iRobot Bangkrut oleh Persaingan dengan China dan Tekanan Tarif Baru

Dari simbol inovasi rumah pintar menjadi korban perang harga global. iRobot, pencipta Roomba, resmi mengajukan kebangkrutan setelah terjepit produk murah Asia, kegagalan akuisisi Amazon, dan utang menumpuk.
WWW.JERNIH.CO – Selama lebih dari dua dekade, iRobot identik dengan revolusi rumah tangga modern. Nama Roomba menjadi simbol otomatisasi, efisiensi, dan janji masa depan yang lebih praktis. Namun pada Minggu, 14 Desember 2025, perusahaan yang pernah berada di puncak industri robotika konsumen ini resmi mengajukan perlindungan kebangkrutan Bab 11 (Chapter 11) di Pengadilan Distrik Delaware.
Langkah drastis ini menandai titik balik penting bagi iRobot—bukan akhir operasi, tetapi awal dari proses penyelamatan melalui restrukturisasi yang diawasi pengadilan.
Awal Mula Roomba
iRobot Corporation adalah perusahaan teknologi asal Amerika Serikat yang berbasis di Bedford, Massachusetts. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1990 oleh tiga ilmuwan robotika dari Massachusetts Institute of Technology (MIT): Rodney Brooks, Colin Angle, dan Helen Greiner.
Pada awal berdirinya, iRobot berfokus pada pengembangan robot untuk keperluan militer dan eksplorasi, termasuk robot penjinak bom PackBot yang digunakan secara luas pasca serangan 11 September 2001. Arah bisnis perusahaan berubah signifikan pada 2002 ketika iRobot memasuki pasar konsumen dengan meluncurkan Roomba, robot penyedot debu yang kemudian merevolusi industri peralatan rumah tangga.

iRobot lantas melantai di bursa NASDAQ pada 2005 dengan kode saham IRBT, dan sempat mencapai puncak valuasi sekitar 3,56 miliar dolar pada 2021.
Pengajuan kebangkrutan Chapter 11 dilakukan untuk memfasilitasi restrukturisasi keuangan tanpa menghentikan operasional perusahaan. Dalam proses ini, iRobot menandatangani Perjanjian Dukungan Restrukturisasi (Restructuring Support Agreement/RSA) dengan pemberi pinjaman dan mitra manufaktur utamanya, Picea Robotics. Kesepakatan ini memungkinkan iRobot tetap menjalankan fungsi bisnis inti—mulai dari aplikasi, program pelanggan, kemitraan global, hingga dukungan produk—tanpa gangguan signifikan selama proses hukum berlangsung.
Korban Persaingan
Keterpurukan iRobot tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan akibat akumulasi tekanan struktural dalam beberapa tahun terakhir. Faktor paling dominan adalah persaingan yang semakin sengit, khususnya dari produsen Asia seperti Ecovacs Robotics asal Tiongkok.
Para pesaing ini mampu menghadirkan robot penyedot debu dengan teknologi serupa, bahkan dalam beberapa aspek lebih maju, dengan harga yang jauh lebih terjangkau. Kondisi ini memaksa iRobot menurunkan harga jual produknya, yang pada akhirnya menggerus margin keuntungan secara signifikan.
Situasi keuangan iRobot semakin memburuk setelah gagalnya rencana akuisisi oleh Amazon.com Inc. senilai 1,7 miliar dolar pada Januari 2024. Kesepakatan tersebut dibatalkan akibat pengawasan regulasi persaingan yang dinilai “tidak semestinya” oleh otoritas Uni Eropa.
Kegagalan ini menghilangkan harapan iRobot untuk memperoleh suntikan dana besar dan dukungan ekosistem Amazon, sekaligus meninggalkan perusahaan dengan beban utang yang berat. Dampaknya, iRobot terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran terhadap sekitar 31% karyawannya.
Korban Tarif Impor
Tekanan eksternal lainnya datang dari kebijakan perdagangan. Tarif impor baru Amerika Serikat, khususnya terhadap produk dari Vietnam—yang menjadi pusat manufaktur vacuum cleaner iRobot untuk pasar AS—mencapai 46%. Kebijakan ini meningkatkan biaya perusahaan hingga sekitar 23 juta dolar sepanjang 2025, menambah tekanan pada struktur biaya dan harga jual produk.
Di saat yang sama, sejak 2021 iRobot juga menghadapi penurunan permintaan konsumen global akibat kendala rantai pasokan dan melemahnya daya beli. Untuk menutup kerugian, perusahaan mengambil utang tambahan, termasuk pinjaman sebesar 190 juta dolar pada 2023, yang kemudian menjadi beban berat ketika pendapatan terus menurun.
Dalam dokumen pengajuan kebangkrutan Chapter 11, iRobot mencatat estimasi aset antara 100 juta dolar hingga 500 juta dolar, dengan estimasi kewajiban (utang) dalam rentang yang sama. Nilai perusahaan telah merosot tajam: sebelum pengajuan kebangkrutan, saham iRobot anjlok lebih dari 70%, dan kapitalisasi pasarnya diperkirakan hanya sekitar 38 juta dolar—sangat jauh dari valuasi puncaknya pada 2021.
Akuisisi Perusahaan
Solusi yang ditempuh iRobot adalah akuisisi penuh oleh Picea Robotics Co., bersama Santrum Hong Kong Co. Picea bukan pihak asing bagi iRobot; perusahaan ini merupakan mitra manufaktur utama (key supplier) yang memproduksi sebagian besar perangkat iRobot.
Selain itu, Picea juga berperan sebagai kreditur yang dijamin (secured lender), setelah mengakuisisi sebagian besar utang iRobot yang sebelumnya dipegang oleh investor AS, Carlyle Group.
Berdasarkan kesepakatan restrukturisasi, Picea akan mengakuisisi 100% saham ekuitas iRobot. Saham biasa iRobot (IRBT) akan dihapus dari bursa, dan perusahaan akan bertransformasi menjadi entitas tertutup (go private) di bawah kendali Picea.
Akuisisi ini dirancang untuk memastikan iRobot dapat terus beroperasi, memenuhi kewajiban kepada karyawan, serta membayar pemasok dan kreditur lainnya selama proses restrukturisasi. (*)
BACA JUGA: Trump Kembali Kibarkan Perang Dagang, Umumkan Tarif Baru Farmasi, Truk, dan Furnitur
