
Jika sabar ada di hatimu, kau menemukan ruang hening. Di sanalah satir kehidupan berbisik: tentang ambisi yang memekakkan telinga, ego yang menyesatkan jalan pulang, dan manusia yang lebih mudah menilai cermin orang lain daripada membersihkan debu kaca hatinya sendiri. Hanya di ruang itu, kau bisa tertawa dan menangis tanpa malu, karena cermin tidak menuntut, hanya memantulkan.
Oleh : Yudi Latif
JERNIH– Saudaraku, hati itu cermin—bukan untuk dipamerkan, tetapi untuk direnungkan.
Jika cahaya ada di hatimu, kau tidak perlu Google Maps untuk pulang; kepulangan itu bukan soal jarak, tapi kesadaran. Orang modern tersesat di mall dan media sosial, mencari arah, sementara cahaya menunggu di relung sendiri.
Jika bening ada di hatimu, dunia tampak jernih. Air mata, tawa, kegagalan yang terpatri di hati—semuanya mengendap menjadi prisma. Kita berharap dunia sempurna seperti hasil filter Instagram, sementara jiwa sendiri terlupakan.
Jika relung ada di hatimu, kau menemukan kedalaman. Alam, sejarah, dan diri bicara tanpa suara. Kedalaman adalah pengalaman yang diresapi, meresap hingga menjadi bagian dari jiwa, terasa di tulang dan nadi, membimbing langkah tanpa terdengar oleh telinga orang lain.
Jika peka ada di hatimu, kau menemukan persambungan. Kau tersentuh orang asing, menyadari tetangga bernapas, bahwa dunia tidak hanya tentang profil Instagram sempurna. Keadaban bukan tren, tapi jembatan yang sering diabaikan.
Jika sabar ada di hatimu, kau menemukan ruang hening. Di sanalah satir kehidupan berbisik: tentang ambisi yang memekakkan telinga, ego yang menyesatkan jalan pulang, dan manusia yang lebih mudah menilai cermin orang lain daripada membersihkan debu kaca hatinya sendiri. Hanya di ruang itu, kau bisa tertawa dan menangis tanpa malu, karena cermin tidak menuntut, hanya memantulkan.
Cermin hati tidak bisa disemprot parfum ambisi, tidak bisa difilter oleh opini orang lain, dan tidak bisa di-screenshot. Jika kau menatapnya terlalu lama, mungkin pusing; jika terlalu singkat, tersesat. Tetapi jika sabar menemaninya, ia menunjukkan jalan: pulang, bening, dalam, persambungan, hening—jalan yang selalu dicari namun sering terlupakan di keriuhan dunia modern. [ ]