Solilokui

Istana Surga Bagi Penyayang Anak Yatim

Orang-orang yang menyaksikaan tindakan gubernur, semua tertawa gembira. Mereka seolah-olah sepakat, orang  miskin tak boleh tampak di depan mata mereka.

Oleh  : Usep Romli HM

Seorang janda miskin membawa tiga anak kandungnya, berjalan tersaruk-saruk di kota Bashrah. Sedang mencari pekerjaan halal. Sekedar untuk mencari nafkah bagi kehidupan sehari-hari.

Tapi semua pintu rumah orang-orang kaya di situ, tertutup rapat. Termasuk rumah gubernur yang banyak dikunjungi tamu-tamu kaya-raya. Gubernur sendiri datang ke pintu gerbang untuk mengusir janda miskin bersama ketiga anaknya yang yatim tersebut. Orang-orang yang menyaksikaan tindakan gubernur, semua tertawa gembira. Mereka seolah-olah sepakat, orang  miskin tak boleh tampak di depan mata mereka.

Sambil menangis penuh kepedihan, janda miskin itu segera menjauh. Ia tiba-tiba teringat pada firman Allah, S. Al Ma’un, ayat  2-3, yang sering dibaca bersama suaminya almarhum, baik pada waktu salat maupun tadarus :  “Maka itulah orang yang menghardik anak yatim. Dan tidak mendorong memberi makan orang miskin.

Ketika melepas lelah di bawah sebatang pohon kurma, tiba-tiba  seorang wanita cantik datang menyapa mereka dengan ramah. Terjadilah obrolan singkat. Janda miskin itu mengutarakan nasibnya tanpa tedeng aling-aling.

“Sudahlah, ibu dan ketiga anak ibu, tinggal di rumah saya saja. Bantu-bantu pekerjaan dapur seadanya. Insya Allah, suami saya juga akan merasa se-nang,”kata wanita cantik itu.

Ternyata suami wanita itu tak kalah ramah. Meskipun kaya raya, suka sesekali memuliakaam  orang miskin dan anak yaitu. Sehingga janda berserta ketiga anaknya merasa betah. Merasa terlindungi. Cukup makanan dan pakaian. Bahkan ketiga anak yatim dimasukkan ke madrasah, agar mendapat pendidikan yang baik.

Beberapa waktu kemudian, suatu malam, Gubernur Basrah mendapat mimpi aneh. Ia merasa  berada di suatu tempat di alam akhirat. Dilihatnya Nabi Muhammad Rasulullah Saw, berdiri di depan istana megah. Memegang panji bertuliskan “Al Hamid”. Satu nama “Asma’ul Husna” milik Allah SWT, yang berarti “terpuji”.

“Milik Andakah, wahai Rasulullah, istana megah ini?” tanya Gubernur Basrah.

“Bukan, “jawab Rasulullah. “Istana ini milik suami-istri, yang telah mengasihi seorang janda miskin beserta tiga anaknya yang yatim. Engkau juga seharusnya dapat memiliki istana semegah ini.Tapi engkau telah menampiknya dengan mengusir seorang janda miskin bersama ketiga anaknya yang yatim.”

Tiba-tiba Gubernur Basrah teringat kepada tindakannya mengusir  janda miskin dan tiga anaknya, dari gerbang rumahnya. Tepat pada saat itu pula ia terbangun.

Maka segera ia ke luar, mencari informasi tentang seorang janda miskin  bersama tiga anaknya. Ia ingin mengurusnya, agar dapat memperoleh istana megah. Akhirnya, berhasil juga menemukan tempat  tinggal janda dan ketiga anaknya. Kepada pemilik rumah, Gubernur berterus-terang, menyatakan keinginan mengurus janda miskin dan anaknya. Bahkan bersedia memberi ganti rugi sebesar apa pun.

“Oh,tidak!”kata pemilik rumah. “Aku sudah merasakan manfaat dan kebahagiaan mengurus  janda miskin dan tiga anak yatim itu. Berkah Allah melimpah kepada kami sekeluarga, berupa kesehatan, kesejahteraan, ketenangan, dan berbagai keuntungan serta kenikmatan lain. Kepadaku, Allah SWT berkenan memperlihatkan gambaran istana megah di akhirat kelak, di bawah naungan panji “Al Hamid” yang dikibarkan Rasulullah Saw, yang harganya tak ternilai oleh apa pun. Termasuk oleh harta ganti rugi dari seorang gubernur!”  [  ]

Sumber : kitab “Irsyadul Ibad ila Sabilil Rasyad” karya Syekh Zainudin al Malibari.

Back to top button