SolilokuiVeritas

Kata Hampa

Mungkin, kita terlalu sering melafalkannya tanpa benar-benar merasa. Atau mungkin, makna itu tenggelam di lautan basa-basi, terkikis manipulasi, inflasi sensasi, dan wabah kebiasaan yang tak lagi tulus. Kata-kata kehilangan makna bukan karena mereka tak berharga, tetapi karena kita lupa memberi mereka nyawa.

Oleh : Yudi Latif

JERNIH–Saudaraku, tak ada yang lebih membuatku kehilangan selera hidup seperti saat merasakan kehilangan darah kata. Entah mengapa, kata-kata pujangga, pandita dan penguasa yang dulu bertenaga, kini seperti cangkang kosong, melayang tanpa arah, kehilangan jiwa yang pernah mereka miliki.

Mungkin, kita terlalu sering melafalkannya tanpa benar-benar merasa. Atau mungkin, makna itu tenggelam di lautan basa-basi, terkikis manipulasi, inflasi sensasi, dan wabah kebiasaan yang tak lagi tulus. Kata-kata kehilangan makna bukan karena mereka tak berharga, tetapi karena kita lupa memberi mereka nyawa.

Yudi Latif

Di ruang sunyi, kata-kata itu menangis, merindukan masa ketika setiap suku kata adalah doa, setiap kalimat adalah pelukan. Namun, seperti daun yang gugur dari rantingnya, mereka jatuh, perlahan memudar menjadi kenangan yang tak lagi dikenang.

Ah, andai saja kita belajar mendengar lagi, bukan hanya telinga, tapi dengan hati. Mungkin, kata-kata akan kembali bernyawa, kembali menjadi jembatan yang menghubungkan kita dengan dunia, dan lebih dari itu, dengan diri kita sendiri. []

Back to top button