In Harmonia Gowesio Menjajal KM 0 Sentul
Baru start sebentar di tanjakan landai menuju Desa Jayanti, Sigit yang gowes paling depan stangnya keserempet mobil Fortuner. Aku yang ada di belakangnya tak sempat kasih peringatan, karena menghindari mobil yang makin ke pinggir. Entah apa yang terjadi di dalam mobil itu. Untung Sigit juga tetap stabil, sementara mobil itu terus melaju tak tahu diri.
Oleh : Anwar Holid
JERNIH– Karena belum gowes bareng lagi sejak Lebaran, Ratih berinisiatif mengajak teman-teman IHG gowes ke KM 0 Sentul, yang langsung disambut antusias. IHG ialah In Harmonia Gowesio, klub sepeda Paguyuban ITB 89. Begitu bikin daftar calon peserta, menentukan titik dan waktu kumpul hari Sabtu, 2 Juli 2022 lalu lima belas orang siap gabung. “Wah ramai euy!!” kata Asrul.
Tapi sayang di hari H banyak yang batal karena berbagai sebab. Salah satunya karena kurang fit atau ada urusan lain. Pas bertemu di titik kumpul Bakmi Golek Plaza Niaga 1 Sentul, hanya Asrul, Krisna, Sigit, dan Wartax yang siap mengayuh pedal.
“Gua ngebelain gak pulang ke Bandung bro kareng pengen tahu KM 0 Sentul,” kata Asrul. Dia bilang “ibu negaranya” pun ingin ikut gowes bareng, tapi menurutnya biar dia dulu yang cek ombak medannya. Jadi nanti bisa menyiapkan diri dengan baik. KM 0 Sentul sudah legendaris, terutama buat goweser se-Jabodetabek. Jalurnya yang enak sekaligus cukup menantang jadi daya tarik untuk ditaklukkan atau buat latihan rutin.
Karena sekalian ingin menuntaskan gran fondo, aku antusias ikut. Berangkat dari Bintaro sekitar 05.15, aku menempuh jalur biasa, via Ciputat – Lebak Bulus – Cilandak – Pasar Rebo – Jl. Raya Bogor terus sampai belok ke jalan alternatif Sentul. Waktu di Lebak Bulus rasanya belum ada goweser lain, tapi begitu ke arah Cilandak ada peloton road bike yang menyapa aku sambil ngebut, salah satunya mengenakan hijab. Aku jadi tergerak ingin mengimbangi, walaupun tertinggal. Ternyata mereka mengejar titik kumpul di Citos. Pas di Jl. Raya Bogor ada lagi peloton lain, yang coba aku kuntit walaupun tetap paling buncit. Baru setelah di Pasar Cisalak mereka makin tak terkejar. Bicara soal goweser road bike wanita, kecepatan dan kekuatan mereka betul-betul mengagumkan, apalagi bila dalam peloton.
Mungkin berkat mengejar peloton aku bisa sampai di Tugu Sentul sekitar 07.30, yang aku sela dengan carbo loading mie soto Bogor. Selesai makan lanjut ke Plaza Niaga 1, langsung disambut Asrul dengan memberi satu kotak air kelapa instan. Rasanya segar abis.
Baru start sebentar di tanjakan landai menuju Desa Jayanti, Sigit yang gowes paling depan stangnya keserempet mobil Fortuner. Aku yang ada di belakangnya tak sempat kasih peringatan, karena menghindari mobil yang makin ke pinggir. Entah apa yang terjadi di dalam mobil itu. Untung Sigit juga tetap stabil, sementara mobil itu terus melaju tak tahu diri.
Kami gowes santai saja sepanjang nanjak ke KM 0 Sentul. Tiap kali ada tanjakan, Krisna menyalip kami, terus minggir jalan datar, sambil menunggu Asrul yang paling belakang. Menunggu teman paling belakang ini betul-betul jadi spirit di IHG, sampai terkenal ucapan seorang anggotanya, alm. Imran Husnayan: “Untuk menaklukkan tanjakan berat tidak perlu sepeda bagus atau tenaga keras, tapi cukup teman-teman yang baik.”
