuk jarum dan kemudian ditarik. Kayak diwax-lah, kalau bulu gondrong ditarik dengan wax, cam mana rasanya? Bweeh pedis sekali kan..dan ini terasa di seluruh kulit tubuh setiap menit.
Saya perlu cerita detail sengsaranya kena Covid supaya semua menyadari, ini penyakit serius. Gak bisa dipandang enteng, daya transmisi cepat, lebih cepat dari bajing loncat dan daya rusak ke organ kayak buldoser, menggilas cepat sampai tak mampu lagi berfungsi.
Cerita ikke ini masih masuk kategori keluhan sakit covid ringan. Bayangin mereka yang sudah harus pakai ventilator..aih seperti apa sengsaranya.
Sudah dengar kan beberapa kawan, saudara atau orang yang kita kenal tiba-tiba meninggal karena Covid? Rasanya baru kemarin balas-balas WA atau teleponan, eh sudah ‘lewat’ dengan cepat.
Jadi guys, jangan anggap remeh penyakit ini. Sudah betul 3M. Mencuci tangan, memakai masker dan menjaga jarak. Kalau pengen ngupil, tahan dulu, tetaplah ngupil tapi jangan lupa cuci tangan. Apalagi mau ngucek mata.
Saya akan lanjutkan cerita ini, tapi Ai mau rehat dulu. Kepala cenut-cenut lagi. Talk soon. [ ]