Solilokui

Hele’yo adalah Nikmat Sagu Berbalut Keindahan Alam Papua

Doni bersyukur gagasannya telah terwujud. Tak lupa, ia menyampaikan terima kasih kepada para pihak yang mendukung berdirinya The Hele’yo. Doni berharap, Hele’yo akan mampu mengggerakkan  perekonomian masyarakat Kampung Sereh, Sentani pada khususnya, dan warga Papua pada umumnya.

Oleh   :  Egy Massadiah

JERNIH– Berada di Kampung Sereh, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua hari-hari ini, kita pasti akan mengucap, “nikmat mana lagi yang kau dustakan”. Betapa tidak, di sini, baru saja diresmikan pusat kuliner Hele’yo, yang menyajikan menu utama aneka olahan makanan pokok Papua, yakni sagu.

Egy Massadiah

Tidak hanya itu, Kampung Sereh adalah salah satu “surga kecil” yang ada di Bumi Cendrawasih. Ia berlatar belakang Danau Sentani yang indah. Letaknya di bawah lereng Pegunungan Cagar Alam Cyclops. Danau ini memiliki luas sekitar 9.360 hektare dan berada di ketinggian 75 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Tidak keliru jika Kodam XVII/Cendrawasih sejak awal  mendukung penuh pembangunan pusat kuliner Hele’yo. Adalah Kolonel Arief Novianto, Kazidam Cenderawasih, yang ditugaskan untuk pembangunan pusat kuliner itu.

Patut diapresiasi adalah, pengambilan momentum yang tepat. Pusat kuliner Hele’yo diresmikan di tengah-tengah gegap-gempita Pekan Olahraga Nasional (PON) XX 2021, Papua.

Ribuan atlet termasuk official, ditambah para supporter datang dari berbagai penjuru Tanah Air ke wilayah paling timur Indonesia. Jika ditotal, barangkali sekitar 10.000 orang. Berdasar data, jumlah atlet (saja) mencapai 7.039 orang. Mereka berasal dari 34 kontingen (provinsi) di Indonesia. Ditambah, kontingen tuan rumah.

Hal itu dibenarkan Pangdam XVII/Cendrawasih, Mayjen TNI Ignatius Yogo Triyono, saat menghadiri peresmian pusat kuliner Hele’yo, Kamis (7/10/2021). Lulusan Akmil 1988 itu menambahkan, berdirinya pusat kuliner The Hele’yo merupakan salah satu wujud implementasi 8 Wajib TNI yang diantaranya adalah membantu kesulitan masyarakat yang berada di sekelilingnya. “Dan program ini sejatinya merupakan inisiasi dari Bapak Letjen TNI Purn Doni Monardo,”ujar Mayjen Yogo.

Sebagai penggagas, tak lupa panitia mengundang Letjen TNI (Purn) Dr. (HC) Doni Monardo yang juga Pembina Yayasan Kita Jaga Alam untuk hadir dalam acara peresmian. Jarak pun tak menghalangi Doni untuk hadir, meski secara virtual. Adapun undangan lain yang hadir pada acara hari itu adalah Bupati Jayapura Bapak Mathius Awoitauw, S.E., M.Si, anggota MRP Ny. Dorlince Mehue, tokoh adat, tokoh masyarakat setempat dan sejumlah pejabat di lingkungan Kodam XVII/Cenderawasih.

Tak ada yang menyangkal, jejak-jejak Doni Monardo di Sentani tampak begitu jelas dan nyata. Bermula dari bencana alam banjir bandang di Kabupaten Jayapura tahun 2019 yang menewaskan tak kurang dari 100 orang. Saat itu, sebagai kepala BNPB, Doni terjun langsung ke sana.

Bukan saja persoalan bencana banjir yang disentuh, tetapi Doni menaruh perhatian yang besar terhadap pemulihan perekonomian masyarakat. Dalam banyak kesempatan, Doni selalu menekankan tekadnya memuliakan Papua lewat pendekatan kesejahteraan, sebagaimana jejak Emas Biru dan Emas Hijau di Maluku saat dirinya menjabat  Pangdam Pattimura.

“Untuk itu, saya dan sejumlah pengusaha mempunyai gagasan meningkatkan kembali perekonomian bagi masyarakat yang terdampak, salah satunya terwujud hari ini,” ujar mantan Kepala BNPB itu.

Doni bersyukur gagasannya telah terwujud. Tak lupa, ia menyampaikan terima kasih kepada para pihak yang mendukung berdirinya The Hele’yo. Doni berharap, Hele’yo akan mampu mengggerakkan  perekonomian masyarakat Kampung Sereh, Sentani pada khususnya, dan warga Papua pada umumnya.