Ada tiga kali kami jeda sebentar sepanjang menuju puncak. Tiap kali istirahat Asrul mengeluarkan bekalnya, botol minum air ukuran 2 liter. Aku takjub. “Biar nggak dehidrasi bro….” kata dia.
Memang tidak semua medan berupa tanjakan. Kira-kira setengah perjalanan ada turunan cukup panjang, sebelum kembali menempuh tanjakan terakhir menuju pertigaan puncak KM 0 Sentul. Di fase tanjakan terakhir ini Krisna nyamper fotografer pro agar memotret aksi kami. Begitu Asrul sampai puncak kami bersorak. Ketinggiannya 650 mdpl. Kami tiba sekitar pukul 10.00. Dilanjut foto-foto, terus pesan degan. Pas aku tambah pesan kopi, ibu warung bertanya, “Kopi Liong Bulan atau Kapal Api??” Aku pilih yang pertama.
Waktu menikmati degan, datang bapak sepuh dibonceng motor mengangkut sepedanya yang keren. Tukang parkir sigap mengambil sepeda dan menaruh, sementara si bapak kesulitan turun. Dia goyah, tapi tukang parkir cekatan memegang bapak duduk bareng kami.
“Kenapa pak?” tanyaku.
“Kaki kram,” jawabnya lirih. Duh, kasihan.
“Ayo lemesin di sini saja, Pak,” kata Asrul. Tukang parkir menolong menggosok-gosok kaki si bapak dengan botol air dingin. Asrul mencari obat pereda kram di tasnya, tapi tak ada.
“Bapak gowes dari mana?” tanya Asrul.
“Bekasi.” Wah, jauh itu.
“Kram di mana pak?” tanyaku.
“Tadi di tanjakan situ.”
“Sendirian atau rombongan pak?”
“Barengan.”
“Teman bapak masih di mana?”
“Di belakang.”
Tak lama datang lagi rombongan baru, kali ini lebih muda-muda, tapi bukan teman si bapak. Kedatangan mereka langsung bikin warung jadi gaduh. Salah satu orang pakai kaos bertuliskan: YANG JATUH DIKETAWAIN. Wah, apa tak bahaya kalimat seperti itu? Nadanya menjatuhkan.
Pukul 11.00 kami turun lewat jalan Bojong Koneng ke arah Taman Budaya Sentul. Sayang lalu lintas agak padat, turun menggelundung jadi kurang mulus. Sekali dua kali aku mengerem kuat dekat dengan mobil pas turunan sambil memberi jaga jarak. Harus ekstra hati-hati, bahkan Krisna yang jagoan nanjak kali ini justru paling buncit. Asrul senang bisa mendahului Krisna.
“Gua bisa ngalahin rb nih. Kutunggu di turunan….” kata dia ngakak. Keseruan kami ke Km 0 Sentul yang diposting di WAG langsung bikin ide reskedul gowes bareng, biar yang ikut lebih banyak.
Dari Taman Budaya kami kembali ke arah start buat makan siang di Sate Kiloan PSK (Penggemar Sate Kiloan) yang rupanya sudah legendaris. Sate dan tongsengnya mantap! Pas mau pulang kaki kananku kena gejala kram. Waduh… padahal Sentul-Bintaro masih jauh. Untung segera pulih.
Tapi di perjalanan giliran kaki kiri yang kena gejala kram. Cukup merepotkan. Aku harus mengatur posisi kaki sedemikian rupa biar nyaman mengayuh sampai gejala kram benar-benar hilang. Sepanjang Jl. Raya Bogor hingga Bintaro lalu lintas terbilang padat, terutama di Pasar Cisalak sampai Lebak Bulus. Perjalanan pulang rada tersendat, tapi puas karena merasakan semua manfaat gowes, sehat, gembira, sekaligus dapat gran fondo. [ ]
Anwar Holid aka Wartax, tinggal di Bintaro, Tangerang Selatan. Blog: halamanganjil.blogspot.com. Twitter: @nwrhld. IG: @anwarholid.