
Kita semua harus punya keinsyafan yang sama bahwa 1) rokok sebagai zat adiktif adalah setara bobotnya dengan narkotika, psikotropika, dan alkohol, serta 2) keempat barang tersebut berimplikasi pidana. Dari situ, sepatutnya kita bersepakat bahwa setiap sekolah dan rumah kita harus bersih dari pidana pasal 76J ayat 2 tadi. Berangkat dari itu semua, tamparan guru selayaknya dipahami sebagai bentuk penolakan terhadap dijadikannya sekolah sebagai TKP pidana.
Oleh : Reza Indragiri Amriel*
JERNIH– Ketegasan sekolah-sekolah dalam menangani masalah narkotika dan psikotropika, sangat kami acungi jempol. Tapi bagaimana terhadap rokok?
Kami memilih mendukung setiap sekolah untuk juga punya ketegasan serupa. Dasarnya adalah pasal 76J ayat 2 UU 35/2014, yakni, “Setiap orang dilarang dengan sengaja menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan anak dalam penyalahgunaan, serta produksi dan distribusi alkohol dan zat adiktif lainnya.” Bagi yang melanggarnya dikenakan hukuman penjara 2-20 tahun dan denda Rp 20-200 juta.
Rokok merupakan salah satu zat adiktif lainnya. Ini tercantum pada PP 109/2012 dan PP 28/2024.
Itu artinya, kita semua harus punya keinsyafan yang sama bahwa 1) rokok sebagai zat adiktif adalah setara bobotnya dengan narkotika, psikotropika, dan alkohol, serta 2) keempat barang tersebut berimplikasi pidana.
Dari situ, sepatutnya kita bersepakat bahwa setiap sekolah dan rumah kita harus bersih dari pidana pasal 76J ayat 2 tadi.
Berangkat dari itu semua, tamparan guru selayaknya dipahami sebagai bentuk penolakan terhadap dijadikannya sekolah sebagai TKP pidana. Perbuatan guru dimaksud, yakni menampar, memang bisa dipandang sebagai pidana kekerasan terhadap anak. Namun menghadap-hadapkan pidana tersebut dengan sejumlah peraturan perundangan-undangan di atas, pantas kiranya guru tersebut–sekiranya divonis bersalah–memperoleh peringanan sanksi.
Tinggal lagi secara simultan otoritas penegakan hukum juga mencari pihak-pihak yang telah menjerumuskan si murid sehingga terjadi pelanggaran terhadap pasal 76J ayat 2 UU 35/2014.
Orangtua, keluarga, toko penjual rokok, dan teman-teman si murid — merekakah pihak-pihak yang semestinya juga diganjar pidana itu? [ ]
*Ahli psikologi forensic, peduli terhadap masa depan generasi muda dan Indonesia.