“PON XII di Papua adalah momentum yang sangat baik. Tempat ini akan menjadi salah satu destinasi wisata para peserta PON dari berbagai daerah,” tandas Doni.

Jejak Doni di Sentani

Sedikit mengilas balik jejak-jejak Doni Monardo di Sentani, tampak jelas jika kita membuka buku “Titik Nol Corona: Doni Monardo di Pusaran Wabah”.  Pada halaman 213, buku karya Egy Massadiah itu mengangkat judul menarik “Theys Eluay Tersenyum di Surga”.

Judul itu mengguratkan sejarah pahit yang berakhir manis. Sejak kematian tokoh Papua itu tahun 2001, hubungan Kopassus dengan Papua boleh dibilang memanas. Kopassus tidak saja mendapat kecaman masyarakat Papua, tetapi dunia.

Syahdan, Doni Monardo mendapat penugasan menjadi Danjen Kopassus tahun 2014 – 2015. Saat itu Doni masih merasakan adanya duri tajam. Doni kontan mengundang Boy Michael Eluay, putra sulung mendiang Theys ke Markas Kopassus di Cijantung, Jakarta Timur, pada momen peringatan ulang tahun Kopassus ke-63.

Boy pun keluar dari persembunyiannya dan memenuhi undangan Doni. Setelah melakukan pembicaraan dari hati ke hati, begitu intens dan mendalam. Semua kecamuk rasa dan emosi dikuak untuk kemudian diredam. Akhirnya, Boy dengan lapang dada memaafkan pelaku pembunuhan terhadap ayahnya. Kepada media, Boy saat itu mengatakan, “Tak ada lagi dendam. Kami diajarkan untuk saling mengasihi, seperti ajaran leluhur.”

Perdamaian dan persaudaraan itu pun dikukuhkan dengan pemberian jaket Kopassus bertuliskan “Sahabat Kopassus” di dada kiri, dan nama Boy Eluay di dada kanan. Doni Monardo langsung yang memakaikan jaket itu ke tubuh Boy.

Persahabatan itu terus dipelihara, sekalipun Doni tak lagi menjabat Danjen Kopassus. Boy wafat tahun 2018 karena sakit. Lagi-lagi Doni pun sempat mengupayakan perawatan atas sakitnya di RSPAD, di bawah penanganan langsung Direktur RSPAD (ketika itu) Dr Terawan Agus Putranto (mantan menkes).

Sejak Boy wafat, posisi ondofolo atau kepala suku Sentani dipegang adik Boy yang bernama Yanto Eluay (hingga sekarang). Jalinan persahabatan Doni dan Yanto pun tak putus. Alhasil, mereka dipertemukan Tuhan, saat Sentani dilanda banjir, dan (kebetulan) Doni Monardo menjabat Kepala BNPB.

Dalam salah satu kunjungannya ke Sentani, Doni bahkan sempat mengajak Menko PMK Muhadjir Effendy, Anggota DPR RI Ace Hasan Syadzily, dan rombongan singgah ke pendopo adat Onfofolo Sentani, dan diterima ondofolo Yanto Eulay.

Jejak Doni di Sentani pun makin terpatri dengan diresmikannya Pusat Kuliner The Hele’yo.  Nah, mungkin Anda bertanya-tanya, apa makna Hele’yo, sehingga dijadikan nama pusat kuliner itu?

Penjelasan pun meluncur dari Ny. Dorlince Mehue yang mewakili Ondofolo Kampung Sereh. Ia menuturkan, bahwa Kampung Sereh bahasa aslinya disebut Hele’yo. Sebuah kampung yang mempunyai nilai sejarah luar biasa.

Hele’yo mempunyai arti tempat wadah air dan makanan yang berasal dari tanah liat. Dalam kesempatan itu, Ny Dorlince juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan perhatian yang begitu besar kepada masyarakat Papua khususnya masyarakat Kampung Sereh.

“Mewakili Ondofolo dan atas nama seluruh masyarakat adat Kampung Sereh mengucap syukur dan terimakasih kepada Bapak Letjen TNI (Purn) Dr. (HC) Doni Monardo, Pangdam XVII/Cenderawasih dan Bupati Jayapura atas pembangunan Pusat Kuliner The Hele’yo,” ungkapnya.

Dalam acara peresmian tersebut juga dilaksanakan penandatanganan penyerahan Pusat Kuliner The Hele’yo dari Pangdam XVII/Cenderawasih kepada Bapak Yanto Eluay yang diwakili oleh istrinya, Ny Yolanda Eluay.

Kini, saatnya Anda mencatat objek pusat kuliner “Hele’yo” dalam agenda kunjungan ke Papua. Nikmati aneka olahan sagu. Nikmati panorama surgawi Danau Sentani. [  ]

Back to top button